Cerita Akhir Pekan: Mendadak Desa Wisata yang Tak Semuanya Konsisten

Maraknya pertumbuhan desa wisata kabarnya kurang diimbangi dengan konsitensi pembinaannya.

oleh Henry diperbarui 04 Sep 2022, 08:30 WIB
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno saat roadshow program Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022 ke Desa Wisata Sudaji di Kabupaten Buleleng, Bali (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu potensi yang dapat ditingkatkan menjadi Pendapatan Asli Desa (PADes) desa-desa di Indonesia adalah sektor pariwisata. Belakangan ini, desa wisata telah menjadi pilihan tersendiri bagi wisatawan. Desa wisata banyak digemari bukan karena menyajikan keindahan alam tetapi juga bisa berinteraksi dengan masyarakat lokal

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menjadikan pengembangan desa wisata sebagai prioritas kebangkitan sektor pariwisata Indonesia sejak hantaman pandemi Covid-19.  Menparekraf bahkan menyebut bahwa program tersebut dilakukan guna menjadikan desa wisata sebagai destinasi wisata berkelas dunia dan berdaya saing.

Dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021 (ADWI 2021) lalu, tercatat ada 1.831 desa wisata di Indonesia yang sudah mengantongi izin dari pemerintah daerah setempat. Jumlah itu masih akan terus bertambah di tahun ini.  Namun maraknya pertumbuhan desa wisata kabarnya kurang diimbangi dengan konsitensi pembinaannya.

Dampaknya, sejumlah desa wisata yang awalnya sempat ramai didatangi wisatawan kini jadi semakin sepi dan terbengkalai. Lalu, bagaimana sebenarnya konsep sebuah desa bisa disebut sebagai desa wisata dan kenapa ada desa wisata yang tidak bisa konsisten menjalankan konsep tersebut?

Menurut Andi Yuwono selaku Ketua Umum Asoasiasi Desa Wisata Indonesia (Asidewi), syarat menjadi desa wisata tentu ada kepala desa, daya tarik wisata atau potensi wisata bisa berupa kekayaan alam maupun budaya. Para kepala desa itu tak hanya mengelola desa tapi juga mengelola daya tarik wisata, menyiapkan akomodasi bagi wisatawan dan aksesibilitas yang membuat desa tersebut lebih mudah dijangkau.

Andi mengatakan, ada banyak keuntungan bagi sebuah desa saat menjadi desa wisata. Salah satunya yaitu masyarakat desa bisa lebih maju terutama di bidang ekonomi. Dari masyarakat desa yang hanya mengandalkan produksi sekarang masyarakat juga bisa menjadi kreatif.

"Contohnya mayoritas masyarakat desa menjadi petani dan perajin, kini masyarakat bisa menjadikan itu sebagai daya tarik untuk wisatawan untuk berkunjung dan menjadi ketertarikan bagi wisatawan untuk mencoba profesi mereka," terang Andi Yuwono pada Liputan6.com, Jumat, 2 September 2022. "Selain itu, wisatawan juga mendapatkan pengalaman yang tidak bisa dilupakan setelah liburan," lanjutnya.

Meski begitu, Andi mengakui ada kelemahan dalam menerapkan konsep desa wisata. Yang paling umum adalah tidak semua masyarakat atau warga desa bisa menerima datangnya wisatawan yang ingin berkunjung. "Dalam hal ini Asidewi hadir, kami melakukan pendekatan untuk menyadarkan masyarakat desa bahwa kegiatan keseharian bisa menjadi suatu daya tarik wisata yang sangat menarik bagi wisatawan," ungkapnya.

Ia menambahkan, langkah yang harus dilakukan untuk tetap konsisten mengembangkan desa wisata adalah, masyarakat desa dengan daya tarik wisata atau potensi yang ada di desa harus terus dijaga dan dilestarikan. Tak bisa dipungkiri, desa wisata yang baik harus terus dikelola secara konsisten dalam mengembangkan potensi daerah mereka.

 


Diberi Pelatihan

Sejumlah pemenang desa wisata mandiri inspiratif ADWI 2021. (dok. Screenshoot Youtube Kemenparekraf)

Menurut Andi, ada sejumlah faktor utama yang menyebabkan sebuah desa wisata tidak konsisten hingga akhirnya terbengkalai adalah tentang SDM (Sumber Daya Manusia) dan pengelolaan yang kurang diperhatikan. "Mengembangkan desa wisata merupakan sesuatu yang mudah jika SDM bisa paham dengan potensi yang ada di desa mereka. Tapi jika pengelolaan desa wisata tidak konsisten maka hal ini yang menyebabkan kondisinya menjadi terbengkalai dan tidak terurus," tuturnya.

Sebaiknya desa wisata perlu didampingi dan diberi pelatihan agar masyarakat desa tersebut bisa lebih semangat dalam membangun desa wisata.  Andi mengakui, desa wisata memang sekarang banyak dibicarakan dan dibahas, Meski begitu, ia menepis anggapan kalau desa wisata hanya jadi tren semata yang bisa mendadak menghilang atau tidak lagi diminati.

"Ini bukan suatu tren saja namun mengembangkan desa wisata juga adalah cara kita membangun Indonesia lebih baik dan sejahtera lagi. Jika masyarakat desa seluruh Indonesia sadar akan potensi yang ada di desa mereka dan dikembangkan maka Indonesia bisa menjadi bangsa yang lebih maju," tutupnya.

Perkembangan desa wisaa yang sangat pesat juga datang dari Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia.(Asita) dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI). Perkembangan desa wisata semakin pesat terutama setelah hadirnya ADWI dari Kemenparekraf.  


SDM dan Infrastruktur

Desa Wisata Cibuntu di Kuningan, Jawa Barat. foto: dok. Biro Humas dan Komunikasi Publik Kemenparekraf

"Menurut saya ini program yang bagus karena kita makin banyak melihat potensi-potensi desa wisata yang selama ini tidak pernah kita tahu. Dengan adanya program ini bisa sangat membantu desa-desa wisata yang potensial menjadi eksis dan dikenal luas," jelas Sekjen ASITA sekaligus Wakil Ketua Umum GIPI Nofel Saleh Hilabi. lewat pesan pada Liputan6.com, Sabtu, 3 September 2022.

Nofel menambahkan, ada berbagai keuntungan yang didapat dengan menjadi desa wisata. Salah satunya adalah bisa meningkatkan perekonomian wilayah sekitar sehingga meningkatkan taraf kehidupan masyarakat desa wisata dan penyerapan tenaga kerja.

Di sisi lain, ada juga kelemahannya. Meski desa wisata semakin marak, belum semua desa wisata memiliki akses infrastruktur yang baik dan mumpuni.

Situasi itu bisa membuat kebanyakan wisatawan yang ingin melakukan kunjungan kembali akan berpikir ulang, karena infrastruktur pendukungnya seperti jalanan yang kurang bagus atau saluran airnya belum mumpuni sehingga desa wisata tersebut tidak bisa berkembang dengan maksimal.  Setelah menjadi desa wisata, tentu ada sejumlah hal yang harus dilakukan agar terus konsisten dan tidak terbengkalai.

Yang pertama harus dilakukan menurut Nofel, segera memperbaiki infrastruktur untuk mendukung desa wisata yang berkesinambungan. Selain itu, kesiapan SDM di desa tersebut juga harus dipersiapkan dengan baik. Wisatawan juga harus dibuat merasa nyaman dan senang selama berwisata.


Tren Positif

Desa Wisata Tembi, Bantul. (Liputan6.com/IG/desawisatatembi)

"Pengelola desa wisata juga bisa bekerja sama promosi dengan stakeholder terkait agar expose desa wisata ini diketahui di daerah lainnya maupun di seluruh Nusantara, bahkan bisa sampai ke mancanegara," ujar Nofel. Mengenai desa wisata yang kini terbengkalai meski awalnya cukup ramai atau menjanjikan, Nofel mengatakan penyebabnya biasanya adalah ketidak seriusan pemerintah setempat dalam menjaga ekosistem desa wisata.

Selain itu bisa juga karena SDM yang belum siap dalam mengelola desa wisata, karena itu vokasi sangat penting dalam mengembangkan SDM di sebuah desa wisata.  Soal desa wisata yang banyak dianggap sebagai tren, Nofel punya jawaban lain.

Ia mengatakan, makin banyaknya desa wisata bermunculan merupakan tren yang positif. Namun jika tren ini tidak dikelola dengan baik maka nantinya hanya akan jadi tren sementara.  Tapi jika dikelola dengan profesional dan didukung oleh pemerintah setempat dalam mengembangkan infrastuktur dan juga pelatihan, maka tren ini akan terus berlanjut dalam waktu lama.

"Vokasi terhadap SDM ini penting karrena akan membuat desa wisata berkembang dan menjadi potensi penyerapan tenaga kerja yang besar secara merata. Itu karena banyak desa wisata yang tersebar dan mempunyai potensi pariwisata yang bagus," pungkasnya.

Infografis 6 Desa Wisata yang Wajib Dikunjungi (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya