Liputan6.com, Moskow - Rusia masih terjerat sanksi internasional sejak menyerang Ukraina pada Februari 2022. Namun, Presiden Rusia Vladimir Putin percaya diri bahwa negaranya berhasil menghadang serangan-serangan ekonomi.
Presiden Vladimir Putin mendeskripsikan sanksi-sanksi tersebut sebagai perang kilat (blitzkrieg) di bidang ekonomi.
Baca Juga
Advertisement
"Saya ingin menekankan sekali lagi bahwa Rusia dengan percaya diri bertahan dari tekanan eksternal yang mungkin bisa dibilang agresi finansial dan teknologi dari beberapa negara," ujar Presiden Putin dikutip media pemerintah Rusia, TASS, Selasa (13/9/2022).
"Taktik blitzkrieg ekonomi ini tidak berfungsi. Ini sudah jelas bagi semua orang dan bagi mereka," ujar Putin.
Saat ini, inflasi di Rusia sedang sangat tinggi. Pada Agustus 2022, Bank of Russia mencatat inflasi 14,3 persen. Angka itu sedikit menurun dari beberapa bulan sebelumnya ketika inflasi bulanan sempat tebus 17 persen pada April-Mei 2022.
Berdasarkan data Trading Economics, inflasi di Rusia meroket usai invasi dimulai pada Pada Januari 2022, inflasi masih 8,73 persen, kemudian meroket jadi 16,7 persen pada Maret 2022.
Presiden Rusia Vladimir Putin berkata negaranya telah menerapkan sejumlah tindakan perlindungan untuk industri-industri kunci, perusahaan, serta bisnis-bisnis kecil dan menengah.
Pada awal September 2022, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva yang baru mudik ke Rusia berkata situasi ekonomi di Moskow baik-baik saja, meski ada sanksi ekonomi.
Sementara, kondisi perang Ukraina masih panas. Pada pekan kedua September 2022, Ukraina berhasil menyerang kota Kharkiv dan memukul mundur tentara Rusia.
Jokowi Pertimbangkan Pilihan Beli Minyak Rusia di Tengah Kenaikan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan jika Indonesia melihat semua opsi terkait kemungkinan untuk bergabung dengan ekonomi Asia lainnya termasuk India dan China untuk membeli minyak Rusia demi mengimbangi melonjaknya biaya energi.
Indonesia belum mengimpor minyak dalam jumlah besar dari Rusia selama bertahun-tahun, tetapi pemerintah Jokowi berada di bawah tekanan yang meningkat untuk mengekang kenaikan biaya setelah dipaksa untuk menaikkan beberapa harga bahan bakar hingga 30 persen bulan ini.
Setiap langkah untuk membeli minyak Rusia dengan harga di atas batas yang ditetapkan oleh negara-negara G7 dapat membuat Indonesia rentan terhadap sanksi AS karena bersiap untuk menjadi tuan rumah KTT G20 di Bali pada bulan November. Jokowi telah mengundang para pemimpin dunia termasuk Vladimir Putin dari Rusia dan Volodymyr Zelenskyy dari Ukraina ke pertemuan tersebut.
“Kami selalu memantau semua opsi. Jika ada negara [dan] mereka memberikan harga yang lebih baik, tentu saja,” kata Widodo dalam wawancara dengan Financial Times menanggapi pertanyaan apakah Indonesia akan membeli minyak Rusia, Senin (12/9).
“Ada kewajiban bagi pemerintah untuk mencari berbagai sumber untuk memenuhi kebutuhan energi rakyatnya. Kami ingin mencari solusi,” tambah dia.
Komentar Jokowi menggarisbawahi kesulitan bagi banyak negara ketika mereka mencoba menavigasi geopolitik dan krisis energi yang melanda rumah tangga dan bisnis di seluruh dunia.
Indonesia, ekonomi terbesar di Asia Tenggara, telah lama mengikuti kebijakan non-alignment dengan negara adidaya.
Presiden Jokowi sempat mengunjungi Moskow dan Kyiv pada bulan Juni, hanya beberapa bulan setelah invasi Rusia ke Ukraina pada bulan Februari, untuk secara pribadi mengundang para pemimpin mereka ke KTT G20.
Advertisement
G7 Ingin Terapkan Price Cap
Negara-negara G7 sedang melaksanakan kampanye price cap terhadap penjualan barel minyak Rusia. Pihak Amerika Serikat (AS) berkata kebijakan itu bisa menguntungkan bagi para negara berkembang.
Salah satu motif dari price cap itu adalah supaya Rusia tidak bisa mendapatkan uang untuk mendanai perang mereka di Ukraina. Pejabat kementerian keuangan AS juga percaya ini bisa membuat ekonomi dunia lebih stabil.
"Jika G7 tidak menerapkan kebijakan price cap ini, kami mengantisipasi terjadinya kenaikan harga global yang signifikan yang akan merugikan para konsumen dan bisnis di seluruh dunia dan banyak negara tempat kalian berada," ujar Asisten Sekretaris untuk Pendanaan Teroris dan Kejahatan Finansial di Kementerian Luar Negeri AS Elizabeth Rosenberg dalam teleconference Jumat (9/9/2022).
Rosenberg berkata G7 bisa memakai kebijakan price cap lewat perusahaan asuransi pengiriman minyak dari negara-negara G7. Negara yang membeli di tak berdasarkan price cap dapat diminta melakukan penyesuaian.
Menurut artikel Carnegie Endowment for International Peace, negara-negara G7 dan koalisinya memang mengendalikan pasar asuransi, meski Rusia sedang berusaha membuat asuransinya sendiri.
Lebih lanjut, Rosenberg berkata G7 belum menentukan batas price cap. Pertemuan akan dilakukan dalam beberapa pekan ke depan, serta aturan berpotensi diumumkan di akhir 2022.
Menguntungkan
Pihak Kementerian Energi AS berkata bahwa kebijakan price cap ke minyak Rusia bakal menguntungkan bagi negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Mereka bakal jadi punya daya tawar agar mendapat harga terbaik.
"Kami berharap negara-negara berpendapatan rendah dan menengah dapat membeli minyak-minyak murah Rusia di bawah sistem baru ini," Ben Harris, Konselor Menteri Energi AS.
Harris juga berkata negara-negara berkembang tidak perlu secara formal mengikuti koalisi price cap bersama G7, namun kebijakan ini tetap bisa menguntungkan mereka sebagai leverage saat membeli minyak Rusia.
Terkait Rusia yang sudah diskon minyak hingga 30 persen, Harris menilai itu pertanda bahwa Rusia sedang gelisah.
"Kami sudah melihat laporan-laporan publik bahwa Rusia menawarkan kontrak-kontrak jangka panjang dengan diskon signifikan 30 persen atau lebih, sebab mereka takut pada price cap. Ini berarti price cap berfungsi sebagaimana negara-negara memakai ini sebagai cara menawar dengan Rusia tanpa secara formal bergabung ke koalisi," ujar Ben Harris.
Dubes Rusia Tolak Price Cap
Pada Selasa (6/9), Komisioner Energi Kadri Simson dari Komisi Eropa juga mempromosikan agar negara-negara dunia menerapkan price cap jika ingin membeli minyak dari Rusia. Simson juga berharap Indonesia menerapkan kebijakan tersebut.
Menjawab hal tersebut, Dubes Rusia berkata tidak akan menjual minyak ke pihak-pihak yang lakukan price cap. Selain itu, price cap dinilai melanggar regulasi hukum dari World Trade Organization (WTO).
"Jika kamu ingin price cap, kita tidak menjual kepadamu minyak," ujar Dubes Lyudmila Vorobieva di rumah dinasnya, Jakarta, Rabu (7/9/2022). "Harganya harus dinegosiasi atau harus berdasarkan kontrak."
Jika Indonesia tidak mau beli, Dubes Rusia berkata itu tidak masalah, sebab ia menyebut masih banyak calon peminat minyak dari Rusia.
Advertisement