Adaro Energy Targetkan Smelter Aluminium Debut Awal 2025

Chief Financial Officer PT Adaro Energy Indonesia Tbk, Lie Lukman mengatakan, kebutuhan investasi untuk proyek smelter mencapai USD 2 miliar.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 12 Sep 2022, 17:22 WIB
Ilustrasi PT Adaro Energy Tbk (Foto: Dok PT Adaro Energy Tbk)

Liputan6.com, Jakarta - PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) melalui entitas anak, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) tengah garap proyek smelter aluminium di Kalimantan Utara (Kaltara).

Untuk fase pertama, proyek tersebut memiliki kapasitas produksi 500.000 ton per tahun, diperkirakan mulai beroperasi pada 2025 mendatang.

“Pembangunan smelter aluminium Kaltara fase pertama diperkirakan mulai operasi komersil di kuartal I 2025,” ungkap Sekertaris Perusahaan PT Adaro Energy Indonesia Tbk, Mahardika Putranto dalam Public Expose Live 2022, Senin (12/9/2022).

Adapun fase II juga memiliki kapasitas 500.000 yang direncanakan dapat beroperasi pada kuartal IV 2026. Sementara fase akhir diperkirakan rampung pada kuartal IV 2029, dan direncanakan menggunakan PLTA sebagai sumber dayanya.

Mahardika mengatakan, perseroan saat ini berada pada posisi yang tepat dan memiliki kemampuan untuk menangkap peluang di ekonomi hijau. Di mana dari sisi neraca keuangan masih cukup kuat, didukung sumber daya yang kompeten di bidang pertambangan.

“Kami bersyukur memiliki neraca dan kemampuan keuangan yang kuat, didukung oleh pengalaman dan pengetahun di sektor prtmabangan di mana Adaro memiliki rekam jejak yang kuat dalam mengembangkan dan mengoperasikan proyek besar dan kompleks. Ditambah kami memiliki pemegang saham dan tim manajemen yang sudah sangat berpengalaman,” jelas dia.

Chief Financial Officer PT Adaro Energy Indonesia Tbk, Lie Lukman mengatakan, kebutuhan investasi untuk proyek ini mencapai USD 2 miliar. Di mana selain smelter untuk pengolahan alumina menjadi aluminium, perseroan juga harus embangun power plant dan jetty.

“Jadi ada 3 hal yang paling signifikan yang harus kita bangun. Kebutuhan total, sebenarnya masih dalam tahap perhitungan karena proyek ini masih dalam tahap awal. Kebutuhan total project sekitar USD 2 miliar. Itu untuk tahap pertama,” kata dia.

 


Optimistis Penjualan Batu Bara hingga Akhir 2022

Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten, Kamis (21/10/2021). Ekspor batu bara menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi mencapai 70,33 persen dan kenaikan hingga 168,89 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, PT Adaro Energy Indonesia (ADRO) optimistis penjualan batu bara pada semester II 2022 masih akan tinggi.

Keyakinan itu didukung perkiraan kebutuhan yang masih tinggi jelang musim dingin. Pada saat bersamaan, Direktur Pemasaran PT Adaro Indonesia Tbk, Hendri Tan mencermati permintaan batu bara dari Eropa akan meningkat, sehubungan dengan terbatasnya pasokan gas ke Eropa dari Rusia.

“Memasuki musim dingin ini juga jadi perhatian pemerintah di berbagai negara. Dan ini akan meningkatkan permintaan batu bara mendekati musim dingin akhir tahun ini,” kata dia dalam Public Expose Live 2022, Senin (12/9/2022).

Chief Financial Officer PT Adaro Energy Indonesia Tbk, Lie Lukman mengakui, pendapatan perseroan sampai dengan akhir tahun tergantung pada harga batu bara.

Meski begitu, perseroan juga berupaya mengoptimalkan dari sisi produksi untuk memaksimalkan pendapatan perseroan hingga akhir tahun. Di mana perseroan berusaha untuk bisa mencapai target produksi yang sudah ditentukan, yaitu 58—60 juta ton untuk tahun ini.

 


Produksi

Batu bara dimuat ke truk di Pelabuhan Karya Citra Nusantara (KCN) Marunda, Jakarta, 17 Januari 2022. Indonesia melonggarkan larangan ekspor batu bara. (ADEK BERRY/AFP)

“Kami akan fokus pada apa yang kami bisa kontrol, apa yang bisa kami siapkan di lapangan. Misalnya infrastruktur dan alat produksi yang cukup sehingga target bisa kami capai. Sedangkan untuk harga batu bara sendiri masih cukup kuat. Jadi secara garis besar kami optimis untuk paruh kedua tahun ini,” kata Lukman.

Adaro Energy Indonesia berhasil meningkatkan produksi sebesar 6 persen yoy pada semester I 2022, menjadi 28 juta ton dari 26,5 juta ton pada semester I 2021. Peningkatan produksi membantu kenaikan penjualan batu bara sebesar 7 persen menjadi 27,5 juta ton pada semester I 2021 dari 25,8 juta ton pada periode yang sama tahun lalu.

Sejalan dengan itu, pendapatan perseroan tumbuh 126,61 persen menjadi USD 3,54 miliar atau sekitar Rp 52,69 triliun dari USD 1,56 miliar pada semester I 2021. Alhasil, perseroan berhasil mengantongi laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD 1,21 miliar, naik 613,48 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar USD 169,96 juta.

 


Realisasi Belanja Modal

Batu bara dimuat ke truk di Pelabuhan Karya Citra Nusantara (KCN) Marunda, Jakarta, 17 Januari 2022. Indonesia melonggarkan larangan ekspor batu bara. (ADEK BERRY/AFP)

Sebelumnya, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) telah merealisasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar USD 157 juta atau sekitar Rp 2,33 triliun (kurs Rp 14.847,90 per USD). Chief Financial Official Adaro Energy Indonesia (ADRO) Lie Lukman mengatakan, sebagian besar belanja modal dialokasikan untuk peremajaan alat produksi.

“Realisasi sampai semester I 2022 itu USD 157 juta. Di mana rinciannya kebanyakan digunakan untuk peremajaan alat produksi dan penambahan alat produksi yang baru,” kata dia dalam konferensi pers usai Public Expose Live 2022, Senin (12/9/2022).

Dalam perhitungannya, peremajaan dan pengadaan alat baru tidak bisa dilakukan serta merta. Sehingga tahun depan perseroan juga akan mengalokasikan sebagian besar belanja modal untuk kebutuhan tersebut. Sayangnya, Lukman tak menyebutkan berapa total belanja modal yang disiapkan untuk tahun depan.

Sementara untuk tahun ini, perseroan menyiapkan belanja modal sekitar USD 300 juta—450 juta. Angka itu naik sekitar dua kali lipat dibandingkan realisasi belanja modal pada 2021 sebesar USD 193 juta. Selain untuk peremajaan alat produksi, belanja modal juga dialokasikan untuk ekspansi ke bisnis energi terbarukan.

“Untuk bertransformasi ke energi terbarukan, di mana kita juga mau masuk ke mineral, tentu kita membutuhkan capex yang cukup besar. Namun kami masih menghitung berapa dana capex yang diperlukan,” ungkap Lukman.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya