Dibayangi Inflasi dan Resesi, Dunia Usaha Yakin Ekonomi RI Terus Membaik

Dunia tengah menghadapi situasi inflasi tinggi dan resesi ekonomi. Indonesia hingga saat ini masih mampu mejaga kestabilan ekonomi.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Sep 2022, 16:00 WIB
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Dunia tengah menghadapi situasi inflasi tinggi dan resesi ekonomi. Indonesia hingga saat ini masih mampu mejaga kestabilan ekonomi.

Hal ini didukung oleh sejumlah faktor, misalnya kebijakan Bank Indonesia yang berupaya menjaga kestabilan ekonomi dengan memutuskan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen. Aksi ini merupakan langkah mendahului sebelum lonjakan inflasi benar-benar terjadi bila harga bahan bakar minyak dinaikkan dan terjadi gejolak harga pangan.

Menjawab tantangan untuk keluar dari situasi yang belum menentu, PT Lautan Luas Tbk tetap optimis Indonesia akan mampu keluar dari situasi sulit kendati ada potensi ancaman inflasi tinggi.

Investor Relation LTLS Eurike Hadijaya menilai kenaikan suku bunga acuan BI di level 0,25 persen masih sesuai dengan ekspektasi pasar, sehingga dampaknya masih bisa dikelola.

“Kinerja semester I-2022, kami ditutup dengan peningkatan laba yang cukup signifkan, di mana kami dimana kami berhasil meningkatkan pendapatan dan mempertahankan marjin laba di tengah berbagai tantangan ekonomi global yang masih melambat. Kedepannya, kami akan terus memfokuskan penjualan kepada industri makanan dan minuman, Personal Home Care dan air,” jelas Eurike.

Pada paruh pertama tahun ini, LTLS mencatat pendapatan sebesar Rp 4,06 triliun, naik 32 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 3,07 triliun.

Perolehan laba bersih perseroan juga tumbuh menjadi Rp 181 miliar, naik 134 persen dari periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 77 miliar.

Untuk menjaga kinerja di sisa tahun ini, Eurike membeberkan bahwa LTLS akan meneruskan strategi pertumbuhan kinerja berkelanjutan yang telah dicanangkan di awal tahun. LTLS juga terus melihat peluang yang ada jelang akhir tahun.

 


Kenaikan Harga BBM

Ilustrasi subsidi BBM (Via: teropongbisnis.com)

Praktisi Pasar Modal Sunar Sutanto menjelaskan, bila ada kenaikan harga BBM subsidi maka tidak akan terlalu berpengaruh terhadap kinerja emiten sampai dengan akhir tahun ini.

“Menekan cost distribusi dengan menggunakan jasa pihak ketiga biasanya merupakan langkah yang strategis untuk menekan biaya Operasional,” jelas Sunar.

Dari laporan keuangan LTLS semester I-2022, beban Bongkar muat, pengiriman dan transportasi sebesar 5,62 persen terhadap keseluruhan beban pokok penjualan dan jasa.

“Jadi kenaikan harga BBM harusnya tidak signifikan pengaruhnya terhadap Nett Profit Margin dari LTLS,” jelasnya.


Harga Bensin Naik, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dalam Bahaya

Sejumlah kendaraan mengantri di SPBU kawasan Kuningan, Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah akhirnya menaikan harga BBM bersubsidi, Adapun harga BBM yang mengalami kenaikan yaitu Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, harga solar menjadi Rp 6.800 per liter dan Pertamax menjadi Rp 14.500 per liter. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, pemerintah masih belum memberikan keputusan resminya terkait wacana kenaikan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak bersubsidi. Sebaliknya pemerintah justru menambah anggaran bantuan sosial untuk masyarakat miskin sebesar Rp 24,17 triliun sebagai antisipasi kenaikan harga-harga di tingkat konsumen.

Ekonom INDEF, Nurul Huda meminta pemerintah tetap menjaga harga bensin atau BBM jenis Pertalite seperti sekarang yakni Rp 7.650 per liter. Meskipun dengan harga segitu pemerintah harus membayar kompensasi dan subsidi sebesar Rp 6.300 per liternya.

"Hemat saya, walaupun beban subsidi BBM cukup berat, saat ini sangat perlu untuk menjaga harga Pertalite," kata Huda kepada merdeka.com, Jakarta, Kamis (1/9).

Huda menilai kenaikan harga Pertalite bisa mengganggu tren pemulihan ekonomi nasional. Bahkan bisa menambah angka kemiskinan yang sudah turun di masa pandemi ini.

"Kalau harga Pertalite naik, bisa berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi kita yang tengah membaik. Dampak lainnya bisa menyebabkan kemiskinan meningkat," kata dia.

Dia menuturkan setiap negara memang memiliki kewenangan dalam memberikan kompensasi atau subsidi energi ke masyarakat. Tujuannya agar belanja pemerintah bisa mendorong kesejahteraan masyarakat.

Sebaliknya jika harga BBM dilepas ke pasar, masyarakat akan menghadapi ketidakpastian akibat fluktuasi harga minyak dunia. Ini berpotensi mendorong masyarakat terjebak dalam kemiskinan.

"Ketika harga tinggi seperti ini banyak masyarakat yang tadinya belum miskin, akan menjadi miskin. Maka menjaga daya beli dan menahan inflasi merupakan salah satu tugas dari pemerintah," katanya.


Kompensasi dan Subsidi

Petugas melakukan pengisian bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Kamis (30/6/2022). PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Patra Niaga, akan melakukan uji coba pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi, Pertalite dan Solar, secara terbatas bagi pengguna yang sudah terdaftar pada sistem MyPertamina, mulai 1 Juli mendatang. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Walau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk kompensasi dan subsidi energi kini telah mencapai Rp 502,4 triliun, namun pemerintah dinilai masih memiliki ruang fiskal untuk menambah anggaran. Mengingat dalam waktu yang bersamaan pemerintah mendapatkan windfall dari kenaikan harga sejumlah komoditas.

Selain itu, bisa juga merealokasi anggaran tidak produktif semisal anggaran pertahanan yang nilainya besar. Anggaran untuk infrastruktur bisa juga untuk dialihkan ke belanja subsidi maupun bantuan sosial.

"Ada juga Anggaran untuk Food Estate, IKN, ataupun KCJB bisa dialihkan ke subsidi. Tapi masalahnya apakah pemerintah mau untuk realokasi anggaran tersebut? Tentu tantangan realokasi anggaran ini sangat berat," ungkapnya.

Sehingga, kata Huda semua keputusan ada di pemerintah. Menurutnya keraguan pemerintah sekarang tidak terlepas dari janji politik Presiden Joko Widodo untuk tidak menaikkan harga bensin.

"Pak Jokowi juga terjebak 'janji' untuk tidak menaikkan harga Pertalite, jadi masyarakat pasti memberikan harapan Pertalite harganya tidak naik," pungkasnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com 

Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya