Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Rusia menolak disalahkan atas krisis energi yang tengah terjadi di Uni Eropa. Aksi saling menyalahkan dilakukan karena Rusia sedang menyetop pengiriman gas.
Gas diperlukan Uni Eropa untuk penghangat di musim dingin. Uni Eropa pun menyebut Rusia menggunakan energi sebagai senjata.
Advertisement
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menuduh bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin memakai energi sebagai senjata.
"Putin menggunakan energi sebagai sebuah senjata dengan memotong suplai dan memanipulasi pasar energi kita. Ia akan gagal," ujar Presiden von der Leyen melalui Twitter.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, tidak terima negaranya disalahkan. Ia menyalahkan Uni Eropa yang menerapkan sanksi dan kebijakan seperti price cap.
"Bagaimana kita menjadikan energi sebagai senjata? Itu logika yang sangat dipelintir. Sekali lagi, kami tidak menerapkan sanksi. Kami tidak membatasi persediaan gas ke Eropa. Negara-negara Eropa yang memutuskan memangkas gas dan minyak dari Rusia. Kami tidak menerapkan price cap. Bukan kita. Itu bukan inisiatif kita," ujar Dubes Rusia dalam press briefing di rumah dinasnya di Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Ketika ditanya apakah ini kesalahan Eropa sendiri, Dubes Rusia menjawab: "Tentu saja."
Untuk merespons krisis energi terhadap Rusia, Presiden Ursula von der Leyen membuat proposal untuk heman listrik, menerapkan price cap terhadap gas, dan mendukung kelompok dan bisnis yang menjadi rentan karena dampak masalah sektor energi.
Uni Eropa Batasi Suhu AC Jadi 25 Derajat Celsius
Menjelang musim dingin, Uni Eropa kini sedang dihadapi krisis energi akibat dampak invasi Rusia ke Ukraina. Uni Eropa menolak bergantung ke energi Rusia, sehingga mereka harus mencari ide agar hemat energi.
Kebijakan hemat energi itu bahkan dimulai dari suhu AC. Salah satu taktiknya adalah pembatasan suhu ruangan agar tidak terlalu dingin.
"Opsi paling yang paling mudah untuk menghemat energi adalah selama musim panas, bulan panas, kita tidak mendinginkan ruangan sampai dingin seperti sebelumnya. Ada beberapa pemerintah yang secara kuat menyarankan bahwa tidak boleh mendinginkan di bawah 25 derajat," ujar Komisioner Eropa, Kadri Simson, kepada media di Kedutaan Besar Uni Eropa di Jakarta, Selasa (6/9).
Sebelumnya euronews melaporkan bahwa kebijakan pembatasan ini sudah diambil oleh Spanyol. Pendingin ruangan di restoran dan bar juga terdampak. The Guardian juga menyebut Italia mengambil kebijakan serupa.
Menjelang musim dingin, ada pula taktik untuk menjaga suhu ruangan agar tidak terlalu hangat. Ini juga untuk mengurangi ketergantungan pada gas.
"Dan pada musim dingin ketika kita mengalami suhu derajat minus, di gedung-gedung pemerintah mereka menyarankan kita seharusnya tidak menghangatkan lebih dari 19 derajat. Sebab sektor pemanas di Eropa utamanya menggunakan gas bumi," lanjut Simson.
Advertisement
Taktik Rusia Jadi Senjata Makan Tuan
Sebelumnya dilaporkan, Komisioner Anggaran Johannes Hahn dari Komisi Eropa menyatakan bahwa taktik Rusia akan menjadi senjata makan tuan. Pasalnya, taktik energi mereka akan membuat konsumer tidak percaya lagi dengan Rusia.
"Ia (Putin) menghancurkan ekonominya sendiri. Ia menghancurkan relasi. Jadi ia kehilangan kepercayaan dan confidence internasional," ujar Johannes Hahn kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat 22 Juli 2022.
Masalah kepercayaan global ini penting bagi Rusia, pasalnya Hahn menyebut produk andalan Rusia adalah energi. Ia berkata jarang produk-produk Rusia yang terkenal selain energinya.
Lebih lanjut, Eropa merupakan pasar yang penting bagi Rusia. Akibat invasi Rusia dan permainan di bidang energi, Eropa kini makin bertekad agar independen dari Rusia. Ekspor LNG Eropa dari AS juga meningkat tiga kali lipat dari sebelum invasi. Uni Eropa juga mencari mitra energi lain, seperti Mesir dan Israel.
Sementara, Rusia dinilai akan kesulitan mencari pembeli ke negara lain.
"Infrastruktur gas mayoritas berdasarkan pipeline atau jalur pipa gas. Dan infrastruktur pipeline (milik Rusia) berorientasi ke Eropa," jelas Hahn.
Harga BBM Picu Inflasi Naik 1,8 Persen, Jokowi Sebut Tidak Tinggal Diam
Beralih ke isu energi di dalam negeri, pemerintah resmi menaikkan harga BBM pada 3 September 2022 kemarin. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan berdampak ke inflasi.
Dari hitungan pemerintah, kata kepala negara, kenaikan harga BBM ini bisa meningkatkan inflasi hingga 1,8 persen.
"Kenaikan BBM ini yang sudah kita umumkan minggu lalu akan berimbas ke inflasi. Hitungan dari menteri naik di 1,8 persen,"ujar Jokowi dalam Pembukaan Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2022: Normalisasi Kebijakan Menuju Pemulihan Ekonomi Indonesia di Jakarta, Rabu (7/9).
Menghadapi kenaikan inflasi ini, Jokowi menegaskan dirinya tidak tinggal diam. Pemerintah mencari cara mengatasi inflasi ini dengan melakukan intervensi.
Caranya, pemerintah pusat meminta pemerintah daerah (pemda) bergerak dengan menggunakan 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU). Dana ini ditujukan untuk mengatasi inflasi melalui pemberian bansos.
Kemudian adapula kucuran dari dana belanja tak terduga. Pemdan bisa memanfaatkan dana tersebut seperti untuk menutupi biaya transportasi yang terimbas kenaikan harga BBM.
"Di lapangan sebagai contoh saya pernah dilakukan saat harga bawang merah naik, karena ada kenaikan biaya transportasi, pemda tutup buat transportasi. Artinya harga bawang merah di pasar sesuai dengan harga di petani karena biaya transportasi ditutup pemda dan itu uang kecil," jelas Jokowi.
Cara yang sama juga dilakukan pemerintah dalam mengatasi kenaikan harga telur. Pemda saling bekerja sama untuk mengisi kekosongan bahan pangan dari satu wilayah dan memberikan dukungan anggaran dalam proses distribusi.
"Kalau semua Pemda begitu saya yakin inflasi kita bisa terjaga dengan baik," kata dia mengakhiri.
Advertisement