Liputan6.com, Jakarta - Satu unit mobil rata-rata menenggak bahan bakar minyak (BBM) 1.500 liter per tahun. Sedangkan untuk motor di kisaran 305 liter per tahun. Hal tersebut diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dalam akun instagram resminya.
"Saya menemukan data yang dihitung oleh industri kendaraan bermotor. Bisa kita semua bayangkan ketika dua jenis kendaraan ini kebanyakan menggunakan BBM subsidi, maka sudah pasti yang terjadi adalah membengkaknya subsidi BBM," tulis Luhut, dikutip dari instagram resmi @luhut.pandjaitan, Sabtu (10/9/2022).
Advertisement
Oleh karena itu, pemerintah menyiapkan strategi demi meredam kenaikan anggaran subsidi BBM. Salah satu strateginya yakni lewat percepatan adopsi penggunaan Electric Vehicle (EV) di Indonesia.
"Saya melihat tujuan besar selain untuk mengurangi emisi CO2 yang ditargetkan dapat turun sebesar 40 juta ton pada tahun 2030 mendatang hanya dari program ini. Anggaran subsidi BBM pada akhirnya bisa dialihkan ke sektor-sektor yang lebih bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat," kata dia.
Dia pun menyadari bahwa upaya yang akan dilakukan ini akan mempunyai beragama tantangan, mulai dari masalah perbedaan harga, regulasi hingga ketersediaan pilihan kendaraan.
"Untuk itu pemerintah saat ini sedang merumuskan berbagai kebijakan mengenai pemberian insentif bagi kendaraan EV roda dua dan empat," jelas Luhut.
Lebih lanjut, skema insentif yang akan diberikan masih dihitung bersama supaya dapat menemukan rumusan yang terbaik demi mendorong pertumbuhan pangsa pasar yang besar bagi percepatan adopsi kendaraan listrik di tanah air.
"Tak lupa saya juga ingatkan agara aturan yang dibuat nanti harus relevan pelaksanaanya karena program percepatan EV ini adalah komitmen bangsa untuk mengurangi subsidi dan juga tentunya menurunkan emisi karbon lewat transisi energi yang ramah lingkungan," tambahnya.
Tak Hanya Ramah Lingkungan, Kendaraan Listrik Juga Bisa Kurangi Impor Bensin
Perkembangan kendaraan listrik di Indonesia terus dipacu oleh pemerintah, baik melalui regulasi ataupun insentif. Bahkan, beberapa pabrikan roda empat di Tanah Air, sudah banyak yang meluncurkan beragaram model elektrik, seperti hybrid, plug-in hybrid (PHEV), ataupun baterai murni.
Bahkan, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengungkap, kehadiran kendaraan listrik berbasis baterai ini menjadi salah satu solusi untuk mengurangi impor bensin yang saat ini telah mencapai 40 hingga 50 persen.
“Kebijakan untuk energi nasional yaitu mengurangi impor bensin yang sekarang itu sudah 40-50 persen, itu salah satunya dengan kendaraan listrik, khususnya motor listrik,” kata Djoko di Kawasan Industri, seperti disitat dari Antara, ditulis Minggu (28/8/2022).
Lanjutnya, kendaraan listrik memang bisa menjadi solusi atas permasalahaan subsidi bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.
“Kendaraan listrik bisa menghemat subsidi sekitar 0,6 triliun per tahun. Tapi kita tahu bahwa sekarang BBM itu naik harganya di internasional, angkanya bisa mencapai subsidinya itu Rp 500 triliun, ini (data) dibuat pada tahun 2020 sebelum harga BBM naik,” katanya.
Advertisement
Target
Menurut Djoko, pemerintah sebetulnya memiliki target untuk tidak impor bensin lagi pada tahun 2027, namun kemungkinan target tersebut mundur hingga 2030 karena hambatan pandemi.
“Kalau kita lihat angkanya sudah 21 ribu kendaraan (listrik) dan kita punya target 100 ribu (kendaraan listrik) di tahun ini. Tentunya itu (kehadiran kendaraan listrik) akan mengurangi nanti di 2025-2030 sekitar 300 ribu barrel oil per day. 300 ribu barrel bensin akan berkurang, otomatis kan subsidinya akan berkurang,” kata Djoko.
Sementara itu jika dilihat dari sisi masyarakat, ia mengatakan dapat melakukan penghematan biaya bahan bakar sekitar Rp100 ribu per bulan untuk motor listrik dan Rp320 ribu per bulan untuk mobil listrik.
Reporter: Siti Ayu Rachma
Sumber: Merdeka.com