Bansos Tak Tepat Sasaran, Penyandang Disabilitas Minta Jaminan Sosial Khusus Difabel

Pemerintah Indonesia sudah mulai menyalurkan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat termasuk penyandang disabilitas.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 06 Sep 2022, 18:00 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerjanya di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor, Jawa Barat, dengan membagikan bantuan sosial (bansos).

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia sudah mulai menyalurkan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat termasuk penyandang disabilitas.

Namun, bantuan sosial acap kali tak tepat sasaran. Untuk itu Ketua Lira Disability Care (LDC) Abdul Majid meminta agar pemerintah mengadakan jaminan sosial khusus bagi penyandang disabilitas.

“Banyak bansos yang tidak tepat sasaran, misalnya banyak penyandang disabilitas yang terdaftar di Program Keluarga Harapan (PKH) tiba-tiba dihentikan tanpa konfirmasi.”

“Kan ini sangat mengkhawatirkan, apalagi jutaan rakyat baik disabilitas ataupun non disabilitas sama-sama membutuhkan,” ungkap Majid dalam keterangan pers, Selasa (6/9/2022).

Majid kemudian memberikan masukan kepada pemerintah agar lebih bijak dalam menyalurkan bantuan.

“Persoalan data harus benar-benar clear. Kemudian sebagai bentuk keberpihakan dan rasa keadilan, pemerintah harus mulai mengimplementasikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas sesuai perundang-undangan.”

Lebih lanjut Majid memaparkan, pemerintah melalui Presiden Joko Widodo wajib membuat desain jaminan sosial khusus bagi sekitar 25 juta lebih penyandang disabilitas dan keluarganya.

“Jaminan sosial ini harus mengakomodasi 22 plus 2 hak penyandang disabilitas yang tercantum dalam pasal 5, UU no 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.”

Peraih beasiswa studi di Queensland University of Technology Australia itu juga menyinggung soal bantuan yang diterapkan di negeri kanguru bagi masyarakatnya yang disabilitas.

“Di Australia ada national disability insurance scheme (NDIS) yang mengakomodasi hak-hak penyandang disabilitas di negeri kangguru. Sebetulnya kita sudah punya model serupa yaitu badan pelaksana jaminan sosial (BPJS).”


BPJS-Plus Dinilai Lebih Tepat

Ketua LIRA Disability Care (LDC) Abdul Majid. Foto dokumentasi pribadi.

Majid berharap, pemerintah Indonesia dapat memodifikasi BPJS agar dapat juga mengakomodasi perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas secara khusus.

“BPJS-Plus mungkin lebih pas ya, prinsipnya hal ini harus mulai disuarakan dan dibahas di forum-forum kajian kebijakan publik.”

Secara umum BPJS-Plus harus mengakomodasi hak-hak dasar penyandang disabilitas meliputi pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, perekonomian, pelayanan publik, sektor perbankan, transportasi publik, dan hak yang lainnya.

 “Prinsipnya pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas harus berdasarkan by name, by address, by assessment agar dapat diberikan secara proporsional sesuai kondisi dan ragam disabilitasnya.”

Penyandang disabilitas netra ini sebelumnya mengapresiasi langkah pemerintah yang telah memberikan tiga bantuan sosial kepada masyarakat.

Ketiga bantuan sosial tersebut yakni:

-Pertama, BLT sebesar Rp150 ribu diberikan kepada 20,65 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) selama empat bulan.

Total dana untuk bansos ini mencapai Rp12,4 triliun. BLT itu akan diberikan masing-masing Rp150 ribu selama empat kali melalui Kementerian Sosial. Dengan total BLT ekstra yang diterima KPM sebesar Rp600 ribu.


Bansos Lainnya

Presiden Joko Widodo atau Jokowi membagikan bantuan langsung kepada para penerima manfaat saat mengunjungi Pasar Sukamandi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, Selasa (12/7/2022). Jokowi memastikan agar bantuan tersebut dapat memperkuat daya beli masyarakat sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah setempat. (Foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden)

-Kedua, BLT untuk pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta per bulan sebesar Rp600 ribu. BLT itu hanya diberikan satu kali kepada 16 juta pekerja. Untuk hal ini, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp9,6 triliun untuk menyalurkan BLT tersebut.

-Ketiga, pemerintah memberikan subsidi menggunakan 2 persen dari dana transfer umum, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Dana ini sebesar Rp2,17 triliun untuk transportasi umum, seperti ojek online. 

Pria lulusan sarjana ekonomi Universitas Bhayangkara Surabaya itu berharap pemerintah harus lebih teliti dalam proses penyaluran bansos. Khususnya kepada penyandang disabilitas yang sangat membutuhkan.

Ia juga membahas terkait kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dalam pandangannya bisa berpengaruh besar bagi penyandang disabilitas.

Pada 3 September 2022, Presiden Joko Widodo secara resmi menetapkan kenaikan BBM.

Majid pun memprediksi kenaikan BBM bersubsidi akan sangat memukul kondisi perekonomian para penyandang disabilitas dan keluarganya.


Tarif Ojol Naik

Antrean kendaraan warga mengisi BBM Pertalite sebelum pemberlakuan harga resmi jam 14.30 kenaikan BBM pada salah satu SPBU di kawasan Cinere, Depok, Sabtu (3/9/20222). Hari ini pemerintah secara resmi menaikkan BBM Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, harga solar menjadi Rp 6.800 per liter dan Pertamax menjadi Rp 14.500 per liter. (merdeka.com/Arie Basuki)

Ia menambahkan, jaring pengaman dalam bentuk bantuan sosial (bansos) dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT) yang sudah mulai disalurkan tidak akan berpengaruh signifikan terhadap masyarakat. Khususnya bagi penyandang disabilitas yang sudah tertekan sejak pandemi COVID-19.

“Rp.24,17 triliun BLT BBM yang dijanjikan presiden Jokowi tidak akan berdampak langsung jika tidak diimbangi dengan kebijakan lain seperti penyesuaian kenaikan gaji karyawan, penekanan laju inflasi dan kebijakan strategis berkelanjutan lainnya,” katanya.

Sebagai penyandang disabilitas sensorik netra, Majid menyebutkan pasti akan ada kenaikan tarif dasar ojek online (ojol) yang menjadi moda transportasi utama mobilitas para difabel.

“Sebelum BBM naik, tarif ojek online per 10-km sekitar 28 ribu. Sekarang, tarif tersebut pasti akan terjadi kenaikan.”

Hal ini juga memengaruhi masyarakat penyandang disabilitas fisik atau daksa yang menggunakan motor modifikasi.

“Motor modifikasi roda tiga pasti akan bertambah beban beratnya, hal ini juga berpengaruh terhadap jumlah konsumsi BBM per kilometernya.”

Majid juga menyinggung soal rekannya yang merupakan ibu rumah tangga dengan tiga Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Menurutnya, ibu tersebut akan sangat kerepotan mengatur keuangan.

“Biaya untuk mengurus anak berkebutuhan khusus tidak murah. Bayangkan betapa kalang kabutnya ibu itu mengatur pengeluaran keluarga, pendidikan, dan biaya rehabilitasi ketiga putranya yang berkebutuhan khusus,” pungkasnya.

 

Infografis Alasan & Solusi Harga BBM Subsidi Naik (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya