Liputan6.com, Jakarta - Kasus HIV di Bandung tak hanya terjadi pada kalangan usia muda, tapi juga ibu rumah tangga (IRT).
Selama periode 1991 s.d 2021, total kasus HIV di sana mencapai lebih dari 5.943 jiwa. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bandung mengungkap bahwa sebanyak 11 persen di antaranya adalah ibu rumah tangga.
Advertisement
Dokter spesialis penyakit dalam subspesialis hematologi-onkologi, Prof Zubairi Djoerban mengatakan bahwa HIV pada ibu rumah tangga bisa disebabkan beberapa faktor. Mulai penularan dari suaminya sendiri hingga profesinya yang memang melibatkan banyak kontak intim.
“Banyak banget ibu rumah tangga yang terinfeksi dari suaminya. Walaupun ada satu dua yang terinfeksi karena narkotika,” ujar pria yang akrab disapa Prof Beri saat ditemui di Jakarta Pusat belum lama ini.
Selain penularan dari suami dan penggunaan narkotika, ibu rumah tangga juga bisa tertular HIV karena profesinya sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK).
“Ada juga yang karena masalah ekonomi jadi profesinya sebagai pekerja seks. Namun, sebagian besar ibu rumah tangga terinfeksi memang dari suaminya.”
Penularan HIV dari suami ke ibu rumah tangga sempat pula dijelaskan oleh Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum. Menurutnya, para suami mendapatkan HIV dari kebiasaan seks bebas dengan PSK.
Setelah berhubungan dengan PSK, mereka pun berhubungan lagi dengan istrinya di rumah sehingga istrinya pun terkena virus HIV.
Bisa Menular pada Anak
Ibu-ibu yang terkena HIV kemudian hamil berpotensi pula menularkan pada anak-anaknya yang masih dalam kandungan.
Ketua Satgas HIV Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Endah Citraresmi menjelaskan, sebagian besar HIV anak merupakan imbas dari HIV yang terjadi pada orang dewasa.
Lebih dari 90 persen penularan HIV pada anak terjadi dari ibu ke janin. Jadi, pengendalian HIV pada dewasa akan memengaruhi terjadinya kasus-kasus HIV di anak.
“Sebetulnya penularan HIV itu kan banyak modenya tapi di anak penularannya lebih banyak dari ibu ke janin atau ke bayinya. Dan ini adalah penularan yang sangat bisa dicegah, tapi pencegahan ini belum sepenuhnya efektif di Indonesia,” kata Endah dalam konferensi pers virtual, Jumat (2/9/2022).
Padahal, lanjutnya, Thailand, Malaysia, dan negara tetangga lainnya sudah bisa mengumumkan bahwa tak ada tambahan kasus HIV pada anak di negara mereka.
“Sayangnya di Indonesia belum bisa mendeklarasikan seperti itu karena kasus HIV pada anak masih tetap kami temukan.”
Advertisement
Tak Bisa Disembuhkan
Endah mengatakan butuh partisipasi semua orang untuk meningkatkan kesadaran terkait cara mencegah penularan HIV. Perlu juga kesadaran terkait cara mencegah penularan dari ibu ke anak.
Meski penularan vertikal atau dari ibu ke anak menjadi cara penularan terbanyak pada kasus HIV anak, tapi ada cara penularan lain yang memprihatinkan.
Pada golongan remaja, ditemukan penularan HIV secara horizontal yakni melalui narkoba suntik dan seks bebas, terutama yang sesama jenis.
“Kasus HIV (dengan penularan) ini mulai bermunculan di remaja meski memang bukan kasus mayoritas.”
Endah menambahkan, hingga detik ini ahli di seluruh dunia belum bisa mengatakan bahwa HIV bisa disembuhkan.
“Kalau konotasinya ‘sembuh’ ini artinya selesai, tidak ada lagi virusnya dan sudah tidak berobat. Sedangkan, penanganan HIV adalah menurunkan, menekan jumlah virus serta menghambat replikasi virus.”
Virus HIV menyerang berbagai sel dan salah satu sel terpenting yang dimasuki untuk dibajak oleh virus ini adalah sel CD4.
Tak Boleh Putus Obat
CD4 adalah sel limfosit yang punya peran sangat penting dalam pertahanan tubuh atau sistem imun.
“Jadi dia membajak sel CD4 kemudian berkembang biak. Nah, obat yang diberikan hanya bisa menekan replikasi virus. Ada virus yang masih bisa bersembunyi, tidak terjangkau oleh obat. Dan begitu obatnya dihentikan, virus ini akan bertambah banyak.”
Banyak ahli yang mengatakan bahwa HIV adalah virus paling pintar karena dapat bermutasi dan membuat obat tidak mempan jika sempat diputus.
Maka dari itu, obat harus dikonsumsi setiap hari seumur hidup dan tidak boleh putus.
Awalnya, obat HIV bisa mencapai 3 pil per hari. Kini, obat HIV disederhanakan dalam satu pil yang mengandung ketiga kandungan obat sebelumnya. Diminumnya pun sehari sekali.
“Ini akan memperbaiki kualitas hidup pengidap HIV dan minum obatnya enggak terlalu repot lagi.”
Di beberapa negara maju, kini sedang dipelajari obat HIV yang lebih sederhana lagi. Misalnya obat suntik yang perlu disuntikan satu bulan satu kali, bukan setiap hari, tambah dokter spesialis anak tersebut.
Terkait gejala klinis pada anak yang mengidap HIV, Endah mengatakan umumnya mereka akan mudah sakit.
“Mudah sakitnya oleh kuman yang biasa, anak-anak memang biasa sakit tapi pada anak dengan HIV akan lebih berat. Misalkan pada anak biasa hanya flu batuk, kalau sama anak HIV bisa jadi pneumonia. Jadi infeksinya lebih berat.”
Anak HIV juga bisa terinfeksi oleh kuman yang seharusnya tak menyebabkan masalah. Dengan kata lain, jika anak yang memiliki kekebalan tubuh yang baik terinfeksi kuman itu maka ia tidak akan menjadi sakit. Sedangkan pada anak HIV, kuman tersebut bisa membawa masalah berat. Contohnya jamur atau parasit.
Advertisement