Anggaran Subsidi Energi 2023 Ditambah Rp 1,3 Triliun, Pertalite Tak Termasuk

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta tambahan anggaran subsidi energi sebesar Rp 1,3 triliun untuk alokasi di 2023 kepada Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 14 Sep 2022, 14:19 WIB
Ilustrasi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta tambahan anggaran subsidi energi sebesar Rp 1,3 triliun untuk alokasi di 2023 kepada Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Rinciannya, tambahan dana sekitar Rp 0,6 triliun untuk subsidi BBM jenis Solar dan minyak tanah. LPG 3 kg juga dimintai subsidi tambahan sekitar Rp 0,4 triliun, dan subsidi listrik sekitar Rp 0,3 triliun. (Copyright foto: Pexels.com/Skitter Photo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta tambahan anggaran subsidi energi sebesar Rp 1,3 triliun untuk alokasi di 2023 kepada Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.

Rinciannya, tambahan dana sekitar Rp 0,6 triliun untuk subsidi BBM jenis Solar dan minyak tanah. LPG 3 kg juga dimintai subsidi tambahan sekitar Rp 0,4 triliun, dan subsidi listrik sekitar Rp 0,3 triliun.

Sri Mulyani menyatakan, usulan itu murni untuk menambah alokasi subsidi energi pada tahun depan. Tidak termasuk untuk pembayaran kompensasi kepada badan usaha yang dapat penugasan seperti PT Pertamina (Persero).

Dalam hal ini, bendahara negara juga tidak menyebut adanya anggaran subsidi tambahan untuk Pertalite yang kini menjadi Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP).

"Kompensasi belum, tadi kan hanya subsidi saya sampaikan. Karena kompensasi tadi dilihat kan tidak ada Pertalite. Itu hanya sampai Solar yang jadi bahan bakar kena subsidi," terang Sri Mulyani usai rapat kerja bersama Banggar DPR RI, Rabu (14/9/2022).

Lebih lanjut, ia lantas memaparkan sejumlah alasan kenapa pemerintah meminta adanya tambahan anggaran subsidi tersebut. Beberapa komponen jadi perhitungan, termasuk konsumsi BBM dan daya listrik.

"Pertama, sama seperti dengan BBM, ada perubahan dari kurs, ada perubahan dari volume penggunaan, dari listriknya. Itu yang akan menentukan berapa kemudian subsidi yang harus dibayarkan," bebernya.

"Terutama untuk kelompok-kelompok yang mendapatkan subsidi, dan hampir semua tarif di listrik. Itu semuanya ada unsur-unsurnya," pungkas Sri Mulyani.

 

 


Jokowi Hitung Kenaikan Harga BBM Bikin Inflasi Melambung 1,8 Persen

Presiden Joko Widodo atau Jokowi angkat bicara mengenai kepastian kenaikan harga BBM Subsidi. Ia menegaskan, soal ini masih dilakukan penghitungan. (Sumber: YouTube Sekretariat Presiden)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa situasi saat ini masih belum normal. Masih ada tantangan yang harus dihadapi sebagai dampak dari pandemi Covid-19, perang antara Ukraina dan Rusia dan lainnya. Semuanya itu mengakibatkan krisis pangan, krisis energi hingga krisis keuangan.

Di beberapa negara, harga bahan bakar minyak (BBM) sudah berada di angka Rp 17.000 per liter hingga Rp 30.000 per liter. Bahkan harga gas di Eropa naik 6 kali hingga 7 kali lipat dari kondisi normal.

Oleh karena itu, ia melihat langkah kenaikan harga BBM di Indonesia tidak bisa dicegah lagi. Subsidi BBM yang sudah membengkak ini tidak bisa dibiarkan terus membengkak. "Kita tahan-tahan saat itu subsidi BBM kita agar tidak membengkak lagi ternyata tidak bisa kita lakukan," ujar Jokowi, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/9/2022).

Dia membeberkan sebelumnya subsidi BBM sebesar Rp 152 triliun kemudian naik 3 kali lebih menjadi Rp 502 triliun. Namun demikian diperkirakan subsidi BBM akan habis di Oktober 2022.

"Setelah kita lihat lebih detail itu kuota subsidinya hanya untuk 23 juta kl Pertalite dan 15,1 juta kl untuk Solar dan setelah dikalkulasi ini hanya bisa sampai pada awal Oktober. Kalau sampai akhir tahun sampai akhir Desember kebutuhan kita menjadi 29,1 juta kl untuk Pertalite da 17,4 kl untuk Solar ini estimasi akan kuran," jelas dia.

Oleh karena itu ada penyesuaian harga BBM, Jokowi meminta kepada jajarannya yakni provinsi kabupaten dan kota untuk ikut serta secara detail bersama pemerintah pusat membantu masyarakat yang terdampak karena kenaikan harga BBM ini.

"Saya kira bapak ibu sudah tahu semuanya, dan untuk membantu adanya kenaikan BBM ini saya minta bersama pemerintah pusat membantu yang terdampak," kata dia.


Inflasi

Petugas melakukan pengisian bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Kamis (30/6/2022). PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Patra Niaga, akan melakukan uji coba pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi, Pertalite dan Solar, secara terbatas bagi pengguna yang sudah terdaftar pada sistem MyPertamina, mulai 1 Juli mendatang. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sementara itu, dirinya melihat akan adanya dampak terhadap inflasi yang diperkirakan akan tambah 1,8 persen. Akan tetapi dia berharap inflasi akan terkendali di bawah 5 persen.

"Oleh sebab itu saya minta gubernur, bupati, walikota agar daerah bersama pemerintah pusat kerja bersama-sama seperti saat kita bekerja secara serentak dalam mengatasi Covid-19. Saya yakin Insya Allah bisa kita lakukan sehingga inflasi tahun ini kita harapkan bisa dikendalikan dibawa 5 persen," tutur Kepala Negara.

Dengan catatan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil sebanyak 2 persen digunakan untuk subsidi dalam rangka menyelesaikan akibat dari penyesuaian harga BBM.

"2 persen bentuknya bisa Bansos, terutama pada rakyat yang sangat membutuhkan, nelayan misalnya harian menggunakan solar, ini bisa dibantu dengan mensubsidi mereka. Ojek misalnya ini juga menggunakan BB, bisa dibantu dari subsidi ini. Juga UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) bis ajuga dibantu dalam pembelian bahan baku yang naik karena kemarin ada penyesuaian harga BBM," kata dia.

"Transportasi umum juga bisa dibantu kenaikan tarifnya berapa aja dibantu, bukan total dibantu tetapi kenaikan tarif yang terjadi bisa dibantu lewat subsidi," tambahnya. 

Infografis Kucuran Tambahan Bansos Rp 24,17 Triliun untuk Pengalihan Subsidi BBM. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya