Liputan6.com, Jakarta Transformasi layanan kesehatan primer dianggap sebagai langkah kunci dalam membangun kembali sistem kesehatan Indonesia yang lebih tangguh usai diterpa pandemi COVID-19
Pandangan ini dikemukakan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro. Menurutnya, perlu ada reformasi mendasar di bidang kepemimpinan dan tata kelola, kebijakan publik, model layanan, jaminan kesehatan, dan sumber daya manusia (SDM) kesehatan. Gunanya, agar layanan kesehatan primer bisa mewujudkan akses kesehatan untuk semua masyarakat.
Advertisement
“Layanan kesehatan primer, dengan Puskesmas sebagai ujung tombaknya, seharusnya menjadi fondasi kesehatan masyarakat Indonesia,” kata Satryo mengutip keterangan pers, Kamis (8/9/2022).
Puskesmas sebagai layanan kesehatan pertama memiliki posisi yang paling dekat dengan masyarakat. Ini memungkinkannya menyediakan akses kesehatan esensial yang terjangkau dengan prinsip praktis, ilmiah, dan dapat diterima secara universal.
Akan tetapi banyak negara, seperti Indonesia, masih belum memiliki fundamental layanan kesehatan primer yang kuat. Misalnya, skema anggaran kesehatan masyarakat belum menunjukkan prioritas pada layanan kesehatan primer.
Data National Health Account 2019 lalu menunjukkan anggaran untuk rumah sakit sebesar 55,7 persen dari total belanja kesehatan. Sedangkan total anggaran untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama–contohnya puskesmas, praktik dokter, dan klinik pratama–hanya 23,7 persen.
Maka dari itu, AIPI memberikan rekomendasi untuk perbaikan sistem kesehatan Indonesia. Rekomendasi ini dituangkan dalam kajian Foresight untuk Menata Masa Depan Layanan Kesehatan Primer. Ini telah diserahkan ke Kementerian Kesehatan di Perpustakaan Nasional, Jakarta, pada 8 September 2022.
Berangkat dari Dampak Pandemi
Berangkat dari keprihatinan melihat dampak masa pandemi, Komisi Ilmu Kedokteran Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia menyusun riset ini untuk memenuhi mandatnya memberi rekomendasi kebijakan kepada pemerintah.
Organisasi non-profit Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) membantu koordinasi dan implementasi penelitian tersebut.
Ketua Komisi Ilmu Kedokteran AIPI Prof. Herawati Sudoyo menyatakan kajian dilakukan secara kolaboratif dan multi-pihak sehingga bisa memberikan perspektif yang lebih kaya.
“Berbagai masukan dan kepakaran dari lembaga adalah bagian strategis sehingga kajian ini bisa mencapai tingkat kerincian yang mendalam. Kajian ini juga bisa digunakan untuk mendukung transformasi layanan kesehatan primer yang telah mulai disiapkan oleh Kemenkes RI,” ujarnya.
Rekomendasi yang diberikan berbasis bukti, kajian dilakukan dengan metode ilmiah foresight yang bisa memetakan berbagai skenario pengelolaan layanan kesehatan primer yang mungkin terjadi di masa depan. Dan membantu menentukan langkah terbaik mencapai kondisi ideal.
“Situasi luar biasa seperti pandemi membutuhkan kerangka pendekatan dan metodologi yang berbeda. Ini bertujuan agar rekomendasi kebijakan yang diberikan mampu memetakan perubahan yang mungkin terjadi di tengah situasi penuh ketidakpastian.”
“Harapannya, rekomendasi yang ada tidak hanya digunakan dalam respons pandemi, namun juga perbaikan menyeluruh ke arah kebijakan kesehatan dalam jangka panjang,” ujar Prof. Akmal Taher, Anggota KIK-AIPI dan penyelenggara kajian.
Advertisement
Layanan Kesehatan Primer Belum Dapat Posisi Signifikan
Dalam keterangan yang sama, Pendiri CISDI sekaligus Peneliti Utama kajian Foresight PHC, Diah Saminarsih, menjelaskan metode penelitian foresight lebih jauh.
"Ada beberapa tahapan yang kami lakukan, yaitu memahami situasi layanan kesehatan primer melalui pemetaan percakapan publik, mendengarkan pandangan ahli, memahami pandangan di luar kesehatan, hingga mengamati percakapan publik dan gerak pemerintah.”
Penelitian menemukan layanan kesehatan primer masih belum mendapat posisi signifikan dalam sistem kesehatan nasional. Ini tercermin dari pemindaian tim peneliti terhadap media berita daring dan media sosial Twitter.
”Sangat sedikit aktor yang memberikan cuitan yang berhubungan dengan layanan kesehatan primer. Sebagai contoh pindaian kami di Twitter dari 2009-2021 lalu, hanya menemukan 1,5 juta cuitan terkait layanan kesehatan primer.”
“Padahal ada 6,8 juta cuitan mengenai rumah sakit. Hilangnya perspektif dan tidak tertangkapnya aspirasi publik ini berdampak pada stagnannya kebijakan layanan kesehatan primer selama bertahun-tahun,” ujar Diah.
Rekomendasi Transformasi Layanan Kesehatan Primer
Lebih lanjut Diah menjelaskan, selain dari pemantauan percakapan publik, kajian ini juga memberikan porsi khusus pada masukan 48 orang narasumber ahli.
Seluruh masukan tersebut ditampung dan diintisarikan ke dalam laporan kajian dan selanjutnya menempuh proses review oleh 9 orang pakar yang dipilih oleh AIPI untuk memastikan kajian ini telah memenuhi standar AIPI.
Berdasarkan catatan-catatan tersebut, berikut rekomendasi lebih jauh mengenai langkah yang perlu dilakukan untuk transformasi layanan kesehatan primer:
- Reformasi kepemimpinan dan tata kelola
Kuatkan dan siapkan regulasi jangka panjang, seperti undang-undang, diikuti komitmen anggaran untuk sektor kesehatan.
- Reformasi kebijakan publik
Laksanakan reformasi kebijakan yang tidak hanya terkait dengan kesehatan, tapi juga determinan lain, seperti sosial, ekonomi, komersial, hingga lingkungan.
- Reformasi model layanan
Perbaiki sistem akreditasi layanan kesehatan primer dengan objektif dan pastikan kualitas layanan yang diberikan.
- Reformasi jaminan kesehatan
Redistribusikan peserta JKN agar tidak terpusat di puskesmas saja. Perbaiki sistem penganggaran melalui dana kapitasi, perbaiki sistem akreditasi, dan perbaiki alur perawatan pasien.
- Reformasi SDM Kesehatan
Perbaiki kualitas tenaga kesehatan dan libatkan banyak kader kesehatan yang berdaya dan berkapasitas tinggi.
Advertisement