Bakal Tampil di G20 Orchestra, 2 Penyanyi Aborigin Ini Bawa Cerita Hubungan Australia-Indonesia

Dua penyanyi Indegenous Aborigin asal Australia hadir sebagai tim dari G20 Orchestra yang akan tampil pada 12 September di Yogyakarta.

oleh Anissa Rizky Alfiyyah diperbarui 08 Sep 2022, 15:03 WIB
Rehearsal G20 Orchestra.

Liputan6.com, Jakarta - Ngulmiya (Grant) Nundhirribala, salah satu pemimpin upacara ikonis dan pelantun lagu-lagu upacara bersama dengan anaknya, Nayurryurr Nundhirribala yang merupakan salah satu penyanyi, penari, dan pemain Ihambilgbig menjadi salah satu dari puluhan musisi dari 18 negara yang akan tampil di G20.

Keduanya akan bergabung dan tampil bersama tim orkestra G20 dalam rangkaian G20 di Indonesia.

G20 Orchestra akan digelar di Kawasan Candi Borobudur, Magelang, pada 12 September 2022, sebagai inisiasi dari Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk mendorong musik klasik khususnya yang ada di Indonesia.

G20 orkestra akan melibatkan puluhan musisi dari negara-negara yang tergabung dalam keanggotaan G20. Program ini diketahui tidak terpaku pada musik saja, tetapi konten-konten dalam program ini memiliki banyak makna dan histori. Selain mengusung tema kesetaraan gender, G20 orkestra ini juga mengkolaborasikan histori-histori dari berbagai negara yang terhubung dengan Indonesia.

Grant dan anaknya datang ke Indonesia atas undangan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia. Mereka akan tampil di program list paling pertama yang berjudul The Voyage to Marege yang komposernya adalah Ananda Sukarlan asal Indonesia.

Grant memiliki lagu yang berjudul Dhumbala (Red Flag) yang memiliki makna historis yang berhubungan antara Indonesia dan Australia.

"Dhumbala adalah lagu yang menceritakan tentang hubungan sejarah panjang yang dimiliki oleh keluarga saya dengan para pedagang dan pelaut dari Makassar," ujar Grant kepada wartawan saat ditemui di Aula Simfonia Jakarta, Rabu (7/9/2022).


Diundang Karena Lagunya Memiliki Nilai Historis

Indigenous Aborigin Singer, Grant dan Anaknya. (Lip6/Renta Nirmala)

Kepada Liputan6.com, kedua musisi tersebut menceritakan bagaimana dapat tampil dan terpilih menjadi salah satu musisi di G20 orkestra, para musisi ada yang melalui jalur seleksi. Akan tetapi, Grant dan anaknya datang melalui undangan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia karena keduanya membawakan lagu yang memiliki banyak cerita historis di dalamnya antara Indonesia dan Australia.

Sebenarnya, di Australia terdapat sekitar 11 musisi yang menyanyikan lagu yang memiliki nilai histori yang sama dengan gaya yang sama. Akan tetapi, Grant dan anaknya merupakan salah satu yang terpilih untuk datang ke G20 orkestra ini.

Lagu yang membuatnya terpilih ialah lagu Dhumbala (Red Flag). Dhumbala menceritakan tentang hubungan budaya yang dimiliki sejak jaman dahulu antara Australia dan Indonesia melalui perdagangan.

Dhumbala berarti bendera merah yang diletakkan oleh para pelaut sebagai sebuah tanda di kapal yang berlabuh di Makassar dan bagaimana hubungan antara suku Abirigin dan suku yang ada di Makassar. Fokus yang ada di lagu Dhumbala adalah hubungan ekonomi yang dijalin sejak jaman dahulu antara Indonesia dan Australia dan turun temurun hingga hari ini.


Passion Musik

Grant dan Anaknya saat Rehearsal G20 Orchestra. (Lip6/Renta Nirmala)

Seraya menjawab pertanyaan Liputan6.com, Grant menceritakan tentang passion musiknya yang tumbuh sedari ia kecil. Waktu-waktunya khususnya saat bedtime ia habiskan dengan bernyanyi dan bercerita bersama dengan sang ayah. Selain itu saat banyak persiapan khusus untuk penampilannya di G20 orkestra nanti.

"Saya mempersiapkan untuk ini selama 10 hari sesampainya saya di Indonesia. Rutinitas lain yang saya jalani adalah berlatih menyanyi, berolahraga, satu hari untuk istirahat, dan sisanya saya gunakan untuk berpikir bagaimana saya harus bernyanyi di G20 nanti bersama dengan musisi lain dari seluruh dunia," imbuhnya.

Ia juga merasa senang bisa bergabung bersama seluruh musissi yang ada di dunia, ia juga mengatakan bahwa generasi penerusnya (anaknya) pertama kali bergabung bersamanya dalam acara internasional seperti ini karena kedepannya anaknya yang akan meneruskan dia dalam bermusik.

"Saya akan bekerja dan bergabung bersama dengan banyak musisi dari seluruh dunia. Ini juga merupakan kali pertama anak saya dan saya tampil bersama dengan musisi yang berbeda-beda dengan instrumen yang berbeda-beda juga," ujarnya.


Kolaborasi Banyak Instrumen

Grant saat diwawancarai,(Lip6/Renta Nirmala)

Grant dan anaknya biasanya tampil dalam upacara-upacara ikonis dengan instrumen yang tidak terlalu banyak. Tetapi, kali ini harus mengkolaborasikan banyak instrumen dengan musisi yang lain. Grant merasa tertantang atas ini karena ini kali pertamanya.

"Agak susah untuk saya, karena saya akan tampil berkolaborasi dengan berbagai instrumen yang ada dan untuk tampil dengan instrumen yang berbeda-beda. Tetapi, saya memaksa diri saya untuk ini karena saya suka bermusik dengan berbagai jenis instrumen. Ini adalah hal yang baru. Saya merasa saat saya mendengar musik saya dengan instrumen yang berbeda, musik saya menjadi lebih kuat," kata Grant.

Sebagai indigenous Aborigin singer, Grant biasanya menyanyikan lagunya seperti bagaimana indigenous musik terdengar. Indigenous musik tidak jauh berbeda dengan Islamic song dan Indian classical song, jika Anda pernah mendengarnya.

Grant juga mengatakan bahwa ini bukan kali pertamanya datang ke Indonesia. Sebelumnya ia sudah pernah datang ke Flores dalam waktu satu bulan lamanya dan ia melakukan banyak hal dengan warga asli Flores.

Ia juga membuat beberapa musik dengan orang Flores saat itu. Ia merasa bahwa perkembangan musik klasik dunia saat ini sudah sangat pesat dan baik, walaupun kerap dibawakan dengan gaya yang berbeda dari setiap generasi.

Infografis Indonesia Terima Tongkat Estafet Presidensi G20. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya