Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi menaikkan harga BBM ada 3 September 2022. BBM yang naik harga adalah Pertalite, Solar dan Pertamax. Alasan pemerintah meaikkan harga BBM ini karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah tidak bisa lagi menahan subsidi harga BBM.
Anggota Komisi VI DPR-RI Andre Rosiade menilai, sebenarnya kenaikan harga BBM bisa dicegah jika pemerintah membatasi penggunaan BBM bersubsidi di tingkat konsumen.
Advertisement
"Dari 6 bulan yang lalu kami sudah sampaikan berulang kali, harus ada aturan baru yang memperbaharui Perpres 191/2014. Jangan sampai orang kaya pakai BBM subsidi," kata Andre dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pertamina di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (8/9/2022).
Sebagai informasi, Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual eceran Bahan Bakar Minyak (BBM). Usulan revisi ini sudah disampaikan ke meja Presiden jauh sebelum muncul wacana kenaikan harga BBM. Namun sampai sekarang usulan revisi tersebut belum mendapatkan putusan dari Presiden Joko Widodo.
Andre mengatakan tidak adanya pembatasan konsumsi BBM subsidi ini membuat anggaran kompensasi dan subsidi energi mengalami pembengkakan. Semula hanya sekitar Rp 155 triliun, kini menjadi Rp 502,4 triliun.
"Bahkan untuk Pertalite dengan kuota 23 juta kilo liter ini bisa habis di September karena naiknya kebutuhan menjadi 28 juta kilo liter," kata dia.
Harus Segera Dibatasi
Politikus Partai Gerindra ini menilai jika pemerintah melakukan pembatasan BBM sejak awal, maka anggaran untuk subsidi BBM ini tidak akan meningkat. Sehingga, meskipun harga minyak dunia mengalami tren kenaikan, tetapi pemerintah tidak perlu menaikkan harga BBM.
"Sebenarnya tidak perlu dinaikkan harga BBM kalau pemerintah dari awal mau revisi Perpres 191 ini. Kami sudah sampaikan ke pemerintah untuk buat pembatasan, yang berhak saja yang dapat BBM subsidi," kata dia.
Sekarang, walaupun harga BBM sudah dinaikkan, Andre meminta pemerintah tetap memberikan batasan penggunaan BBM subsidi. Sebab tanpa pembatasan, subsidi pemerintah untuk BBM tetap akan jebol lagi.
Sebab mobil-mobil mewah masih memungkinkan untuk membeli bensin dengan harga murah. Termasuk truk-truk milik industri yang seharusnya tidak boleh menggunakan BBM subsidi.
"Termasuk truk-truk odol yang bawa batubara, CPO dari industri ke industri yang menguntungkan pemiliknya tapi minum solar subsidi. Makanya Perpres ini harus segera direvisi," pungkasnya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Pekerja Informal Paling Terdampak Kenaikan Harga BBM
Harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar naik pada 3 September 2022. Kenaikan harga BBM ini sangat berpengaruh kepada pekerja informal.
"Saya rasa paling terdampak pekerja informal," ujar Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng dalam Diskusi Publik Merespon Kenaikan BBM Subsidi di Jakarta, Kamis (8/9/2022).
Pekerja sektor informal sangat terpukul akibat kenaikan harga BBM disebabkan oleh minimnya program bantuan sosial sebagai kompensasi atas kenaikan BBM subsidi. Misalnya, bantuan subsidi upah yang dikhususkan untuk pekerja sektor formal dengan upah maksimal Rp 3,5 juta atau sesuai UMP masing-masing kabupaten dan kota.
Selain itu, kenaikan harga BBM subsidi juga ikut mengerek harga bahan pangan yang mulai terasa di sejumlah wilayah Indonesia. Kemudian, tarif angkutan umum juga ikut naik.
Padahal, kelompok pekerja sektor non informal memiliki pendapatan yang tidak menentu. Di sisi lain, inflasi diyakini terus akan mengalami peningkatan akibat kenaikan BBM subsidi.
Oleh karena itu, Ombudsman meminta pemerintah turut menaruh perhatian serius terhadap kelompok pekerja informal. Antara lain dengan memastikan program subsidi transportasi umum bagi daerah dapat segera berjalan. Hal ini demi membantu kelompok pekerja formal maupun nonformal ditengah kenaikan harga pangan.
"Jadi, kita harap Pemerintah memerhatikan betul bagaimana penerapan program subsidi transportasi itu bisa berjalan," tutupnya.