Penjelasan Badan Geologi ESDM Penyebab Gempa Beruntun di Kepulauan Mentawai

Kejadian gempa ini diakibatkan oleh aktivitas zona penunjaman dengan mekanisme sesar naik berarah barat laut-tenggara.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 11 Sep 2022, 19:16 WIB
Gempa bumi bermagnitudo 6,1 mengguncang wilayah Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. (Dok BMKG)

Liputan6.com, Bandung - Gempa bermagnitudo 6,1 dan 5,4 bergantian mengguncang Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, pada Minggu (11/9/2022). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut, gempa magnitudo 6,1 terjadi pada pukul 06.10 WIB pada kedalaman 10 kilometer (KM).

Sedangkan, gempa susulan terjadi selisih 14 menit kemudian atau tepatnya pada pukul 06.24 WIB dengan kekuatan magnitudo 5,4 pada kedalaman 11 km. Kedua gempa itu tidak berpotensi tsunami.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono menjelaskan, berdasarkan lokasi pusat gempa, kedalaman dan data mekanisme sumber dari USGS Amerika Serikat dan GFZ Jerman, dan BMKG, kejadian gempa ini diakibatkan oleh aktivitas zona penunjaman dengan mekanisme sesar naik berarah barat laut-tenggara.

"Data mekanisme sumber GFZ Jerman memperlihatkan bahwa sesar naik tersebut mempunyai sudut landai (low angle) dengan kedudukan N 299 E, dip 14 dan slip 79," kata Eko dalam keterangan tertulis, Minggu (11/9/2022).

Lanjut Eko, kondisi geologi daerah terdekat dengan lokasi pusat gempa adalah Pulau Siberut bagian barat laut, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat.

Eko memaparkan, morfologi Pulau Siberut merupakan perbukitan bergelombang hingga terjal yang dikelilingi dataran pantai. Daerah tersebut pada umumnya tersusun oleh batuan berumur pra tersier berupa batuan metamorf dan meta sedimen, batuan berumur tersier berupa batuan sedimen, dan endapan Kuarter berupa endapan aluvial pantai, sungai, rawa dan batugamping koral.

"Sebagian batuan berumur pra tersier dan tersier tersebut telah mengalami pelapukan. Endapan Kuarter dan batuan berumur pra tersier dan tersier yang telah mengalami pelapukan bersifat lunak, lepas, belum kompak (unconsolidated) dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan gempa bumi," ujarnya.

Selain itu pada morfologi perbukitan terjal yang tersusun oleh batuan yang telah mengalami pelapukan berpotensi terjadi gerakan tanah yang dapat dipicu oleh guncangan gempa bumi kuat dan curah hujan tinggi.

Menurut data Badan Geologi, sebaran permukiman penduduk yang terlanda guncangan gempa terletak pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) gempa menengah hingga tinggi. Kejadian gempa ini tidak menyebabkan tsunami meskipun lokasi pusat gempa terletak di laut, namun tidak mengakibatkan terjadinya deformasi bawah laut yang dapat memicu kejadian tsunami.

"Menurut data Badan Geologi, wilayah pantai barat Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Provinsi Sumatera Barat tergolong rawan bencana tsunami dengan potensi tinggi tsunami di garis pantai lebih dari 3 meter," tutur Eko.

Masyarakat diimbau untuk tetap tenang, mengikuti arahan serta informasi dari petugas BPBD setempat, dan tetap waspada dengan kejadian gempa bumi susulan. Jangan terpancing oleh isu yang tidak bertanggung jawab tentang gempa bumi dan tsunami.

Saksikan Video Pilihan Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya