Aksi Hacker Anonymous Bikin Macet Jalanan Moscow, Seperti Apa Kisahnya?

Peretasan pada aplikasi Yandex Taxi asal Rusia dilaporkan telah membuat kemacetan di jalanan kota Moskow.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 05 Sep 2022, 07:30 WIB
Foto yang diabadikan pada 2 Desember 2020 ini menunjukkan Katedral Santo Basil di Moskow, ibu kota Rusia. (Xinhua/Bai Xueqi)

Liputan6.com, Jakarta - Aksi hacker yang meretas aplikasi ride hailing asal Rusia dilaporkan telah menyebabkan kemacetan panjang di jalanan Moscow. Menurut laporan, peretasan tersebut dilakukan pada aplikasi Yandex Taxi.

Dikutip dari The Verge, Senin (5/9/2022), kemacetan itu tercipta karena hacker meretas aplikasi Yandex Taxi dan melakukan pemesanan pada banyak taksi untuk penjemputan di satu lokasi pada satu waktu yang sama.

Serangan ini terjadi pada 1 September 2022 waktu Rusia dan sempat membuat ramai media sosial. Sebab, banyak warganet mengunggah video puluhan taksi tiba-tiba berdatangan ke jalan utama Moskow yang dikenal padat, yakni Kutuzovsky Prospekt.

"Pada pagi hari tanggal 1 September, YandexTaxi menghadapi penyerangan yang mengganggu layanan--puluhan pengemudi menerima pesanan massal ke wilayah Fili," tulis perusahaan tersebut dalam pernyataannya.

Akibat aksi peretasan ini, jalanan itu sempat mengalami kemacetan hingga 40 menit. Yandex juga dikenal sebagai raksasa internet Rusia menyatakan telah meningkatkan algoritma untuk mendeteksi dan mencegah serangan serupa di masa depan.

Yandex sendiri belum mengonfirmasi siapa yang melakukan serangan tersebut, tapi kelompok peretas Anonymous mengaku bertanggung jawab terhadap kemacetan tersebut. Hal itu diungkapkan lewat akun Twitter mereka.

Dikatakan, mereka bekerja sama dengan tim IT Angkatan Darat Ukraina, kelompok hacktivist yang terorganisir dan dibentuk Wakil Perdana Menteri Ukraina Mykhailo Fedorov ketika Rusia pertama kali menginvasi Rusia.

Anonymous sendiri memang mendeklrasikan cyber war melawan Rusia sejak awal tahun ini. Salah satu tindakan yang diklaim telah mereka lakukan adalah membajak saluran TV Rusia dengan menayangkan cuplikan perang yang dianggap ilegal di negara tersebut.

Selain itu, kelompok hacker itu telah membocorkan data dan email milik lembaga pemerintah Rusia termasuk sejumlah perusahaan besar negara tersebut.

Sebagai informasi, Moscow sendiri memang dikenal sebagai kota dengan lalu lintas yang padat. Bahkan, ibukota Rusia itu mendapat predikat sebagai kota paling padat nomor di dunia pada tahun lalu.


Nokia dan Ericsson Hengkang dari Rusia

HMD Global bakal umumkan Nokia 10. (Doc: Gizchina)

Di sisi lain, ada banyak perusahaan barat yang memutuskan untuk undur diri dari pasar Rusia. Hal ini dilatarbelakangi beberapa hal, mulai dari permintaan pemerintah negara asal perusahaan dan ada pula perusahaan yang terkena sanksi dari Rusia.

Terbaru, perusahaan teknologi jaringan Nokia dan Ericsson dikabarkan juga hengkang dari pasar Rusia. Menurut laporan Reuters, kedua perusahaan perlahan-lahan akan mengurangi aktivitas bisnisnya di Rusia dalam beberapa bulan mendatang.

Mengutip Gizchina, Rabu (31/8/2022), pada April lalu, Ericsson mengumumkan akan menghentikan sementara operasional di Rusia. Sementara Nokia membuat keputusan yang lebih ketat, di mana mereka akan sepenuhnya keluar dari pasar Rusia.

"Pada akhir tahun, mayoritas karyawan kami di Rusia akan pindah dari Nokia dan kami mengosongkan semua kantor kami," kata juru bicara Nokia.

"Kami akan mempertahankan kehadiran resmi di negara ini hingga penutupan hukum selesai," tuturnya menambahkan.

Ericsson di sisi lain, telah menempatkan karyawannya di Rusia pada cuti berbayar sejak tahun ini. Perusahaan menyediakan sekitar USD 95 juta pada kuartal pertama untuk penurunan nilai aset dan biaya khusus lainnya terkait dengan pemindahan tersebut.

 


Karyawan Nokia dan Ericsson di Rusia

Logo Nokia di Kantor Nokia di Espoo, Finlandia. Kredit: Nokia

Sekadar informasi, Ericsson memiliki sekitar 400 karyawan di Rusia. Perusahaan pun mengeluarkan penyataan yang menyebut akan memberikan dukungan keuangan pada karyawan yang terdampak.

Sementara itu, Nokia memiliki sekitar 2.000 karyawan di Rusia. Perusahaan menyebut, kegiatannya yang tersisa di Rusia terkait dengan pemeliharaan terbatas jaringan kritis untuk memenuhi kewajiban kontrak dan kewajiban humanitarian.

Media Kommersant pertama kali melaporkan keluarnya Ericsson dari Rusia dan menyatakan, beberapa staf pendukungnya akan dipindahkan ke perusahaan baru yang didirikan oleh Rusia. Ericsson tidak menanggapi komentar atas hal ini.

Nantinya selepas Ericsson dan Nokia menarik diri dari Rusia, operator seluler negara tersebut yakni MTS dan Tele2 akan lebih mengandalkan perusahaan Tiongkok seperti Huawei dan ZTE untuk mendukung infrastruktur jaringannya. Kedua operator Rusia ini pun tidak memberikan komentar. 


Google Ajukan Pailit di Rusia

Suasana kantor pusat Google di Googleplex, Mountain View, Palo Alto, California. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza

Bukan hanya itu, Google cabang Rusia dilaporkan akan mengajukan bankrut. Menurut laporan Reuters, perusahaan menyatakan tidak bisa lagi menjaga operasional cabang di Rusia.

Mengutip The Verge, Kamis (19/5/2022), Google Rusia dilaporkan menghasilkan keuntungan sebesar USD 2.086 miliar dan mempekerjakan lebih dari 100 karyawan.

"Penyitaan rekening bank Google Rusia oleh otoritas telah membuat kantor kami di Rusia tidak bisa berfungsi, termasuk mempekerjakan dan membayar karyawan yang berbasis di Rusia," kata juru bicara Google dalam pernyataan ke The Verge.

Google juga mengeluhkan, penyitaan rekening bank tersebut membuat perusahaan tidak bisa membayar pemasok dan vendor serta memenuhi kewajiban keuangan lainnya.

"Google Rusia telah menerbitkan pemberitahuan tentang niatnya untuk ajukan pailit," kata sang juru bicara.

Maret 2022, Google telah menangguhkan penjualan iklan di Rusia, tidak lama setelah negara itu menginvasi Ukraina.

Selain itu, YouTube milik Google juga bergerak untuk melarang iklan di channel yang dimiliki oleh media terafiliasi pemerintah Rusia. Google pun akhirnya memblokir channel-channel ini sepenuhnya.

Desember lalu, Rusia menerapkan sanksi denda sebesar USD 98 juta kepada Google. Saat itu Google gagal menghapus konten yang dianggap ilegal oleh Rusia dari platformnya. Denda tersebut setara dengan 8 persen pendapatan Google Rusia.

(Dam/Isk)


Infografis Kejahatan Siber (Liputan6.com/Abdillah)

Infografis Kejahatan Siber (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya