Penyesuaian Harga BBM Dinilai Penting untuk Seimbangkan Fungsi Utama APBN

Ekonom UI menegaskan bahwa sejatinya kebijakan untuk melakukan penyesuaian harga BBM sendiri diambil Pemerintah karena terpaksa dan sebagai sebuah opsi paling akhir.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Sep 2022, 23:50 WIB
Sejumlah kendaraan mengantri di SPBU kawasan Kuningan, Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah akhirnya menaikan harga BBM bersubsidi, Adapun harga BBM yang mengalami kenaikan yaitu Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, harga solar menjadi Rp 6.800 per liter dan Pertamax menjadi Rp 14.500 per liter. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Dosen FEB UI, Berly Martawardaya berpandangan bahwa penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah dilakukan Pemerintah saat ini sangat penting untuk bisa kembali menyeimbangkan seluruh fungsi utama APBN.

Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini juga menilai, terdapat fungsi APBN yang terganggu dalam penerapannya di lapangan. Hal tersebut dikarenakan adanya fakta jika justru lebih banyak masyarakat kelas atas yang menikmati subsidi BBM dari Pemerintah.

“Fungsi distribusi yang agak terganggu kemarin, jadi ada trade off antara stabilisasi dan distribusi karena yang diuntungkan adalah masyarakat menengah ke atas. Di mana Pertalite 80% dinikmati atau dikonsumsi subsidinya oleh masyarakat mampu, yang Solar bahkan 95%,” ujarnya dalam diskusi di Metro TV, Minggu (4/9/2022).

Maka dari itu, dengan adanya ketidakseimbangan fungsi yang terjadi terkait APBN, menurutnya sangat penting bagi Pemerintah untuk berupaya kembali membuatnya seimbang kembali.

“Jadi tidak balance antara fungsi-fungsi ini. Sehingga (Pemerintah) harus memilih, harus memprioritaskan bagaimana caranya mengalokasikan, itu fungsi ketiga APBN; harus dihitung yang dampaknya tinggi ke masyarakat,” tambahnya.

Bukan hanya karena tidak tepat sasaran, namun subsidi BBM yang selama ini membebani APBN ternyata nilainya juga sudah tinggi.

“Ketika kita hitung, kemarin kalkulasinya ternyata tidak cukup hingga (APBN) ditambah menjadi Rp 252,5 triliun itu masih tidak cukup, ternyata masih perlu ditambah lagi Rp 195,6 triliun sehingga totalnya Rp 448,1 triliun. Itu berarti dari APBN belanja sekitar Rp 3.000 triliun itu sekitar 15%. Kalau itu diteruskan, sampai akhir tahun kita biarkan itu 15% mendekati alokasi untuk pendidikan, 20%. Ini kan tidak lebih penting dari pendidikan, apalagi dari segi distribusinya tidak tepat sasaran,” ungkap Berly.

Berly juga mengungkap pentingnya menjaga keberimbangan antara ketiga fungsi utama dari APBN, yakni stabilisasi, distribusi dan alokasi adalah supata anggaran negara terus cukup untuk mengawal agenda pemulihan ekonomi.

 


Opsi Paling Akhir

Beberapa hal yang menurut Berly Martawardaya sangat penting dan tidak boleh dikorbankan hanya demi terus memperbesar APBN untuk subsidi BBM adalah mengenai pendidikan dan juga infrastruktur.

“Selain itu, negara juga tidak mungkin terus melakukan utang karena pasti akan dipertanggungjawabkan. Untuk itu, langkah lebih cermat adalah dengan mengurangi tekanan pada APBN, yakni melakukan penyesuaian harga BBM”, ungkap Berly.

Bahkan, Ekonom UI tersebut menegaskan bahwa sejatinya kebijakan untuk melakukan penyesuaian harga BBM sendiri diambil Pemerintah karena terpaksa dan sebagai sebuah opsi paling akhir daripada harus menghadapi beberapa hal buruk lainnya.

“Jadi diantara opsi-opsi yang buruk ya, dalam Pemerintah/Public Policy itu bukan antar opsi yang baik semua dengan yang buruk semua. Jadi ini trade off diantara opsi yang ada ya ini (penyesuaian harga BBM) yang terpaksa diambil seperti kata Pak Presiden,” pungkasnya.

Infografis Harga BBM Naik per 3 September 2022 (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya