Liputan6.com, Malang - Aliansi Soeara Rakjat (Asuro) menggelar Aksi Kamisan di Kota Malang pada Kamis, 8 September 2022. Mereka mengenang 18 tahun pembunuhan Munir Said Thalib serta mendesak kasus itu ditetapkan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Massa Aksi Kamisan di Malang itu membawa poster bergambar wajah Munir. Serta poster tulisan menuntut pemerintah mengusut tuntas dalang pembunuhan aktivis HAM itu maupun berbagai kasus pelanggaran HAM berat lainnya.
Advertisement
Koordinator Asuro Malang, Axel Jhon Cafari, mengatakan pengusutan kasus Munir hanya berhenti pada aktor lapangan saja yakni Pollycarpus Budihari Priyanto yang dihukum 14 tahun penjara. Sedangkan aktor utama perancang kejahatan itu belum dihukum.
“Karena itu kasus Munir belum diusut sampai tuntas. Penyelesaian kasus ini jadi kepentingan kita bersama sebagai entitas bangsa,” katanya.
Fakta persidangan saat itu menunjukkan pembunuhan Munir terencana dan sistematis serta melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN). Karena itu pemerintah maupun Komnas HAM menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat.
“Kami mendesak Komnas HAM membuka dan menetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM Berat,” ujar Axel.
Selain Aksi Kamisan, para pegiat HAM di Malang juga menggelar serangkaian aksi refleksi seperti diskusi terbuka. Sementara itu, Komnas HAM beberapa hari lalu menyampaikan ke publik akan membentuk tim ad hoc untuk menyelidiki dugaan pelanggaran berat kasus Munir.
Tuntutan Asuro ke Pemerintah
Selain menggelar aksi refleksi 18 tahun pembunuhan Munir, massa Asuro Malang juga menyuarakan sejumlah tuntutan lainnya. Yakni mendesak pemerintah menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa lalu dan masa kini.
Deretan kasus pelanggaran HAM itu seperti peristiwa pembunuhan massal september 1965-1966, Penembakan Misterius (Petrus) 1982-1985. Peristiwa Talangsari Lampung 1998, Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II, Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Kerusuhan Mei 1998.
Peristiwa Simpang KKA Aceh 3 Mei 1999, Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003, Peristiwa Rumoh Geudong Aceh 1998, Peristiwa Paniai 2014, serta Peristiwa Wasior dan Wamena tahun 2001. Tindakan aparat dalam aksi demontrasi sepanjang 2019 silam juga sarat pelanggaran HAM.
Mereka juga menuntut Presiden Joko Widodo mencabut Keputusan Presiden tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM. Serta mendorong pemerintah mempercepat agenda reformasi birokrasi Polri.
Menuntut pemerintah melibatkan publik dalam penyusunan RKUHP serta menghapus pasal bermasalah dalam beleid itu. Massa juga meminta pemerintah membatalkan kebijakan penaikan harga BBM dan memberangus mafia Migas.
“Kami menolak rancangan Revisi UU TNI dan segala bentuk pengembalian dwi fungsi ABRI di Indonesia,” kata orator aksi Asuro.
Advertisement