Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di 3 September 2022 untuk jenis Pertalite, Solar dan Pertamax. Harga BBM naik demo menyelamatkan anggaran negara terutama subsidi energi.
Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, meskipun harga BBM sudah naik tetapi angka subsidi energi dan kompensasi energi masih tetap jebol dari anggaran yang sudah ditetapkan.
Advertisement
"Subsidi yang dipatok Rp 520 triliun naik ke Rp 698 triliun. Kalau kita tekan ini juga tidak menurunkan banyak karena kita menurunkannya di bulan terakhir," kata Airlangga dalam Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah Pengendalian Inflasi Tahun 2022 di Hotel Shangri-La, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (14/9/2022).
Kondisi ini terjadi karena kebutuhan energi mengalami peningkatan. BBM jenis Pertalite konsumsinya naik dari 23 juta kilo liter (KL) menjadi 29 juta KL. Begitu juga dengan solar yang semula hanya 15 juta KL menjadi 17 juta KL.
"Kenaikan harga BBM menaikkan subsidi karena kebutuhannya berdasarkan penggunaan BBM," kata dia.
Hal ini kata Airlangga menjadi tantangan baru bagi pemerintah. Apalagi kenaikan harga BBM juga berdampak ke berbagai aspek di masyarakat.
Sehingga untuk meredam dampak yang semakin berat, pemerintah pusat telah menganggarkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 12,4 triliun. Dana ini akan disalurkan sebagai jaring pengaman sosial masyarakat rentan miskin dan masyarakat miskin.
Subsidi Energi Bisa Tembus Rp 700 Triliun, Porsi BBM Rp 339 T Lebih
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif memperkirakan total subsidi dan kompensasi Bahan Bakar Minyak atau BBM sampai akhir tahun lebih dari Rp 339 triliun.
Angka tersebut hanya untuk 23 juta kilo liter Pertalite dan 15 juta kilo liter solar dengan asumsi harga minyak dunia USD 63 per barel. Padahal di saat yang bersamaan harga ICP sudah mencapai USD 85 per barel.
"Sekarang saja dengan asumsi yang 23 juta kilo liter (Pertalite) dan 15 juta kilo liter (Solar) ini hampir Rp 339 triliun," kata Arifin saat ditemui di Hotel Ayana, Jakarta Pusat, Jumat (9/9).
Namun seiring berjalannya waktu konsumsi energi mengalami peningkatan dan harga minyak dunia mengalami kenaikan. Sampai akhir tahun diperkirakan konsumsi Pertalite bisa mencapai 29 juta kilo liter dan Solar mencapai 17 juta kilo liter.
Di sisi lain, harga ICP yang fluktuatif dengan tren meningkat. Per semester I-2022 kata Arifin, rata-rata ICP sudah USD 103 per barel. Sehingga sampai akhir tahun alokasi subsidi dan kompensasi BBM bisa lebih tinggi dari Rp 339 triliun.
"Prediksinya ini akan terus naik (kebutuhan) karena konsumsinya juga naik terus buat Pertalite dan Solar," kata dia.
Dengan fluktuasi harga minyak dunia saat ini, dia memperkirakan subsidi dan kompensasi energi bisa tembus hingga Rp 700 triliun. Untuk itu pemerintah melakukan antisipasi agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini tidak habis untuk membayar subsidi dan kompensasi energi.
"Nah ini bisa tembus Rp 700 triliun sementara saat ini masih belum ada kepastian mengenai ada perbaikan atau tidak terkait komoditi migas internasional. Nah ini yang diantisipasi. Kalau enggak ini kan sangat berat," pungkasnya.
Advertisement
Kata Dirut Pertamina
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina Persero Tbk. Nicke Widyawati mengungkap anggaran yang sebenarnya dibayarkan pemerintah untuk mengkompensasi dan mensubsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Dia membantah menerima Rp 502,4 triliun untuk membuat harga BBM bersubsidi lebih terjangkau dari nilai keekonomiannya.
"Rp 502,4 triliun ini sebenarnya gabungan dari BBM, LPG dan listrik," kata Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VI DPR-RI, Jakarta, Kamis (8/9).
Nicke menjelaskan subsidi yang diterima Pertamina untuk BBM subsidi hanya Rp 14,6 triliun. Sedangkan untuk kompensasi sebesar Rp 252 triliun.
"Jadi untuk BBM sendiri kompensasi dan subsidi ini Rp 267 triliun dari Rp 502 triliun," kata Nicke.