Liputan6.com, Jakarta - Suharso Monoarfa diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Pembangunan Pembangunan (Ketum PPP) melalui forum Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang digelar di Kabupaten Serang, Banten pada Minggu hingga Senin, 4-5 September 2022.
Forum tersebut juga memutuskan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Muhammad Mardiono sebagai Pelaksana tugas (Plt) Ketum PPP menggantikan Suharso Monoarfa.
"Mukernas telah memutuskan malam hari ini, saya menerima amanah yang diputuskan dalam rapat pengurus harian, yang mengamanatkan kepada saya untuk mengisi lowongan sebagai plt ketua umum," kata Mardiono di lokasi Mukernas, Senin (5/9/2022) dini hari.
Baca Juga
Advertisement
Mardiono mengklaim, dirinya ditunjuk sebagai Plt Ketum setelah mendapatkan dukungan dari para kiai di PPP. Dia pun akan membawa partainya untuk bisa mendulang kejayaan di Pemilu 2024.
"Atas dukungan, doa, para kiai yang ada di majelis-majelis ini, maka saya akan bekerja keras untuk bagaimana partai PPP sebagai warisan para ulama ini, bisa bangkit di Pemilu 2024 untuk mengulang sejarah kejayaan," tuturnya.
Mardiono mengatakan, semua tanggung jawab yang baru diamanahkan ini tentu tidak akan mudah. Namun, dia berkeyakinan semua kader PPP akan bekerja keras.
"Tantangan dan hambatan tentu akan kita hadapi, tapi itu adalah ujian untuk memperkuat kami semua. Tentu Muhammad Mardiono, tidak akan ada artinya, tanpa kebersamaan dari seluruh jajaran kader," kata Mardiono.
Sementara, Wakil Sekretaris Majelis Pertimbangan DPP PPP, Usman M Tokan mengatakan pemberhentian dilakukan setelah para pimpinan tiga majelis partai menyikapi kegaduhan antara Suharso secara pribadi dengan para kader dan simpatisan PPP.
"Sehingga pada tangga 30 Agustus 2022, dengan berat hati pimpinan 3 majelis yang merupakan Majelis Tinggi DPP akhirnya melayangkan surat ketiga yang atas dasar kewenangannya mengeluarkan fatwa majelis yakni memberhentikan saudara Suharso Monoarfa dari jabatan Ketua Umum DPP PPP terhitung sejak surat tersebut ditandatangani," kata Usman dalam keterangan yang diterima merdeka.com, Senin (5/9/2022).
Putusan tiga majelis juga dikuatkan dengan pendapat dari Mahkamah Partai. Dalam rapat Mahkamah Partai yang digelar di Bogor pada 2-3 September menyepakati usulan memberhentikan Suharso sebagai Ketum PPP.
"Dan mengeluarkan Pendapat Mahkamah Partai, bahwa menyepakati usulan tiga Pimpinan Majelis untuk memberhentikan Saudara Suharso Monoarfa dari jabatan Ketua Umum DPP PPP masa bakti 2020-2025," jelas dia.
Selanjutnya, Mahkamah Partai sesuai dengan AD/ART PPP bersama-sama Pengurus Harian (PH) DPP PPP diminta segera melaksanakan rapat untuk memilih dan menetapkan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum untuk mengisi lowongan jabatan tersebut.
Usman menambahkan, keputusan yang diambil para majelis dipastikan telah meminta pertimbangan banyak pihak. Tidak terkecuali Ketua Majelis Syari’ah, KH Mustofa Aqil Siraj.
"Selaku Ketua Majelis Syari’ah yang ucapannya, pandangannya, nasihatnya serta fatwanya harus diikuti oleh seluruh pengurus, kader dan simpatisan PPP seluruh Indonesia," kata dia.
"Selaku Ketua Majelis Syari’ah dalam arahannya meminta agar persoalan ini harus segera dapat diselesaikan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat dalam rangka kemaslahatan umat, bangsa dan negara, sesuai kaidah dan aturan organisasi PPP yang berazaskan Islam ini."
KH Mustofa Aqil Siraj, sambung Usman, juga mengimbau kepada seluruh jajaran pengurus dan pejuang Partai Persatuan Pembangunan untuk terus melakukan kerja-kerja organisasi dan kerja elektoral. Tidak terfokus hanya pada satu masalah tertentu.
Lebih lanjut, Usman menceritakan, tiga majelis PPP jauh-jauh hari telah melayangkan surat kepada Suharso untuk mengundurkan diri. Desakan pengunduran diri itu karena pernyataan kontroversial Suharso terkait amplop kiai di forum bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, sampai Mukernas akan ditutup, Suharso tidak memberikan konfirmasi akan mengundurkan diri.
"Kabarnya beliau mau mengundurkan diri, namun ditunggu hingga ditutupnya acara Mukernas tidak ada konfirmasi baik melalui telepon, WA atau surat," ujar Usman.
Akhirnya Mukernas yang dipimpin oleh Waketum PPP Amir Uskara memutuskan untuk memberhentikan Suharso. Kekosongan kursi ketua umum dijabat pelaksana tugas (Plt) yaitu Muhammad Mardiono.
Usman menjelaskan, keputusan Mukernas diambil secara aklamasi. PPP satu suara memberhentikan Suharso.
"Aklamasi," katanya singkat.
Bukan Kudeta
Muhammad Mardiono ditunjuk sebagai Plt Ketum PPP menggantikan Suharso Monoarfa. Mardiono menegaskan, pemberhentian Suharso sebagai Ketum PPP melalui Mukernas bukan merupakan kudeta pimpinan.
"Tidak ada istilah kudeta, ini adalah estafet kepemimpinan menghadapai hal besar," kata Mardiono di lokasi Mukernas, Senin (5/09/2022).
Mardiono mengklaim telah berbicara dengan Suharso Monoarfa terkait pelaksanaan Mukernas PPP di Kabupaten Serang, Banten ini.
Namun tidak banyak yang dibicarakan melalui sambungan telepon seluler pada Minggu, 4 September 2022 kemarin. Mardiono beralasan, kesibukan Suharso yang menyebabkan komunikasi hanya berlangsung singkat.
"Tadi pagi beliau juga telepon saya, karena waktunya sempit dan beliau kembali ke Tanah Air, maka komunikasinya tidak banyak," terangnya.
PPP kubu Muhammad Mardiono beralasan, perpindahan kepimpinan di partai berwarna hijau ini untuk suksesi Pemliu 2024, sekaligus membiarkan Suharso Monoarfa fokus bekerja sebagai menteri di Kabinet Indonesia Maju.
Terlebih saat ini banyak agenda besar yang harus dilaksanakannya, seperti perhelatan G20 dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
Seluruh helatan agenda nasional itu bagus diselesaikan dengan konsentrasi penuh. Di sisi lain, partai harus terus bekerja untuk memenangkan Pemilu mendatang.
"Dalam pertimbangan, beliau juga mengemban amanah yang besar di kementrian, di Bappenas, menghadapai G20 dan sebagainya. Terutama beliau di tugas negara. Begitu juga di tugas kepartaian, agar sama-sama fokus karena tuntutan kedepan," jelasnya.
Lebih lanjut, Mardiono menyebut pemberhentian Suharso untuk meredam polemik yang belakangan menerjang PPP. Dia menegaskan, Suharso tidak dipecat dari PPP, tapi hanya diberhentikan dari jabatan Ketum.
“Bukan dipecat, tapi para kader itu memberikan solusi dalam rangka mengakhiri polemik,” kata Mardiono kepada.
Mardiono menyatakan para kader PPP melihat Suharso Monoarfa akan sibuk menghadapi agenda kenegaraan seperti G20, sehingga masalah pemilu dan partai dibagi tugas dan diserahkan pada Mardiono.
“Membagi tugas itu agar beliau fokus pada tugas kementeriannya dan saya juga mendapat kepercayaan untuk bisa fokus untuk mengurus tugas di partai menghadapi pemilu,” kata dia.
Advertisement
PPP Tidak Terbelah
Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang digelar di Serang, Banten, Minggu 4 September 2022 memutuskan untuk memberhentikan Suharso Monoarfa sebagai Ketua Umum.
Mukernas juga memutuskan Muhammad Mardiono ditunjuk sebagai Plt Ketua Umum PPP. Ketua Penyelenggara Mukernas sekaligus Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani menyatakan bahwa Mukernas adalah forum permusyawaratan tertinggi di bawah muktamar.
“Dalam forum Mukernas itu memang ada keputusan untuk mengangkat Pak Haji Muhammad Mardiono sebagai Plt Ketum PPP. Ini apakah kemudian artinya Pak Suharso Monoarfa dipecat atau diberhentikan, jawabannya tidak,” kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (5/9/2022).
“Jadi jangan dibayangkan PPP pecah. PPP terbelah. Insyallah tidak. Karena ini adalah hasil dari sebuah diskusi panjang di internal partai,” sambung Arsul.
Arsul menyebut internal partai berlogo Ka'bah ini sudah lama ada diskusi dan muncul riak yang ingin agar konsolidasi partai bisa lebih dimasifkan, sehingga perlu ketua umum yang fokus tak rangkap jabatan di pemerintahan.
“Kalau yang menjadi pimpinan PPP itu tidak merangkap di jajaran pemerintahan. Diskusi itu sudah lama dan Pak Suharso juga sudah mengetahui. Kemudian sedikit ketegangan antara Pak Suharso dengan majelis-majelis. Tapi saya kira yang diputuskan tadi malam di Mukernas itu bukan, bagi saya itu titik puncak dari katakanlah riak-riak,” jelasnya.
Menurut Arsul, dari 34 DPW se-Indonesia, hadir 30 DPW dan sepakat mengganti Suharso dari posisi ketua umum partai bernuasa hijau ini.
“Yang empat tidak hadir bukan karena tidak mau hadir, tapi karena enggak dapat tiket pesawat aja,” ujarnya.
Arsul mengaku, partainya akan menempatkan Suharso Monoarfa di tempat terbaik selain ketua umum. Saat ini, PPP tengah berkomunikasi dengan Suharso Monoarfa untuk ditempatkan ke posisi lain setelah diberhentikan sebagai ketua umum.
"Kita ini sekarang sedang berbicara lah berkomunikasi Pak Harso ini ingin posisi di mana. Kita ingin tempatkan beliau di posisi terhormat tapi tidak di puncak eksekutif partai," ujar Waketum PPP Arsul Sani.
Arsul menuturkan, PPP juga memberi opsi tukar posisi antara Suharso dengan Mardiono. Suharso bisa ditempatkan sebagai Ketua Majelis Pertimbangan PPP yang sebelumnya ditempati Mardiono.
"Apakah misalnya beliau berkeinginan di majelis pertimbangan ini seperti tuker tempat dengan Mardiono boleh saja kenapa tidak," ujar Arsul.
Namun demikian, partai berlogo Kabah ini masih belum memberikan keputusan apakah bakal ditukar posisi Suharso Monoarfa dengan Mardiono. Pasalnya sampai saat ini internal DPP PPP masih melakukan pembahasan.
"Tapi itu kan nanti musyawarah dulu," ungkapnya.
Buntut Pernyataan Blunder soal Amplop Kiai
Pemberhentian Suharso Monoarfa dari jabatan Ketua Umum PPP merupakan kumpulan dari masalah di internal partai. Dari masalah elektabilitas PPP yang jeblok jelang Pemilu hingga pernyataan kontroversial Suharso soal amplop kiai yang memicu kemarahan banyak pihak.
Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani mengakui, masalah pernyataan amplop kiai menjadi pemicunya. Akibat pernyataan tersebut, tiga majelis PPP dua kali mendesak Suharso untuk mundur dari partai.
Ketegangan antara Suharso dengan majelis PPP mendorong digelarnya Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang memberhentikan Suharso dan mengukuhkan Muhammad Mardiono sebagai pelaksana tugas (Plt) ketua umum.
"Itu tidak bisa dipungkiri ada sebagai faktor pendorong, bukan penentu," ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/9/2022).
Akhirnya, PPP menggelar Mukernas untuk memberhentikan Suharso Monoarfa sebagai ketua umum. Dalam forum Mukernas, 30 DPW yang hadir menginginkan ada pemisahan fungsi dan tugas ketua umum. Ketua umum diminta fokus untuk konsolidasi dan tugas kepartaian. Tidak menjalankan fungsi di pemerintahan sebagai menteri.
"Jadi itu dominasi kesadaran dan keinginan agar ada diferensiasi atau pemisahan fungsi-fungsi dari fungsi kepartaian yang dibutuhkan untuk meningkatkan konsolidasi untuk memfokuskan kerja kepartaian dengan katakanlah fungsi-fungsi yang diemban pimpinan partai yang ada di pemerintahan," ujar Arsul.
Sejak lama di internal PPP menginginkan ketua umum tidak rangkap jabatan sebagai menteri. Diskusi di internal PPP sudah lama digaungkan dan Suharso juga sudah dengar.
"Kalau yang menjadi pimpinan PPP itu tidak merangkap di jajaran pemerintahan. Diskusi itu sudah lama dan Pak Suharso juga sudah mengetahui," ujar Arsul.
Alasannya tidak jauh dari urusan Pemilu 2024. Arsul mengungkap elektabilitas PPP yang jeblok menjelang 2024. Dalam beberapa survei, elektabilitas PPP disalip oleh Perindo.
"Apalagi ini sebagian, yang mau saya bilang adalah ketika kemudian katakanlah kok Perindo tiba-tiba di satu dua survei itu nyelip PPP, temen-temen itu kan ini gimana," ujar Arsul.
"Bukan tidak menyalahkan Pak Suharso, kemudian jawabannya kita harus melakukan pemisahan fungsi, pokonya yang di partai itu fokus ngurus partai gitu loh," tegas anggota Komisi III DPR RI ini.
Pernyataan blunder Suharso Monoarfa soal amplop kiai ini disesalkan sejumlah pihak, termasuk kader dan simpatisan PPP. Akibatnya, Suharso ramai-ramai didesak mengundurkan diri dari kursi Ketum PPP.
Pernyataan tersebut juga membuat sejumlah pihak geram. Buntutnya, mereka melaporkan Suharso Monoarfa ke polisi atas tuduhan menebar kebencian, permusuhan, penghinaan terhadap suatu agama atau beberapa golongan.
Advertisement
Suharso Monoarfa Minta Maaf
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa mengatakan sudah menjelaskan soal ungkapan amplop kiai yang disampaikannya kepada internal partai. Dia juga mengaku sudah meminta maaf terkait ucapannya tersebut.
"Kalau secara internal, sudah dijelaskan di beberapa kesempatan. Saya juga bahkan sudah menyatakan permohonan maaf saya. Mungkin cara memberi contohnya enggak pas," kata Suharso kepada wartawan di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Dia menyampaikan telah bertemu dengan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga Wakil Ketua Majelis Syariah PPP KH Afifuddin Muhajir untuk menjelaskan soal polemik 'amplop kiai'. Suharso menyebut KH Afifudin memang sempat suuzon, namun sudah menerima penjelesannya.
"Beliau menanggapi dengan baik dan senang sekali dengan penjelasan saya. Awalnya beliau suuzan, tetapi setelah mendengarkan penjelasan saya, beliau mengatakan lega dan dapat menerima penjelasan saya," katanya.
Suharso menuturkan, pernyataan yang disampaikannya tersebut sebagai edukasi dan mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam membangun budaya antikorupsi. Selain itu, kata dia, pidato tersebut sebagai peringatan agar tak terjadi politik uang di PPP.
"Jadi itu peringatan keras yang luar biasa. Itu saya coba sampaikan, konteksnya itu yang dibiaskan, diblurkan mengakibatkan orang memahaminya secara sepotong. Kami menolak money politic, ya, tetapi kami sedang berusaha secara sistematis di partai ini," tutur Suharso.
Adapun pernyataan Suharso Monoarfa soal amplop kiai ini disampaikan saat menghadiri acara Pembekalan Antikorupsi Politik Cerdas Berintegritas dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada, 15 Agustus 2022. Dia mengeluhkan adanya keharusan menyediakan amplop usai bertemu dengan para kiai atau ulama saat dirinya melakukan kunjungan ke sejumlah tempat.
Awalnya, Suharso yang diberikan kesempatan berbicara menyindir mantan ketua umum partainya yang tersangkut kasus korupsi. Kemudian, Suharso menceritakan pengalamannya bertemu dengan para kiai di pondok pesantren.
"Waktu saya Plt. Saya bertandang ke kiai-kiai besar, ke pondok pesatren besar, ini demi Allah dan Rasul-Nya terjadi," ujar Suharso dikutip dari akun Youtube ACLC KPK, Kamis 18 Agustus 2022.
Suharso mengaku, saat itu dirinya bersama rekan-rekannya menyambangi kiai besar hendak meminta doa. Namun dia tidak menjelaskan detail nama kiai yang dia temui tersebut.
"Saya datang ke kiai itu dengan beberapa kawan, lalu saya pergi begitu saja. Saya minta didoain, kemudian saya jalan. Tak lama kemudian saya dikirimi pesan di WhatsApp, 'Pak Plt, tadi ninggalin apa enggak untuk kiai?, ninggalin apa? Saya tidak tertinggal sesuatu di sana? Mungkin ada barang cucu saya waktu itu yang saya bawa," kata Suharso.
Suharso mengaku saat menerima pesan tersebut belum mengerti maksud dari kalimat meninggalkan sesuatu. Sampai akhirnya dia bertemu dengan orang yang mengirimkan pesan tersebut.
"Oh enggak, ada sesuatu, oh nanti saja, maka sampailah setelah keliling itu ketemu lalu dibilang pada saya, 'gini Pak Plt, kalau datang ke beliau-baliau itu mesti ada tanda mata yang ditinggalkan', 'wah saya ndak bawa, tanda matanya apa? Sarung, peci, Alquran atau apa?," kata dia.
Namun rupanya yang dimaksud adalah meninggalkan amplop yang sudah lebih dahulu diisi uang. Suharso menyebut hingga kini hal tersebut masih terjadi apabila bertemu dengan para tokoh agama.
"Kayak enggak ngerti saja Pak Harso ini, gitu Pak. I've provited one, every week. Dan bahkan sampai saat ini, kalau kami ketemu di sana, itu kalau salamannya, enggak ada amplopnya, pak, itu pulangnya, sesuatu yang hambar," kata Suharso.