Liputan6.com, Bhutan Negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, berkomitmen untuk memperkuat layanan kesehatan mental. Penguatan ini merupakan hasil kesepakatan yang diadopsi dari Paro Declaration dalam pertemuan '75th Session of the WHO Regional Committee for South-East Asia' pada Selasa (6/9/2022).
Indonesia yang diwakilkan oleh Analis Kebijakan Ahli Utama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Oscar Primadi menekankan, Indonesia turut berkomitmen mengoptimalkan layanan kesehatan mental. Pelibatan lintas sektor juga akan ditingkatkan.
Advertisement
"Indonesia berkomitmen untuk memaksimalkan upaya mempromosikan layanan kesehatan mental, memberdayakan dan melibatkan pemangku kepentingan lintas sektor guna meningkatkan program kesehatan mental kepada masyarakat," ucap Oscar di Paro, Bhutan pada Selasa, 6 September 2022.
Paro Declaration berisi kesepakatan terhadap Akses Universal Perawatan dan Layanan Kesehatan Mental yang Berpusat pada Orang (Universal Access to People-centered Mental Health Care and Services).
“There is no health without mental health (tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental). Kita harus meningkatkan investasi dalam kesehatan mental juga pencegahan dan layanan promotif di perawatan primer, mengurangi biaya pengobatan, dan meningkatkan produktivitas, lapangan kerja dan kualitas hidup,” terang Regional Director, WHO South-East Asia, Poonam Khetrapal Singh.
“Deklarasi juga mendesak negara-negara Anggota untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan multisektoral untuk mengatasi risiko kesehatan mental dan mengurangi kesenjangan pengobatan yang diperburuk akibat pandemi COVID-19. Tujuannya, memastikan layanan kesehatan mental menjangkau semua orang yang membutuhkan, dekat dengan tempat tinggal mereka, tanpa kesulitan keuangan."
Pastikan Perawatan Gangguan Mental
Sebagai bagian dari Paro Declaration, negara-negara Anggota WHO di kawasan Asia Tenggara turut sepakat mengembangkan target khusus untuk mencapai universal layanan kesehatan mental yang berorientasi pada perawatan primer dalam perencanaan kebijakan, implementasi, dan evaluasi.
Paro Declaration juga menyerukan peningkatan pendanaan untuk jaringan kesehatan mental berbasis masyarakat dan pasokan obat-obatan serta rehabilitasi secara terus menerus. Termasuk terapi okupasi untuk semua orang yang membutuhkan.
Kemudian penguatan pengumpulan dan pelaporan data, penelitian implementasi dan pemantauan kinerja. Tujuannya, untuk memastikan peningkatan sistem kesehatan mental.
Demi memastikan respons yang efektif dan komprehensif terhadap kebutuhan kesehatan mental, Paro Declaration menyatakan setiap negara anggota perlu membangun jaringan kesehatan mental masyarakat yang berbasis bukti dan berorientasi pada hak, dan perencanaan yang sistematis, terutama perawatan orang dengan gangguan mental yang parah.
Sebagaimana keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com, negara-negara anggota berkomitmen untuk memprioritaskan ruang fiskal untuk kesehatan dan cakupan kesehatan universal, investasi yang memadai untuk layanan kesehatan mental di layanan primer dan sekunder, serta mobilisasi sumber daya tambahan dalam kemitraan dengan pemangku kepentingan lokal dan internasional.
Advertisement
Perluas Spesialisasi Tenaga Kesehatan
Penguatan kapasitas sistem perawatan kesehatan primer adalah dasar untuk penyediaan layanan kesehatan mentaldan kemajuan menuju Universal Health Coverage, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) terkait kesehatan, dan target WHO Rencana Aksi Kesehatan Mental Komprehensif (WHO Comprehensive Mental Health Action Plan) tahun 2013 – 2030.
Negara-negara Anggota WHO di kawasan Asia Tenggara turut berkomitmen untuk memperluas spesialisasi tenaga kesehatan mental dan non-spesialis dengan merekrut kader baru tenaga kesehatan, utamanya yang terlatih dan terampil. Komitmen ini untuk memberikan layanan kesehatan mental di tingkat layanan primer sebagai bagian dari tim multidisiplin dalam sektor kesehatan.
Pemberdayaan masyarakat dan keterlibatan aktif orang-orang dengan pengalaman hidup juga dapat membantu mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan mental, anggota keluarga dan pengasuh.
Penguatan program pencegahan dan promosi tingkat nasional dan subnasional membantu mencapai kesejahteraan semua dengan bagaimana upaya mengatasi bunuh diri dan melukai diri sendiri, penggunaan narkoba, konsumsi hiburan digital yang berbahaya, intimidasi dan masalah pengasuhan.
Negara-negara Anggota berkomitmen untuk merespons kesehatan mental multisektoral dengan melakukan harmonisasi sektor sosial, pendidikan, pembangunan dan ekonomi untuk mengatasi determinan mental kesehatan, seperti kemiskinan, kurangnya pendidikan, isolasi sosial, keadaan darurat dan dampak perubahan iklim dan lingkungan. Upaya ini juga membantu mencapai layanan kesehatan mental berorientasi perawatan primer universal.
Pemanfaatan Telemedisin
Beberapa negara anggota WHO di kawasan Asia Tenggara telah mengambil tindakan untuk memperkuat kebijakan, rencana, undang-undang dan pelayanan untuk meningkatkan kesehatan mental masyarakat. Penguatan yang sudah dilakukan, di antaranya, mereplikasi dan meningkatkan model dan intervensi inovatif.
Caranya, dengan memanfaatkan teknologi digital dan telemedisin untuk meningkatkan akses ke layanan dan peningkatan kapasitas pekerja layanan kesehatan serta menggunakan bukti dan data guna membantu melihat dampak kesehatan mental di masa depan yang diperburuk oleh keadaan darurat kemanusiaan, iklim perubahan dan kemerosotan ekonomi.
WHO akan terus mendukung penguatan negara-negara dalam mengorientasikan kembali perawatan primer untuk kesehatan mental melalui pembagian tugas, pengembangan kapasitas untuk kesehatan mental dan dukungan psikososial selama keadaan darurat.
Psikososial mengacu pada bagaimana kesehatan mental, pikiran, dan perilaku seseorang berkaitan dengan kebutuhan atau tuntutan masyarakat.
Menindaklanjuti komitmen yang tertuang dalam Paro Declaration, WHO memberikan dukungan dengan membangun pusat pengetahuan dan pelatihan regional terkait kesehatan mental untuk mengkoordinasikan bukti dan pembuatan data dengan memprioritaskan bidang penelitian dan memfasilitasi pertukaran pengalaman, berdasarkan kebutuhan yang teridentifikasi.
Advertisement