Masih Seliweran di Medsos, 7 Mitos Autisme Ini Perlu Ditinggalkan

Ketua Forum Peduli Autisme Jawa Timur, Margaretha mengungkapkan setidaknya ada 7 mitos yang masih sering dipercaya masyarakat.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 06 Sep 2022, 08:19 WIB
ilustrasi/copyright pexels.com/Skitterphoto

Liputan6.com, Jakarta Berbagai informasi terkait Autism spectrum disorder (ASD) atau autisme kini lebih mudah didapat dibandingkan zaman dulu. Namun ternyata masih ada sejumlah mitos yang muncul.

Ketua Forum Peduli Autisme Jawa Timur, Margaretha mengungkapkan setidaknya ada 7 mitos yang masih sering dipercaya masyarakat.

"Perlu tahu dulu autisme itu gangguan perkembangan pada otak yang menyebabkan kesulitan perkembangan terutama dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial, serta merespons lingkungan secara tepat," kata Margaretha dalam webinar memahami gejala, karakteristik, dan dampak ASD pada anak disertai best practices intervensi ASD dan contoh penerapannya yang diadakan Xabiru, ditulis Senin (5/9/2022).

Autisme juga dapat disertai gejala lain, lanjutnya. Itulah yang menyebabkan setiap anak autisme unik dan seperti anak-anak lain juga memiliki kelebihannya masing-masing.

"Autisme itu dianggap warna dalam neurodiversity, perkembangan otaknya unik. Baik secara genetik maupun biologis. Sehingga perlu deteksi dini yang tepat agar tidak terlambat penangananya karena akan mempengaruhi level autisme pada seorang anak," ujar dosen psikologi Universitas Airlangga tersebut pada peserta.

Untuk mendiagnosis autisme juga tidak sembarangan, kata dia, karena ada sejumlah gejala yang dinilai termasuk dalam komunikasi sosial dan minat serta perilaku.

 

 


Gejala Autisme

Margaretha juga menyampaikan beberapa gejala umum pada anak autisme seperti:

A. Kesulitan dengan komunikasi dan interaksi sosial di seluruh konteks:

- Kesulitan dengan timbal baik sosial-emosional

- Masalah dengan perilaku komunikatif non-verbal

- Kesulitan dalam mengembangkan, memelihara dan memahami hubungan

 

B. Minat terbatas dan perilaku berulang:

- Gerakan motorik, penggunaan objek atau wicara yang stereotip atau berulang (seperti mengepakkan atau echolalia)

- Desakan pada kesamaan, tidak fleksibel kepatuhan terhadap rutinitas, ritual atau pola perilaku verbal atau nonverbal

- Perhatian yang sangat terbatas atau minat yang hanya terpaku pada satu hal dalam intensitas yang abnormal

- Hyper atau Hipo reaktivitas terhadap masukan sensorik atau kepentingan yang tidak biasa dalam aspek sensorik dari lingkungan.

 

 


Mitos tentang Autisme

Untuk meningkatkan awareness terhadap autisme, Margaretha menekankan akan kekeliruan berpikir yang masih beredar di masyarakat.

Berikut sejumlah mitos autisme:

1. ASD disebabkan ibu yang "dingin"

Margaretha mengatakan, ini sudah jelas mitos karena ASD merupakan gangguan spektrum yang penyebabnya belum diketahui.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC) melaporkan, beberapa orang dengan ASD memiliki kondisi genetik. Namun para ilmuwan percaya ada beberapa penyebab ASD juga dipengaruhi lingkungan.

"Orang dengan ASD mungkin berperilaku, berkomunikasi, berinteraksi, dan belajar dengan cara yang berbeda dari kebanyakan orang lain. Kemampuan orang dengan ASD juga dapat sangat bervariasi. Beberapa orang dengan ASD biasanya membutuhkan banyak bantuan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Tapi sebagian lain dapat bekerja dan hidup dengan sedikit atau tanpa dukungan," tulis CDC.

2. Vaksinasi anak menyebabkan ASD

Margaretha menyayangkan anggapan ini. Padahal sudah ada penelitian yang menunjukkan vaksinasi tidak menyebabkan anak autisme.

 

 


3. Banyak anak dengan ASD memiliki kemampuan

"Anak autisme juga seperti anak lainnya. Ada yang memiliki kemampuan dan bakatnya masing-masing. Ada yang bagus, ada juga yang kurang bagus. Tapi ya nggak apa-apa karena masing-masing anak itu unik," ujar Margaretha.

4. Individu dengan ASD tidak bisa belajar

Ada orangtua yang percaya, anak autisme nggak bisa belajar dan tidak perlu disekolahkan. "Ini kesalahan berpikir ya. Justru perkembangan informasi bisa membuat anak jadi terbelakang karena tidak mendapat intervensi."

5. ASD dapat disembuhkan atau akan menghilang dengan sendirinya seiring perkembangan hidup

Ini juga mitos, kata Margaretha.

6. Obat-obatan menyembuhkan ASD

"Obat dibutuhkan karena ada gejala tertentu," kata Margaretha. Jadi, tidak semua anak memerlukan terapi atau pendekatan obat.

"Perlu digarisbawahi, tidak ada obat yang dapat menyembuhkan gejala autisme. Anak autisme bisa muncul perilaku, seperti mereka gigit, pukul dsn sebagainya. Dan obat untuk menurunkan stresnya bukan mengurangi gejala autisme," tegas Margaretha.

7. Diet dapat menghilangkan semua gejala ASD

Begitu pun dengan diet, kata Margaretha, tidak semua anak butuh itu. "Bagi anak dengan gangguan metabolisme, diet bisa menjadi terapi yang ditambah-- itupun saran dokter, dan dianggap pendamping."

 

Infografis 3 Manfaat Tidur Cukup Cegah Risiko Penularan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya