Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempertimbangkan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit. Program ini telah mengalami beberapa kali perpanjangan, dan rencananya berakhir pada Maret 2023 mendatang.
Melihat berbagai situasi di lapangan, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Ogi Prastimiyono mengatakan ada kemungkinan diperpanjang. Namun, di sisi lain, masih mempertimbangkan kondisi industri di lapangan.
Advertisement
Misalnya, mengacu pada tingkat Non performing finance (NPF) atau risiko pembiayaan kredit yang turun. Artinya, jika demikian dirasa tak perlu lagi ada perpanjangan restrukturisasi kredit.
"Tinggal yang ditunggu ini relaksasi diperpanjang atau diapain? Tunggu saja dulu," kata dia dalam Konferensi Pers di Gedung OJK, Wisma Mulia 2, Jakarta, Selasa (13/9/2022).
Pada acara yang sama Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W Budiawan mengatakan masih ada kajian yang dilakukan pada konteks ini. Misalnya, terkait dengan pro dan kontra dari pelaksanaan kebijakan tersebut.
"Terus terang Kami sedang mengkaji potensi perpanjangan kebijakan, jadi kita lihat dari sisi fungsinya perusahaan pembiayaan itu 80 persen dari perbankan, jadi kalau mereka restruc pasti di multifinance jadi akan restrukturisasi," terang dia.
Menurut datanya, sejak awal tahun besaran restrukturisasi kredit perbankan hingga saat ini mencapai Rp 22,1 triliun, dengan 650 ribu kontrak. Angka ini turun 55 persen dari Rp 46,1 triliun dengan 2,68 juta nasabah di tahun lalu.
Penurunan Angka Restrukturisasi
Sementara, dari sisi industri juga menurutnya ada gejala penurunan angka resktrukturisasi kredit. Artinya kemampuannya sudah lebih baik seiring pemulihan ekonomi pasca Covid-19.
"Kebanyakan kalau kita survei untuk industri itu tidak, mereka sebetulnya gejalanya semakin baik. Dan akhir tahun ini dan semester II ini keliahatan membaik," kata dia.
"Tetapi, Kebijakan relaksasi yang terkandung dalam kebujakan coinfer cyclival tahun lalu, ada beberapa yang jadi masukan kepada kami. Exposure pembiayaan UMKM, kalau bisa diperbesar sehingga bisnis oembiayaan tumbuh," terangnya.
Bambang kembali menegaskan kalau pro dan kontra soal kebijakan ini perlu diperhatikan secara serius. Dari penuturannya, kebijakan ini cenderung tak akan diperpanjang.
"Kita akan kihat sebenarnya, Kalau diperpanjang potensi pros and cons (pro-kontra) daripada diperpanjang atau tidak itu harus dikaji. Kalau diperpanjang seolah dampak pandemi berkepanjangan seperti itu, dan itu tidak bagus buat perusahaan," bebernya.
Advertisement
Kaji Perpanjangan
Diberitakan sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini sedang mempertimbangkan perpanjangan program restrukturisasi kredit dampak pandemi covid-19 yang seharusnya berakhir pada Maret 2023.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, menyampaikan dalam mempertimbangkan rencana tersebut. OJK berencana akan melakukan pendekatan yang berbeda yaitu perpanjangan restrukturisasi kredit dikhususkan untuk sektor-sektor tertentu yang masih membutuhkan pemulihan.
"Dalam melakukan restrukturisasi, kita tidak akan melakukannya secara across the board, tidak akan secara langsung memperpanjang. Akan kita lihat per sektornya seperti apa, segmentasi pasarnya seperti apa dan juga secara geografis seperti apa," kata Dian dalam konferensi pers perkembangan industri perbankan terkini, Selasa (6/9/2022).
"Mengenai restrukturisasi, kita memang konsen di beberapa sektor tertentu seperti akomodasi, makanan dan minuman, perhotelan, real estate, dan yang lain. Saya kira itu indikasi yang cukup kuat, memang sektor-sektor tertentu itu masih membutuhkan waktu untuk recovery," ujarnya.
Kinerja Ekonomi
Disisi lain, OJK juga akan melihat kinerja ekonomi secara keseluruhan dilihat bagaimana kondisi dari demografi dan geografinya secara per wilayah.
"Misalnya, karena Bali sangat tergantung pada sektor pariwisata dan semua yang terkait dengan pariwisata itu kena, tentu itu salah satu contoh pertimbangan. Tetapi tentu saya tidak akan mendahului, tunggu dulu hasil riset sampai selesai," kata Dian.
mencatat per Juli 2022, UMKM memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi pertumbuhan kredit perbankan. Kredit UMKM tumbuh signifikan sebesar 18,08 persen secara tahunan, di atas pertumbuhan total kredit sebesar 10,71 persen.
"Hal tersebut membuat porsi kredit UMKM terhadap total kredit menjadi lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi. Total kredit UMKM per Juli 2022 mencapai Rp 1.299,4 triliun atau 21 persen dari total kredit perbankan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, dalam Konferensi pers Kebijakan Strategis Pengawasan Perbankan OJK, Selasa (6/9/2022).
Advertisement