Liputan6.com, Jakarta - Sekjen Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (PP Hikmahbudhi), Ravindra, mengharapkan agar kebijakan menghentikan ekspor dipertimbangkan kembali, mengingat masih banyak hal yang harus dipersiapkan oleh pemerintah.
Pemerintah mewacanakan akan menghentikan ekspor timah pada awal tahun 2023 mendatang. Namun hal itu menuai banyak kendala, mulai dari belum siapnya industri hilir, potensi hilangnya penerimaan negara, hingga masyarakat yang akan kehilangan pekerjaan.
Advertisement
“Menyetop ekspor timah ini dapat berimbas turunnya penerimaan negara. Program hilirisasi juga belum terlalu tampak hasilnya. Untuk itu sebelum ada kejelasan terkait industri hilir dari timah, ada baiknya pemerintah mempertimbangkan kebijakan ini. Apalagi banyak sekali rakyat yang bergantung pada sektor ini," kata Ravindra dalam keterangan pers diterima, Selasa (13/9/2022).
Dia melanjutkan, roadmap hilirisasi harus dipercepat oleh pemerintah. Mengundang investor untuk membangun pabrik di Indonesia, termasuk ke bisnis pengolahan. Sehingga, hal itu mampu menjadikan Indonesia sebagai raksasa timah dunia dan mendorong kesejahteraan masyarakat.
"Saya berharap Komisi VII DPR-RI dapat memberikan informasi yang utuh dan komprehensif kepada Presiden melalui Kementerian ESDM agar kebijakan penghentian ekspor tersebut dapat dikaji ulang dengan memperhatikan infrastruktur hilirisasi sebelum kebijakan tersebut diketuk,” harap dia.
Nasib Penambang Kecil
Terakhir, Ravindra juga ingin publik melihat nasib penambang kecil dan mereka yang bekerja di industri ini juga bisa terdampak.
“Kasihan masyarakat dan penambang kecil, sebab tak hanya berdampak kepada akan munculnya penambangan ilegal, wacana Export Ban (Larangan Ekspor) juga akan berpengaruh pada peningkatan pengangguran dan hancurnya PAD daerah2 penghasil Timah di Indonesia," dia menutup.
Advertisement