Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini ratusan Pekerja Migran Indonesia (PMI) menjadi korban penipuan dan disekap di Kamboja. Mereka dilaporkan menjadi korban penipuan perusahaan investasi palsu di Sihanoukville, Kamboja.
Perihal tersebut, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI bersama Polri pun langsung turun tangan.
Advertisement
Menurut Kemlu RI, selama periode Juli hingga Agustus 2022 mereka telah berhasil memulangkan sebanyak 241 Warga Negara Indonesia (WNI) dalam berbagai gelombang pemulangan.
Jumlah WNI korban scamming pun tercatat mengalami peningkatan.
"Kasus WNI yang menjadi korban dalam pusaran bisnis online scamming tercatat peningkatan yang sangat tajam. Dari kasus tersebut, ini menjadi wake up call bagi kita semua untuk bisa melakukan langkah-langkah pencegahan dengan efektif," ujar Judha Nugraha, Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia Kemlu RI dalam Diskusi Terpumpun Penanganan Kasus WNI/PMI di Pusaran Bisnis Online Scamming pada Rabu (7/9/2022).
"Sebagai contoh tahun 2021 ada 119 kasus yang ditangani KBRI Phnom Penh yang sudah diselamatkan dan dipulangkan. Pada tahun ini (jumlah kasusnya) melonjak menjadi lebih dari 400 kasus dan tidak hanya tercatat di Kamboja saja, namun tercacat di beberapa negara lain,” sambung Judha Nugraha.
Menurut Judha, kasus perusahaan cyber scamming pada indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) memiliki unsur act, means, purpose.
"Unsur act yang dilakukan ke dalam korban dari tindakan seperti proses rekrutmen melalui iklan di media sosial (group dan pages FB). Lalu means-nya atau caranya dengan ancaman verbal, penyekapan/penahanan, penerapan denda, serta pemotongan gaji," jelas Judha.
"Kemudian purpose atau tujuannya, yaitu diberlakukan kerja paksa dengan jam kerja panjang, dipaksa melakukan penipuan via E-Commerce Indonesia dengan membuat akun palsu dan mencuri identitas orang lain," lanjutnya.
Diskusi Terpumpun Penanganan Kasus WNI/PMI di Pusaran Bisnis Online Scamming pada hari Rabu ini membahas kasus WNI yang menjadi korban dalam pusaran bisnis online scamming, langkah penangan kasus, pencegahan kasus, serta tindak lanjut dari pemerintah.
Statistika Kasus TPPO 2022
Kasus TPPO tidak hanya terjadi di Kamboja tetapi terjadi juga di negara Asia Tenggara lainnya, tercatat kasus TPPO ini sebanyak 462 di Kamboja, 97 di Filipina, 142 di Myanmar, 35 di Laos, dan 21 di Thailand.
"Mungkin selama ini yang muncul hanyalah kasus Kamboja, setelah kami melakukan pencarian data, bahwa kasus yang sama juga terjadi di beberapa negara Asia Tenggara lainnya dan ini akan menjadi isu religional yang perlu ditangani bersama," kata Judha Nugraha.
Sejauh ini kementerian luar negeri RI telah melakukan pendalaman terhadap WNI yang terindikasi sebagai korban eksploitasi di Kamboja. Dalam laporan awal KBRI Phnom Penh, pada 30 Juli 2022, terdapat 55 WNI yang dibebaskan dari premis perusahaan cyber scamming di Sihanoukville.
Penanganan kasus tersebut, imbuh Judha, dilakukan baik di level teknis maupun diplomasi tingkat tinggi. Dalam perkembangannya, WNI yang telah dibebaskan dan dipulangkan mencapai 241 WNI, mayoritas berasal dari Sumatera Utara.
Advertisement
Banyak Korban yang Depresi
Berikut ini langkah-langkah penanganan kasus yang dijabarkan oleh Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia, Judha Nugraha:
- Menerima dan verifikasi pengaduan kasus
- Koordinasi dengan otoritas setempat untuk:
- Menempuh langkah-langkah tindakan hukum bagi pelaku
- Menyediakan penampungan dan program perlindungan saksi/korban
- Menangani kasus sesuai peraturan/hukum yang berlaku
- Memfasilitasi pengumpulan bukti-bukti
- Pemberian bantuan segara/darurat (termasuk medis dan psikologis)
- Wawancara dan mengisi screening form
- Pemberian bantuan hukum
- Fasilitasi komunikasi dengan keluarga
- Pemulangan ke Indonesia, dikoordinasikan dengan Kemsos, Bareskrim dan BP2MI
Selain itu, Kemlu RI juga memfasilitasi identifikasi kondisi psikologis serta penyediaan jasa konseling psikologis gratis untuk para korban TPPO, dengan interview dan mengisi asesmen psikologis.
Pada asesmen psikologis, Kemlu melibatkan psikolog untuk memeriksa kondisi psikologis para WNI. Dalam penangan kasus di Kamboja, tercatat 17 orang mengalami Severe Depression.
Hasil tes tersebut juga bisa membantu Kemlu RI untuk mengidentifikasi apakah mereka korban atau pelaku.
Upaya Kemlu RI
Sejauh ini menteri luar negeri RI bersama dengan Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri telah melaksanakan pertemuan, dengan kepolisian nasional Kamboja dan menteri dalam negeri Kamboja di sela-sela pelaksanaan Asean Ministerial Meeting di Phnom Penh pada 2-4 Agustus 2022.
"Dalam pertemuan tersebut ada 4 hal yang kami sampaikan, pertama apresiasi atas upaya dan kerja sama dalam membebaskan WNI yang terjebak di premis perusahaan, yang kedua, mendorong percepatan pembahasan MOU TPPO antara Kepolisian RI dan Kepolisian Kamboja, ketiga, pentingnya penegakan hokum dan penindakan terhadap perusahaan yang terbukti melakukan ekploitasi, yang terakhir adalah permohonan penghapusan denda overstay bagi para WNI," ucap Judha Nugraha.
Kemlu juga melaporkan bahwa tidak semua WNI yang terjerat adalah korban.
Dari hasil pendalaman kasus di Kamboja didapati:
- Terdapat beberapa WNI/PMI yang dicurigai merupakan perekrut. Ada pula yang merekrut anggota keluarganya sendiri.
- Terdapat WNI/PMI yang melapor sebagai korban TPPO hanya demi bisa dipulangkan oleh pemerintah (gratis).
- Beberapa WNI/PMI meminta agar paspor dikembalikan/dikeluarkan dari daftar cekal agar bisa kembali ke kamboja dan bekerja lagi di perusahaan-perusahaan online-scamming tersebut.
- Beberapa WNI/PMIB yang dipulangkan dengan biaya Negara mengeluhkan kondisi di RPTC. Dicurigai mereka merupakan leader pada perusahaannya, yang memperoleh fasilitas lengkap dan memadai selama berada di premis perusahaan.
Sejak tahun 2021, beberapa perwakilan di Asia Tenggara, antara lain KBRI Phnom Penh di Kamboja, KBRI Vientiane di Laos, dan KBRI Manila di Filipina telah mengindikasikan peningkatan jumlah kasus terkait persoalan eksploitasi WNI di luar negeri. Perlu kerja sama antar kementerian/lembaga antara lain Kemenkopolhukam selaku koordinator, Kemenlu, Polri, Kemkominfo, Kementerian Sosial, BP2MI, dan Pemda terkait.
"Angka kasus ini sangat besar, angkanya begitu banyak, kita harus menangani kasus ini dengan langkah-langkah mengkoordinasikan penegakan hukum termasuk pengkaitan TPPO dengan TPPU, kemudian kita segera menghapus akun-akun perekrutan yang masih beredar di media social, lalu penundaan keberangkatan ke luar negeri bagi para WNI yang telah direptariasi, yang terakhir rehabiltiasi sosial dan reintegrasi bagi para WNI," lanjutnya
Advertisement