Pemecatan Suharso Monoarfa, Pengamat: Berdampak pada Soliditas Internal PPP dan Masa Depan KIB

Umam menilai, jika proses mitigasi tidak segera dilakukan, pelemahan sel-sel politik PPP mengancam tidak optimalnya mesin politik partai.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Sep 2022, 21:21 WIB
Muhamad Mardiono (ketiga dari kanan) ditunjuk sebagai pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menggantikan Suharso Monoarfa (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Pidato Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa yang viral dengan istilah “Amplop Kiai” terus berbuntut panjang. Perkembangan terakhir, adalah munculnya keputusan Majelis Syariah, Majelis Pertimbangan & Majelis Kehormatan PPP  memecat Suharso Monoarfa dari kursi Ketum PPP.

Keputusan tiga Majelis PPP itu, menurut Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC) Ahmad Khoirul Umam, bisa dimaknai sebagai jatuhnya legitimasi politik Suharso di dalam internal partai, sekaligus memperlihatkan munculnya dua faksi di dalam Partai Kakbah itu.

"Keputusan tiga Majelis PPP tersebut menandai telah jatuhnya legitimasi politik Suharso di mata kader internal partainya. Di saat yang sama, perlawanan politik kubu Suharso terhadap keputusan itu juga menandai terjadinya faksionalisme internal di tubuh PPP,” kata Ahmad Khoirul Umam, saat dikonfirmasi Senin (5/8/2022).

Jika konflik internal ini terus berlanjut menjadi sengketa hukum di tingkat PTUN dan MA, sambung Khoirul Umam, maka dampaknya tidak hanya akan melemahkan soliditas akar politik partai, tetapi juga berpotensi berpengaruh pada keabsahan data verifikasi partai politik yang baru saja didaftarkan di KPU pada bulan Agustus lalu.

Menurutnya, Jika proses mitigasi tidak segera dilakukan, pelemahan sel-sel politik PPP mengancam tidak optimalnya mesin politik partai. 

“Jika kondisi itu dibiarkan, ancaman degradasi parliamentary threshold 4% akan membayangi PPP. Jangan sampai Pemilu 2024 menjadi pemilu perpisahan bagi PPP dari jajaran elit partai Senayan,” tutur Dosen Ilmu Politik & International Studies Universitas Paramadina Jakarta ini.

Selain itu, lanjut Khaoirul Umam, pemecatan Suharso juga akan berdampak serius pada soliditas Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Bisa jadi, kepemimpinan baru PPP pengganti Suharso akan mengoreksi keputusan politik koalisi. 

"Dari pada di KIB sekedar menjadi pelengkap saja, maka PPP berpeluang dibawa untuk bergabung dengan koalisi lain, yang lebih merepresentasikan karakter nilai-nilai politik Islam, untuk menjaga basis pemilih loyalnya,” ujarnya.


PPP Potensi Kehilangan Suara

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa memberikan sambutan saat Pendaftaran Partai Politik Calon Peserta Pemilu tahun 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (10/8/2022). Diketahui, PPP mendaftarkan diri bersama dengan parpol lainnya di Koalisi Indonesia Bersatu yakni PAN dan Golkar. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Khoirul Umam mengingatkan, PPP termasuk parpol senior yang menurun elektabilitasnya di pemilu 2019, karena terbelahnya sikap elit PPP dengan keinginan massa akar rumputnya.

"Ingat, PPP menjadi salah satu partai politik yang menurun elektabilitasnya di Pemilu 2019 lalu akibat terjadinya spit ticket voting, di mana dukungan elit partai terhadap pasangan Capres tidak merepresentasikan karakter basis pemilih loyalnya,” papar Khoirul Umam. 

Dampak politik dari perbedaan sikap politik elit PPP dengan konstituen loyalnya itu, menurutnya, bakal membuat pemilih setia PPP akan mengalihkan suaranya ke partai Islam lainnya.

Konsekuensi dari migrasi massa akar rumput itu, dinilai Khoirul Umam akan menekan elektabilitas PPP.

"Akibatnya banyak pemilih PPP yang bermigrasi ke partai lain, hingga membuat elektabilitas PPP terkoreksi menjadi 4,52% saja, atau hanya 0,52% di atas ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang ada,” tutup Khoirul Umam.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya