Liputan6.com, Jakarta - Pasir pantai di Tuscany, Italia telah memutih karena limbah batu kapur yang dibuang ke air. Padahal, pantai itu merupakan destinasi wisata populer bagi para pelancong dan terkenal di Instagram.
Setelah bertahun-tahun dikampanyekan kelompok lokal dan internasional, sebuah pabrik kimia akhirnya berjanji untuk berhenti memompa limbah ke laut di lepas pantai pasir putih tersebut. VICE World News telah melaporkan kondisi pesisir yang dimaksud beberapa bulan lalu, dilansir dari publikasi itu, Kamis (8/9/2022).
Baca Juga
Advertisement
Kala itu, pihaknya mencatat bahwa penelitian apakah polutan lokal memengaruhi kesehatan penduduk sekitar masih menunggu pendanaan dari pemerintah daerah, yang saat itu menolak menjawab pertanyaan outlet berita tersebut.
Sebuah studi sebelumnya menemukan kelebihan yang signifikan dalam kematian untuk penyakit kronis, keberadaan polutan di udara dan laut, serta hubungan teoritis antara polutan ini dan penyakit kronis pada orang yang tinggal di dekat pabrik. Belum lagi bicara kekhawatiran ahli zoologi bahwa pembuangan tersebut telah menghancurkan biota laut.
Sekarang, kelompok bahan kimia Belgia Solvay berencana menghentikan semua pembuangan limbah batu kapur dari pabrik abu soda di Rosignano, Italia. Keputusan ini diambil setelah sebuah laporan PBB mengkritik kelambanan untuk mengatasi masalah yang dikatakan "sangat memengaruhi kesehatan masyarakat."
Solvay mengatakan akan menginvestasikan 15 juta euro (sekitar Rp223 miliar) untuk mengurangi residu batu kapur dan emisi karbon. Pada 2030, pembuangan limbah kimia itu ke laut akan dikurangi sebesar 20 persen dibandingkan dengan apa yang diizinkan regulator saat ini. Lalu, residu limbang kimia itu dijanjikan akan turun hingga 40 persen pada 2040.
Berhenti Total pada 2050
Pada 2050, pabrik diklaim akan benar-benar berhenti membuang limbah kimia ke laut. Kelompok investasi aktivis Bluebell Capital Partners di London, bersama politisi lokal dan aktivis lingkungan, telah menekan perusahaan selama bertahun-tahun untuk berhenti membuang limbah yang mengandung logam, seperti timbal dan arsenik.
Perwakilan lokal Francesco Berti membawa masalah ini ke Uni Eropa, yang mendorong seorang pelapor PBB mengunjungi situs tersebut pada akhir 2021. "Solvay telah berada di wilayah Livorno sejak 1913. 109 tahun kemudian (!) kami dengan senang hati mengumumkan hal-hal itu akan berubah," katanya di unggahan LinkedIn sebagai tanggapan atas pengumuman tersebut.
Berti menyambung, "Kami akan terus bekerja agar perjanjian dihormati dan pembersihan selesai: pengacara, aktivis, ekonom, dan profesional kesehatan berada dalam pertempuran ini."
Beberapa hari sebelum pengumuman ini, Berti menerima laporan pembuangan zat berbahaya dan limbah di Italia dari PBB. Dalam laporan, pelapor PBB mengatakan "pemerintah harus lebih mengakui dan bertanggung jawab atas keputusan, tindakan, dan kelambanannya terkait polusi beracun yang sangat memengaruhi kesehatan masyarakatnya."
Advertisement
Janji Rencana Aksi Baru
Pelapor itu menambahkan, "Ini juga mencakup operasi Solvay di Livorno, di mana selama beberapa dekade, ratusan ton logam berat telah dibuang ke laut. Dalam hal ini dan contoh lain dari pengelolaan kegiatan polusi yang tidak sehat, Italia harus menjunjung tinggi hak atas lingkungan yang sehat dan mengambil tindakan untuk menyediakan akses pemulihan dan memenuhi prinsip pencemar membayar."
Dalam pernyataan mereka yang mengumumkan berita tersebut, Solvay menjelaskan keputusan berhenti membuang limbah sebagai bagian dari "rencana aksi baru" di mana pabrik akan jadi netral karbon. "Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan keberlanjutan proses kami dan fokus untuk memastikan bahwa fasilitas Rosignano kami akan terus memainkan peran penting dalam menyediakan bahan penting bagi masyarakat," kata Philippe Kehren, presiden divisi Soda Ash & Derivatives Solvay.
Ia menyambung, "Tekad kami untuk terus meningkatkan standar dan kesediaan kami melakukan investasi tambahan (terkait) keberlanjutan menunjukkan komitmen kami dalam meningkatkan operasi kami."
Kasus Serupa
Sebelumnya, Thailand telah melarang pemakaian sunscreen mengandung bahan kimia yang merusak terumbu karang dari taman nasional lautnya per 4 Agustus 2021. Sebagai salah satu destinasi tropis, kekhawatiran ini telah berlangsung cukup lama.
Melansir AFP, secara tertulis aturan tersebut melarang tabir surya yang mengandung oxybenzone, octinoxate, 4-methylbenzylidene camphor atau butylparaben. Pengumuman itu menjelaskan bahwa penelitian menunjukkan bahan kimia yang dimaksud tidak hanya memperburuk kondisi terumbu karang.
Bahan kimia itu juga menghancurkan larva karang, menghalangi sistem reproduksi karang, dan menyebabkan pemutihan terumbu karang. Pelanggar aturan bisa didenda hingga 100 ribu baht (Rp43 juta). Melansir laman Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) Amerika Serikat, bagaimana bahan-bahan kimia dalam sunscreen memengaruhi ekosistem terumbu karang sebenarnya masih diteliti lebih lanjut.
Sementara itu, Craig A. Downs, direktur eksekutif dari Laboratorium Lingkungan Haereticus, menjelaskan meski oxybenzone dan octinoxate adalah yang paling banyak dipelajari, ada beberapa bahan kimia lain dalam tabir surya dan produk perawatan lain yang berisiko jadi ancaman lingkungan.
Ia mencatat, seperti dimuat CR, bahkan sunscreen berlabel "reef safe" pun tidak menjamin tidak berbahaya ketika larut ke dalam ekosistem bawah laut. Sebelum Thailand, aturan larangan sunscreen yang merusak terumbu karang telah berlaku di Palau dan Hawaii.
Advertisement