Perkara Masker, Pria Jerman Dipenjara Seumur Hidup

Seorang pria Jerman dinyatakan bersalah setelah melakukan pembunuhan dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup akibat masalah masker.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Sep 2022, 09:01 WIB
Ilustrasi penjara. (Sumber Pixabay/AlexVan)

Liputan6.com, Berlin - Seorang pria Jerman dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada hari Selasa (13/9) karena menembak mati seorang kasir stasiun pompa bensin setelah perselisihan tentang masker.

Pembunuhan di kota bagian barat, Idar-Oberstein pada 18 September tahun lalu itu mengejutkan Jerman. Terdakwa berusia 50 tahun itu juga dihukum karena kepemilikan senjata ilegal.

Ia tidak memiliki lisensi untuk senjata yang digunakan dalam pembunuhan itu, kata kantor berita Jerman DPA, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (15/9/2022).

Pihak berwenang mengatakan pria itu mengatakan kepada polisi bahwa ia bertindak “karena marah'' setelah ditolak oleh petugas berusia 20 tahun tersebut karena tidak mengenakan masker saat membeli bir di pom bensin tersebut. Persyaratan untuk memakai masker di toko adalah salah satu langkah yang diterapkan di Jerman pada saat itu untuk menghentikan penyebaran COVID-19.

Polisi mengatakan tersangka, seorang warga negara Jerman yang diidentifikasi di media lokal sebagai Mario N., meninggalkan stasiun pompa bensin itu setelah perselisihan tersebut tetapi kembali setengah jam kemudian dan menembak kasir itu di kepalanya.

Ia awalnya melarikan diri dari tempat kejadian tetapi menyerahkan diri ke polisi setelah perburuan besar-besaran digelar.

Pengacara pembela dalam persidangan di pengadilan negara bagian di Bad Kreuznach, yang berlangsung selama enam bulan itu, mengupayakan hukuman yang lebih ringan. Mereka berargumen bahwa ada batasan sampai sejauh mana tersangka, yang menurut seorang ahli sedang mabuk pada saat melakukan penembakan itu, dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas perbuatannya.

Jaksa telah meminta pengadilan itu untuk menyatakan terdakwa “bersalah serius,'' yang akan secara efektif menghalangi kemungkinan dirinya mendapatkan pembebasan awal setelah 15 tahun menjalani hukuman penjara seumur hidup. Namun, hakim menolaknya.


Ilmuwan Jerman Prediksi COVID-19 Varian Omicron BA.4 dan BA.5 Melonjak

Pengendara sepeda melewati grafiti bertema virus corona COVID-19 yang bertuliskan ‘Happy Easter’ pada dinding di Hamm, Jerman, Senin (13/4/2020). Kasus COVID-19 tertinggi di dunia ditempati oleh Amerika Serikat, Spanyol, Italia, Prancis, Jerman, dan China. (AP Photo/Martin Meissner)

Pakar kesehatan Jerman memprediksi lonjakan sub-varian dari COVID-19 Omicron, yakni varian BA.5. Lonjakan kasus diprediksi akan terjadi pada musim panas ini.

Sub-varian BA.5 juga telah terjadi di Indonesia. India pun sedang menghadapi hal serupa.

Menurut laporan DW, Selasa (14/6/2022), Robert Koch Institute (RKI) menyebut sub-varian BA.4 dan BA.5 meningkat lebih cepat ketimbang varian-varian lainnya. Kesimpulan RKI adalah dua sub-varian ini bisa menjadi mayoritas kasus di Jerman.

Varian BA.5 di Jerman sudah mencapai 10 persen dari infeksi terkini di Jerman. Angka itu meningkat dua kali lipat dari pekan sebelumnya.

Varian BA.5 mulai memicu kekhawatiran di Afrika Selatan pada Mei lalu, namu kini kasusnya mulai turu. Namun, negara lain mencatat kenaikan.

Di Portugal, kasus BA.5 telah menjadi 80 persen dari kasus-kasus baru. Varian ini lebih sulit dideteksi oleh antibodi dan lebih menular ketimbang sub-varian Omicron lain.

Dampak kematian dan perawatan karena sub-varian ini lebih sedikit. Pakar kesehatan menilai karena jutaan masyarakat sudah divaksin dan mendapat antibodi. Alhasil, imunitas lebih tinggi ketimbang awal pandemi.

Namun, perlindungan dari vaksin COVID-19 atau antibodi COVID-19 bisa berkurang seiring berjalannya waktu. RKI lantas memberikan rekomendasi bookster lagi bagi para lansia dan orang-orang di kelompok risiko tinggi.

Selain itu, masih belum diketahui pula dengan jelas apa konsekuensi jangka panjang dari varian Omicron ini.

CDC menyebut bahwa dampak long COVID termasuk masalah pernapasan, brain fog, nyeri dada, kelelahan, dan berbagai gejala lain.


Benarkah Petunjuk Long Covid Bisa Ditemukan dalam Darah?

Orang-orang mengenakan masker yang menjadi mandat di stasiun kereta bawah tanah di pusat kota Essen, Jerman, Rabu (12/1/2022). Jerman pada Rabu melaporkan lebih dari 80.000 kasus corona covid-19 dalam sehari yang merupakan tertinggi sejak pandemi. (AP Photo/Martin Meissner)

Di Klinik Universitas Erlangen di Jerman, dokter mata dan ahli biologi molekuler Bettina Hohberger sedang berusaha mengungkap misteri Long Covid. Dia dan timnya berusaha membuktikan apakah virus COVID-19 menggaggu peredaran darah secara konsisten:

Bersama seorang rekan dari unit perawatan intensif, Hohberger mendapat ide menguji, apakah virus juga menyerang lapisan terdalam kapiler. Bettina Hohberger dan timnya kemudian fokus meneliti pembuluh darah halus. Untuk itu, dia membuat foto mata para pasien Long Covid dengan kamera spesial.

"Ide di baliknya adalah, pembuluh darah di mata tentu punya struktur sama seperti yang lainnya di tubuh.“ Dengan demikian, kata Hohberger, perubahan di mata bisa jadi contoh untuk seluruh tubuh.


Gangguan pada Aliran Darah di Kapiler

Para pelanggan mengantre memasuki sebuah toko di Berlin, Jerman (9/5/2020). Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan bahwa pembatasan terkait COVID-19 akan dilonggarkan, sementara peraturan kebersihan dan jaga jarak sosial (social distancing) minimum akan terus diberlakukan. (Xinhua/Binh Truong)

Itu ternyata benar. Bettina Hohberger menemukan, pada banyak pasien Corona, aliran darah di kapiler terganggu. Di Institut Max Planck para peneliti sudah punya dugaan, mengapa gangguang aliran darah ini terjadi, demikian dikutip dari laman DW Indonesia, Minggu (11/9/2022).

Dalam riset yang dilakukan bekerjasama dengan institut itu, diteliti sejauh mana sel darah bisa berubah bentuk. Martin Kräter, ahli biologi di Max Planck Institut Erlangen mengatakan, "Kalau kita sekarang berbicara soal darah, berarti sel-sel darah harus berubah bentuk di kapiler terkecil agar bisa mengalir masuk.“ Tapi kalau tidak bisa berubah bentuk lagi, mungkin itulah tanda-tanda penyakitnya.

Hanya diperlukan setetes darah untuk meneliti efek ini. Martin Kräter memompa darah itu melalui chip khusus dengan kanal-kanal kecil, yang lebih halus dari sehelai rambut manusia.

Proses itu direkam filmnya dengan kamera berkecepatan tinggi. Dengan demikian bisa dilihat, apakah, dan sekuat apa sel-sel darah berubah bentuk ketika melewati kapiler buatan.

Infografis yang menyebut bahwa delirium merupakan gejala baru dari COVID-19, penyakit yang disebabkan Virus Corona SARS-CoV-2, tersebar di media sosial dan grup WhatsApp. (Sumber: Istimewa)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya