BEI Tanya Terkait Utang, Ini Penjelasan Garuda Indonesia

PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) memberikan penjelasan mengenai penurunan utang kepada BEI.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 07 Sep 2022, 17:19 WIB
Pesawat Garuda terparkir di landasan pacu Terminal 3, Bandara Soekarno Hatta, Banten, Rabu (17/11/2021). Maskapai Garuda Indonesia akan menutup 97 rute penerbangannya secara bertahap hingga 2022 mendatang bersamaan dengan proses restrukturisasi yang tengah dilakukan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) memangkas utang senilai USD 5,8 miliar atau sekitar Rp 86,6 triliun (asumsi kurs Rp 14.946 per dolar AS) usai persetujuan homologasi. Sehingga total utang Garuda yang tersisa saat ini sebesar USD 4,3 miliar dari sebelum homologasi sebesar USD 10,01 miliar.

"Jumlah penurunan utang sebesar USD 5,8 miliar adalah berdasarkan jumlah total utang setelah homologasi yaitu sebesar USD 4,3 miliar, dari nilai total utang sebelum homologasi yang tercatat sebesar USD 10,1 miliar per 31 Desember 2021 (GA parent only)," ungkap VP Corporate Secretary & Investor Relations Garuda Indonesia, Mitra Piranti dalam keterbukaan informasi Bursa, dikutip Rabu (7/9/2022).

Lebih lanjut, berikut komposisi nilai penurunan liabilitas berdasarkan masing-masing kelompok kreditur yang mencapai USD 5,8 miliar:

- Klaim BUMN (Tidak Termasuk MCB) turun USD 584 juta

- LPEI, Tagihan Bank turun USD 865 juta

- Lessors- past due (GA) turun USD 677 juta

- Lessors- future obligation (GA) turun USD 2 miliar

- Klaim MRO turun USD 37 juta

- Klaim pabrikan A/C turun USD 14 juta

- Klaim sukuk turun USD 421 juta

- Klaim EDC turun USD 39 juta

- Klaim vendor lain di atas USD 255 juta, turun sebesar USD 139 juta

- Kreditur unverified teridentifikasi turun USD 446 jutaKhusus QG

- Lessors-Past Due (QG) turun USD 213 juta- Lessors-Future Obligation (QG) turun USD 354 juta

- Klaim MRO (QG) USD 3 juta

Sehingga totalnya mencapai USD 5,79 miliar.

Sebelumnya, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II, Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan, dari berbagai kasus restrukturisasi maskapai di dunia, belum ada pemotongan utang se-fantastis ini. Guna bisa kembali membangkitkan keuangan maskapai, pemerintah juga akan menyuntikkan Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp 7,5 triliun sekitar triwulan 3 2022.

"Kita ingin ekuitas Garuda ini bisa lebih positif lagi, saya ingin menekankan proses bankruptcy di airline lain jarang ada yang pemotongan utangnya sebesar ini," kata TIko.

 


Dirut Garuda Indonesia: PMN Buat Perbaiki Pesawat, Bukan Bayar Utang

Pesawat maskapai Garuda Indonesia terparkir di areal Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (16/5/2019). Pemerintah akhirnya menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat atau angkutan udara sebesar 12-16 persen yang berlaku mulai Kamis hari ini. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Garuda Indonesia menjadi salah satu BUMN yang mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) di tahun ini. Dananya mencapai Rp 7,5 triliun.

Direktur Utama Irfan Setiaputra menyampaikan, dana PMN sebesar Rp 7,5 triliun itu akan digunakan untuk restorasi atau perbaikan pesawat. Dengan itu, dia membantah uang PMN akan dipakai untuk membiayai utang.

"PMN nanti begitu masuk mayoritas akan kita pakai untuk restorasi pesawat, bukan untuk bayar utang," tegasnya kepada awak media di Jakarta, ditulis Jumat (26/8/2022).

Irfan menyampaikan, perbaikan diperlukan untuk sejumlah pesawat yang mengalami kerusakan mesin. Mengingat, saat pandemi Covid-19 berlangsung banyak pesawat yang tidak dioperasikan.

"Waktu kemarin itu pandemi, jadi pesawat mestinya di maintenance. Tapi karena pandemi, ga butuh banyak pesawat, jadi kita diemin," ungkapnya.

Selain perbaikan pesawat, dana PMN tersebut juga akan dipakai untuk menambah jumlah armada. Hal ini sebagai upaya untuk menekan harga jual tiket sekaligus memperluas jaringan rute bisnis.

Adapun, upaya untuk menambah jumlah armada akan ditempuh dengan tiga cara. Pertama melalui dana operasional, kedua menjalin kerja sama dengan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), dan terakhir berasal dari PMN.

Irfan mencatat, penambahan jumlah armada untuk Garuda Indonesia dan Citilink mencapai 120 armada di akhir tahun 2022. Angka ini meningkat pesat dibandingkan jumlah armada saat ini yang hanya sebanyak 61 unit.

"Buat Garuda ada 60 pesawat atau lebih terus Citilink juga, (total) 120 pesawat. Tapi ini kan butuh waktu dan dana," tutupnya.


PMN Garuda Indonesia Rp 7,5 Triliun Cair Oktober 2022

Pesawat Terbang Garuda Indonesia (Liputan6.com/Fahrizal Lubis)

Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp 7,5 Triliun untuk maskapai PT Garuda Indonesia Tbk ditarget cair pada Oktober-November 2022. Namun, ada sejumlah tahapan yang perlu dilengkapi oleh maskapai pelat merah ini.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkap, proses pencairan PMN ini memerlukan prosedur yang panjang. Semua itu dijalani sesegera mungkin. Tahapan paling baru adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyetujui pencairan Rp 7,5 triliun, artinya adanya lampu hijau menuju terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) soal PMN Garuda Indonesia.

PP tersebut, Irfan masih perlu menghitung porsi saham para pemegang saham setelah masuknya dana PMN ke Garuda Indonesia. Lalu, proses audit kinerja dan keuangan perusahaan yang harus dilakukan hingga Juni 2022.

"jadi Oktober-November bisa jalan lah (Dana PMN digunakan)," kata dia saat ditemui di Menara BNI, Kamis (25/8/2022).

Tahap paling awal, adalah menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah yang rencananya keluar dalam waktu dekat. Selanjutnya menghitung nilai saham dan dikomunikasikan dengan para pemegang saham.

"PMN itu sudah setuju dikeluarin, tinggal tunggu satu hal, yaitu PP, itu sudah diproses," ungkapnya.


Gandeng KJPP

Ilustrasi maskapai penerbangan Garuda Indonesia saat berhenti di apron Bandara Adi Soemarmo.(Liputan6.com/Fajar Abrori)

Pada proses penghitungan porsi saham itu, Irfan menyebut perlu dilakukan dengan saksama, baik bagi pemegang saham mayoritas maupun minoritas. Untuk itu, ia menggandeng Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menghitung nilai sahamnya.

Langkah ini mengacu pada aturan pasar modal tentang keadilan antara pemegang saham minoritas dan mayoritas.

"Kita akhirnya pakai KJPP unntuk menetukan harga berapa. kan bisa aja yang satu minta tinggi, yang satu mau rendah. sehingga minoritas lain kan harus 'lu mau ikutan apa nggak?'. kalau mau ikutan taruh duit, kalau nggak ikutan, terdelusi (nilai sahamnya) taruh duit kepemilikan saham nggak berubah. kalau enggak mau ya terdelusi," kata dia menjelaskan.

"KJPP akan keluarin September. Kenapa? karena PKPU kelar Juni itu kita mau nggak mau harus audited sampai Juni, karena aturannya juga begitu," tambah Irfan.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya