Liputan6.com, Conakry - Momen mendebarkan tengah terjadi hari ini, 5 September 2021, di Guinea. Kudeta militer!
Mengutip BBC, Republik Guinea di Afrika diguncang peristiwa kudeta. Sekelompok tentara mengaku merebut kekuasaan dari Presiden Alpha Condé, mereka bahkan masuk TV untuk memberikan keterangan.
Advertisement
Pada hari yang sama, terdengar juga suara tembakan di area tempat tinggal Presiden Alpha Condé yang berkuasa sejak 2010.
Berdasarkan laporan BBC, Presiden Condé juga sempat tampil di TV. Ia terlihat duduk di sofa dan memakai kemeja abu-abu. Kondisinya tampak baik-baik saja, tetapi tidak mau bicara ketika diminta tentara agar bicara bahwa kondisinya sehat.
Ada sembilan tentara yang tampil di TV dan mengumumkan perebutan kekuasaan. Mereka mengaku sebagai Komite Nasional Rekonsiliasi dan Pembangunan.
Para tentara itu mengklaim ingin mengganti konstitusi, serta mengeluhkan korupsi yang terjadi di Guinea.
Kondisinya Presiden Condé tak langsung diketahui saat itu.
Kementerian Pertahanan Guinea berkata para tentara yang kudeta itu sudah ditangani oleh pasukan yang loyal kepada presiden.
Meski demikian, pendukung partai oposisi dan aktivis telah turun ke jalan untuk merayakan pergantian pemerintahan.
Pihak Komite Nasional menyebut akan membangun pemerintahan baru yang lebih inklusif.
Sebelum Presiden Alpha Condé berkuasa, kudeta juga terjadi di Guinea pada 2008. Kudeta dilakukan oleh Dewan Nasional Demokrasi dan Pembangunan yang dipimpin Moussa Dadis Camara.
Camara lantas sempat menjadi target pembunuhan pada 2009 sebelum akhirnya Alpha Condé terpilih sebagai presiden di 2010.
Kronologi Kudeta
Kudeta milter terjadi di Guinea, Afrika Barat. Junta militer merebut kekuasaan dari pemerintah yang sah.
Gejolak politik di Guinea sebetulnya sudah lama terjadi. Diperparah sejak keputusan Presiden Alpha Conde untuk mengubah konstitusi dan akhirnya menambah masa jabatan.
Presiden Alpha Conde berkuasa sejak 2010. Harusnya ia telah selesai berkuasa tahun lalu, tapi malah mengubah konstitusi.
Junta militer akhirnya merebut kekuasaan dari Presiden Guinea Alpha Conde. Akibat kudeta ini, politikus berusia 83 tahun itu harus pasrah melepaskan kekuasaan yang ia pegang sejak 2010.
Junta militer melaksanakan kudeta pada 5 September 2021. Suara tembak-menembak sempat terdengar di area Istana Kepresidenan pada pagi hari.
Hanya dalam sehari, pemerintahan sah jatuh ke tangan militer. Presiden Conde hanya tampak pasrah ketika ditangkap militer
Sempat terjadi simpang siur ketika kudeta terjadi, pasalnya Kementerian Pertahanan mengklaim pelaku kudeta berhasil ditangani. Namun, nyatanya kudeta berhasil.
Sosok terdepan di kudeta militer ini adalah Kolonel Mamady Doumbouya. Ia merupakan polisi sekaligus anggota pasukan khusus di Guinea.
Usai kudeta, Kolonel Doumbouya yang identik dengan kacamata hitam dan baret merah ini langsung tampil di TV nasional dan memberikan keterangan.
Kelompok junta militer ini menamakan diri mereka sebagai Komite Nasional Rekonsiliasi dan Pembangunan. Pihaknya mengklaim kudeta ini untuk rakyat.
Sebelum kudeta, Presiden Conde merombak konstitusi Guinea. Jabatan presiden di negara itu sebetulnya terbatas dua periode untuk masa lima tahun, Conde lantas melaksanakan referendum untuk mengganti masa jabatan jadi enam tahun.
Referendum digelar pada Maret 2020. Isi referendum itu tak hanya terkait masa jabatan presiden, tetapi juga program-program sosial seperti pelarangan kawin paksa.
Tetapi, perubahan masa jabatan itu dijadikan celah agar bisa maju lagi sebagai presiden. Ia lantas maju lagi dalam pemilu 2020 dan menang.
Belum setahun menikmati periode ketiga, ia sudah dikudeta.
Pada video yang beredar, Presiden Conde hanya bisa duduk pasrah saat ditangkap militer.
Kondisi Conde terlihat baik-baik saja. Pihak junta militer juga menyebut kondisi eks-presiden itu tidak apa-apa dan sedang bersama dokter.
Tak diketahui lokasi Conde saat itu, maupun keadaan eks-Ibu Negara Djebe Kaba Conde.
Pihak junta militer juga menegaskan bahwa gubernur-gubernur provinsi juga akan terdampak di pergantian pemerintahan.
Gubernur akan diganti oleh komandan regional. Pihak-pihak yang berani protes akan dianggap melakukan pemberontakan.
Advertisement
Gara-Gara Ngotot Jabatan 3 Periode Berujung Kudeta Militer
Liputan6.com, Conakry - Junta militer merebut kekuasaan dari Presiden Guinea Alpha Conde. Akibat kudeta ini, politikus berusia 83 tahun itu harus pasrah melepaskan kekuasaan yang ia pegang sejak 2010.
Usai kudeta, Kolonel Mamadi Doumbouya menyampaikan d TV bahwa politik akan kembali diberikan kepada rakyat, bukan satu orang saja.
Gejolak politik Guinea sebetulnya sudah terjadi sejak lama. Kondisi juga diperparah oleh ambisi Presiden Conde untuk berkuasa selama 3 periode. Konstitusi pun dimodifikasi demi memenuhi syahwat politiknya.
Pada Maret 2020, Conde melaksanakan referendum agar mengubah konstitusi agar periode jabatan presiden diganti. Dalam konstitusi baru, ada pula program sosial seperti melarang sunat perempuan dan kawin paksa. Referendum konstitusi itu lantas menang besar.
Selanjutnya BBC melaporkan Conde memenangkan 59,5 persen suara pada Oktober 2020. Alhasil, ia lanjut periode ketiga. Belum setahun ia menikmati periode ketiga, Conde sudah dikudeta junta militer.
Kondisi Conde Diklaim Baik
Presiden Conde ditahan junta militer. Meski demikian, pihak junta menjamin Conde dalam keadaan baik dan bersama dokter.
"Segalanya akan baik-baik saja. Ketika saatnya tiba, kami akan mengeluarkan pernyataan," ujar pihak junta militer.
Meski beredar video selebrasi masyarakat terhadap lengsernya Conde, Komunitas internasional sudah mengecam kudeta yang terjadi.
Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) siap memberikan sanksi jika Conde tak dilepas. Kritikan pun sudah datang dari PBB.
Pemimpin Kudeta Kolonel Mamady Doumbouya Disumpah Jadi Presiden Baru Guinea
Kolonel Mamady Doumbouya kemudian dilantik sebagai presiden sementara Guinea setelah memimpin kudeta yang melihat penggulingan presiden Alpha Conde.
Mantan legiuner Prancis, 41, menjadi pemimpin termuda kedua Afrika, setelah Assimi Goïta dari Mali, 38, yang juga memimpin negara itu usai kudeta militer, demikian seperti dikutip dari BBC, Sabtu (2/10/2021).
Kolonel Doumbouya dilarang mengikuti pemilihan di masa depan di bawah rencana untuk memulihkan pemerintahan sipil yang diumumkan pekan itu.
Kudeta 5 September telah banyak dikutuk oleh komunitas internasional.
Baik badan Afrika Barat Ecowas dan Uni Afrika telah menangguhkan Guinea dari panggung multilateral kawasan itu.
Ecowas juga menjatuhkan sanksi terhadap para pemimpin kudeta dan menuntut agar Guinea kembali ke tatanan konstitusional dalam waktu enam bulan.
Berbicara di istana Mohammed V di Conakry, presiden baru itu mengatakan misinya adalah untuk "mendirikan kembali negara" dengan menulis konstitusi baru, menanggulangi korupsi, mengubah sistem pemilihan dan menerapkan pemilihan "bebas, kredibel dan transparan", menurut kantor berita AFP.
Dia juga berjanji untuk "menghormati semua komitmen nasional dan internasional yang telah dianut negara".
Junta militer Guinea belum menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pemilihan.
Tetapi dikatakan siapa pun yang mengambil bagian dalam pemerintahan sementara, yang akan memiliki perdana menteri sipil, akan dilarang mencalonkan diri.
Advertisement