Harga BBM Naik, Omzet Pedagang Pasar Mulai Turun

Kenaikan harga BBM jenis Pertalite, Pertamax, dan Solar yang diresmikan oleh pemerintah pada Sabtu, 3 September 2022 ternyata belum berdampak pada harga pangan

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Sep 2022, 12:21 WIB
Para pedagang pasar di Pasar Griya Bukit Jaya, Bogor mengeluhkan turunnya penjualan (dok: Ine)

Liputan6.com, Jakarta Kenaikan harga BBM jenis Pertalite, Pertamax, dan Solar yang diresmikan oleh pemerintah pada Sabtu, 3 September 2022 ternyata belum berdampak pada harga pangan, seperti jenis sayuran dan lainnya.

“Harga pangan masih aman, saat ini belum ada kenaikan,” ungkap Aldo (24), salah salah seorang penjual sayuran dan bahan makanan ketika berbincang dengan Liputan6.com, ditulis Selasa (6/9/2022).

Melihat dari kenaikan harga BBM yang telah terjadi sebelum-sebelumnya, Aldo juga menuturkan bahwa biasanya tidak akan terjadi kenaikan harga yang signifikan pada bumbu-bumbu dapur. Berbeda dengan harga bahan pokok utama seperti telur dan beras yang diperkirakan akan naik.

“Biasanya kalau BBM naik untuk bahan-bahan bumbu gitu tidak terlalu ngaruh. Kalau Cabai biasanya itu kalo naik turun itu karna pengirimannya dari luar kota, biasanya dari daerah Jawa, tergantung stok nya, kebanyakan,” jelasnya.

Aldo juga menambahkan, harga cabai yang sering naik turun tidak semata-mata disebabkan oleh kenaikan harga BBM. Namun, naik-turunnya harga cabai ini sering dialami berdasarkan stok cabai yang dipasok dari daerah Jawa Tengah dan sekitarnya.

 

 


Penjualan Menurun

Aktivitas jual beli di Pasar Tradisional Kebayoran, Jakarta Selatan, Senin, (5/9/2022). Pembeli mengeluhkan harga-harga bahan pangan yang mulai naik hari ini, atau 2 hari setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite, solar, dan pertamax. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Selain informasi terkait harga sayuran yang tidak begitu berdampak atas naiknya harga BBM, Aldo juga menceritakan bahwa akhir-akhir ini pedagang di Pasar Griya Bukit Jaya, Bogor mengalami penurunan daya jual.

“Iya sih harga pangan tetap aman, tapi sekarang ini daya jualnya yang kurang,” ungkap Aldo.

Menurut Aldo, meskipun naiknya BBM memiliki peran yang cukup berpengaruh, namun terdapat beberapa faktor lain yang ikut berperan dalam menyebabkan turunnya daya jual sayuran dan bahan pangan yang ia jual.

“Orang-orang sekarang pada ngirit, gak cuma karena harga BBM yang naik. Banyak pengaruh juga kayak pengurangan karyawan, biaya sekolah, dll,” tuturnya.

“Sekarang semuanya , gak cuma di pasar doang kayak di rumah makan juga sama, soalnya mereka kalo lagi beli disini cerita, mereka belanja juga udah gak banyak, dikit, paling setengah nya.” Tambah aldo

Menurut aldo daya jual yang menurun ini tidak hanya terjadi di pasar namun juga seperti di rumah makan dan lainya.

Reporter: Ine Vania Putri


YLKI: Harga BBM Boleh Naik, Asal Jangan Harga Bahan Pangan

Pedagang menimbang bawang merah yang dijual di Pasar Tradisional Kebayoran, Jakarta Selatan, Senin, (5/9/2022). Pembeli mengeluhkan harga-harga bahan pangan yang mulai naik hari ini, atau 2 hari setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite, solar, dan pertamax. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan kebijakan menaikkan harga BBM bak buah simalakama.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyadari, bila itu tidak didongkrak, maka APBN bakal makin berdarah-darah dan akan mengorbankan sektor lain.

"Jika dinaikkan, potensi efek dominonya sangat besar, berpotensi memukul daya beli masyarakat konsumen yang ditandai dengan tingginya inflasi," kata Tulus kepada Liputan6.com, Selasa (6/9/2022).

Senada, pengurus harian YLKI Agus Suyatno memberi beberapa catatan kepada pemerintah terkait kenaikan harga BBM jenis Pertalite, Pertamax, dan Solar.

Di tengah kenaikan tersebut, Agus menyatakan pemerintah harus menjamin rantai pasok komoditas pangan tidak terdampak secara signifikan. Sementara jalur-jalur distribusi harus lebih sederhana dan lancar.

"Agar tidak jadi kedok menaikkan harga bahan pangan. Jangan jadikan kenaikan BBM sebagai aji mumpung menaikkan komoditas pangan dan lainnya tanpa kendali," tegas Agus kepada Liputan6.com.

Lebih lanjut, ia juga mewajibkan pemerintah pusat dan daerah agar tetap memberikan subsidi pada angkutan umum, atau insentif lainnya. Sehingga kalau pun tarif angkutan umum mengalami kenaikan paska kenaikan harga BBM, tidak terlalu tinggi.

"Tingginya kenaikan angkutan umum, justru akan kontraproduktif bagi nasib angkutan umum itu sendiri. Sebab, akan ditinggalkan konsumen dan berpindah ke sepeda motor," ungkapnya.


Reformasi Subsidi BBM

Sejumlah kendaraan mengantri di SPBU kawasan Kuningan, Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah akhirnya menaikan harga BBM bersubsidi, Adapun harga BBM yang mengalami kenaikan yaitu Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, harga solar menjadi Rp 6.800 per liter dan Pertamax menjadi Rp 14.500 per liter. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Agus menilai, kenaikan harga BBM harus diikuti upaya mereformasi pengalokasian subsidi BBM. Artinya, penerima subsidi BBM benar benar pada masyarakat yang berhak, by name by address.

"Menurut kajian Bank Dunia, 70 persen subsidi BBM tidak tepat sasaran, karena dinikmati kelompok menengah ke atas. Fenomena ini tidak boleh dibiarkan," kecam dia.

Di sisi lain, pemerintah harus punya skenario terkait harga minyak mentah dunia. Misal, dengan menyiapkan dana tabung minyak atau oil fund.

"Dengan dana ini, jika harga minyak mentah sedang turun, maka selisihnya bisa disimpan. Jika harga minyak mentah sedang naik, maka tidak serta merta harga BBM di dalam negeri harus naik," teramg dia.

"Pemerintah harus melakukan skala prioritas dalam pengalokasian dana APBN. Dengan demikian keseimbangan dana APBN tidak mengalami bleeding," pungkas Agus.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya