Asal Usul Kintamani, Daerah Pemberi Kebahagiaan di Bali

Kintamani atau Cintamani dalam kitab Weda diartikan sebagai sesuatu yang dapat memberi kebahagiaan lahir dan batin kepada warganya

oleh Panji Prayitno diperbarui 08 Sep 2022, 06:00 WIB
Salah satu objek wisata alam di Bali Kintamani. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Pulau Bali tak hanya menyuguhkan berbagai cerita tentang wisata pantai dan kuliner yang banyak mencuri perhatian wisatawan mancanegara dan dalam negeri.

Pulau seluas 5.780 kilometer persegi memiliki warisan keindahan alam pegunungan. Lokasi ini berada di daerah Kintamani yang berhawa sejuk pada ketinggian 1.200-1.900 meter di atas permukaan laut.

Sebuah kecamatan dengan luas 366,92 km persegi yang berada di Bangli Kintamani menjadi satu-satunya kabupaten di Bali yang tidak punya pantai atau laut.

Lokasinya sekitar 60 km dari pusat kota Denpasar atau 1,5 jam perjalanan darat. Kintamani didiami hampir 100 ribu jiwa dengan mata pencarian sebagai petani, jasa pariwisata, dan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Namun, bagaimana perjalanan cerita asal usul penamaan Kintamani. Mengutip dari laman resmi Pemerintah Kecamatan Kintamani, nama daerah itu rupanya sudah ada dalam Wrhaspati Tattwa.

Ini adalah sebuah lontar tua berbahasa Sansekerta dan Jawa kuno terdiri dari 75 pasal atau sloka. Kintamani berasal dari kata Cintamani, dalam sloka 65 disebut sebagai Asta Guna atau tempat yang dikehendaki.

Lain lagi pendapat mendiang tokoh budaya dan sastra kuno setempat, I Nyoman Singgin Wikarman. Ia memperkirakan, Kintamani atau Cintamani dalam kitab Weda diartikan sebagai sesuatu yang dapat memberi kebahagiaan lahir dan batin.

Tak salah kiranya menggambarkan Kintamani sedemikian rupa, sebagai tempat yang susah dilupakan. Sebagai daerah di ketinggian, kabut tebal acap menyelimuti sebagian Kintamani sejak pagi hingga siang hari, utamanya pada Agustus hingga Maret.

 

Saksikan video pilihan berikut ini: 


Negeri di Atas Awan

Kabut sangat tebal dapat terbentuk saat puncak musim hujan November sampai Februari. Jika ingin merasakan sensasi menikmati kabut tadi, datanglah sebelum jam 7.00 Wita. Silakan langsung mencari persinggahan di kedai-kedai makan atau warung kopi modern di sepanjang Jalan Raya Kintamani.

Tepatnya di sekitar Penelokan, Desa Kedisan, yang berada pada ketinggian 1.495 meter dari permukaan laut. Pengelola umumnya menyediakan pelataran terbuka yang posisinya ada di belakang bangunan kedai, menghadap ke Gunung Batur dan Danau Batur.

Sambil menyesap kopi kintamani bersama gorengan hangat, kita bisa menyaksikan pemandangan tak biasa di depan mata. Hamparan kabut seperti tumpukan kapas putih di udara.

Kabut menutupi Danau Batur dari pandangan mata dan hanya menyisakan keangkuhan puncak Gunung Agung menemani Gunung Batur yang berkaldera kembar.

Pemandangan jajaran kabut itu terjadi sekitar 300 sampai 400 meter lebih rendah dari tempat kita duduk. Ini membuat kita seolah-olah sedang berada di sebuah negeri atas awan.

Kabut akan perlahan menghilang seiring meningginya sinar mentari. Pemandangan pun berganti, menampilkan keindahan permukaan air Danau Batur yang jernih dan tenang seraya memantulkan cahaya matahari.

Keistimewaan peristiwa alam khas Kintamani itu menginspirasi pekerja seni Kurnaen Suhardiman menuangkannya menjadi sebuah film drama berjudul "Kabut di Kintamani". Film yang produksi pada 1972 itu dibintang WD Mochtar, Marlia Hardi, dan Alam Surawidjaja.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya