Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Edy Mulyadi hukuman 7 bulan 15 hari penjara atas kasus ujaran kebencian terkait pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan.
Dengan putusan tersebut, maka majelis hakim memerintahkan kepada jaksa penuntut umum (JPU) untuk segera mengeluarkan Edy Mulyadi dari penjara. Sebab, masa penahanan Edy telah memenuhi hukuman.
Baca Juga
Advertisement
“Memerintahkan terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan,” ujar hakim ketua Adeng AK dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, Senin (12/9/2022).
Dalam kasus ujaran kebencian mengenai pemindahan IKN ke Kalimantan yang disebut sebagai 'Tempat Jin Buang Anak', Edy Mulyadi dinyatakan bersalah melanggar Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Namun majelis hakim mengeluarkan putusan agar Edy segera dikeluarkan dari penjara, lantaran masa penahanan yang bersangkutan telah terhitung sama dengan masa hukuman penjara yang dijatuhkan.
Oleh sebab itu, majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum agar segera mengeluarkan Edy dari dalam tahanan.
"Karena masa pidana yang akan dijatuhkan terhadap terdakwa sama dengan masa penangkapan atau penahanan yang telah dijalani terdakwa maka perlu diperintahkan agar terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan," kata hakim.
Vonis Lebih Ringan Dari Tuntutan
Adapun dalam vonis kasus ini, Edy Mulyadi mendapatkan hukuman lebih ringan ketimbang tuntutan dari Jaksa penuntut umum dengan hukuman empat tahun penjara.
Walaupun dalam vonis itu, Majelis hakim PN Jakarta Pusat tetap menilai, Edy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Edy Mulyadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbuatan menyiarkan kabar yang tidak pasti atau tidak lengkap sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut menduga kabar demikian dapat menimbulkan keonaran di masyarakat ,” ujar hakim ketua Adeng AK dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, Senin (12/9).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yakni 7 bulan 15 hari" kata hakim.
Majelis hakim menilai, Edy hanya terbukti menyiarkan berita yang tidak pasti dan dapat menimbulkan keonaran di masyarakat. Menurut hakim, pegiat media sosial itu terbukti melanggar Pasal 15 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 mengenai kabar angin atau kabar yang tidak pasti.
Dakwaan Edy Mulyadi
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa Edy Mulyadi karena dianggap telah menyebarkan berita yang membuat keonaran di masyarakat. Perbuatan itu terkait pernyataannya mengenai lokasi Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan yang disebut sebagai tempat jin buang anak.
"Menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong," kata JPU dalam sidang, Selasa, (10/5).
Menurut jaksa, perbuatan itu dilakukan Edy ketika menjadi pembicara dalam acara konferensi pers yang digelar LSM Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat (KPAU) di Hotel 101 Urban Thamrin, Jakarta Pusat. Dia juga menyebarkan sejumlah pernyataan kontroversial melalui akun YouTube miliknya 'Bang Edy Channel'.
Akun tersebut sudah memiliki ratusan ribu subscriber. Lalu, sudah mendapat plakat penghargaan berupa Silver Play Button. Edy disebut mengeruk keuntungan dari akun YouTube tersebut. Akun YouTube itu disebut di bawah naungan Forum News Network (FNN) yang belum terdaftar di Dewan Pers.
"Sekalipun Bang Edy Channel tak terdaftar di Dewan Pers tapi akun tersebut rutin mengunggah berita dan rutin mengulas pendapat kebijakan pemerintah yang tendensius," ujar Edy.
Atas hal itu, Edy didakwa dengan Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2) atau Pasal 15 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Jaksa juga mendakwa dengan pasal alternatif yakni Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau Pasal 156 KUHP.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Merdeka.com
Advertisement