Optimalkan Penerimaan Negara, Pemerintah Diminta Benahi Struktur Cukai

Penerimaan negara dari sektor cukai akan makin optimal apabila ada terobosan dalam kebijakan struktur tarif cukai hasil tembakau.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Sep 2022, 20:14 WIB
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Penerimaan negara dari sektor cukai akan makin optimal apabila ada terobosan dalam kebijakan struktur tarif cukai hasil tembakau.

Apalagi, seperti yang tertuang dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (RAPBN) 2023 dan Nota Keuangan pada 2023, pemerintah menargetkan penerimaan dari sektor cukai sebesar Rp 245,45 triliun, naik hampir 12 persen dari target dalam Perpres 98/2022.

Ekonom Faisal H. Basri mengatakan skenario terbaik untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor cukai hasil tembakau adalah dengan penyesuaian tarif cukai disertai dengan penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau.

“Dengan skenario tersebut ada sekitar Rp100 triliun tambahan penerimaan negara untuk pemerintah. Uang yang banyak ini dapat dipakai untuk akselerasi kesehatan dan pendidikan karena selama pandemi, kita banyak learning loss,” ujarnya dikutip Rabu (14/9/2022)

Faisal menyoroti tren pertumbuhan rokok murah yang marak terjadi saat ini, dimana rokok-rokok tersebut menjamur dan semakin banyak dikonsumsi. Menurutnya situasi ini tidak efektif bagi upaya pengendalian dan penyelamatan generasi emas Indonesia.

Sebelumnya Dr. Anton Javier, Officer Southeast Tobacco Control Alliance (SEATCA) mengatakan bahwa menyederhanakan struktur tarif cukai dengan membedakan antara rokok mesin dan rokok linting tangan akan mengoptimalkan penerimaan negara sampai Rp108,7 triliun.

Penerimaan dari cukai hasil tembakau ini dinilai akan memperkuat keuangan negara dalam menahan dampak inflasi, sekaligus juga mencapai target pengendalian konsumsi tembakau.

 


Struktur Tarif Cukai

(Foto:Dok.Bea Cukai)

Sementara itu, Akademisi Hukum Oce Madril menilai penerimaan negara dari sektor cukai tidak akan optimal apabila struktur tarif cukainya masih memiliki celah penghindaran pembayaran cukai.

“Lebarnya selisih tarif cukai rokok antara golongan I yang paling tinggi dengan golongan II yang lebih murah adalah salah satu celah dapat dimanfaatkan perusahaan untuk penghindaran cukai,” katanya.

Oce mengatakan gap tarif yang lebar antara golongan I dan II ini memicu perusahaan cenderung memilih masuk dalam golongan II.

“Meskipun sebenarnya secara kemampuan produksi, mereka masuk dalam kategori golongan I. Pengusaha yang masuk dalam golongan II tersebut tentu akan membayar tarif cukai yang jauh lebih murah,” kata Oce.

Oce mengatakan langkah untuk menyederhanakan struktur tarif serta memperkecil gap tarif antar golongannya dapat mencegah munculnya potensi kecurangan dalam kebijakan cukai hasil tembakau yang pada akhirnya akan mengoptimalkan penerimaan negara.

“Hal tersebut tentu saja akan berimplikasi pada aspek penerimaan negara yang tidak optimal. Gap yang terlalu lebar ini perlu dipertimbangkan dalam penyusunan struktur tarif cukai sehingga hal-hal yang menghambat optimalisasi penerimaan negara dapat dihindari,” katanya.


Penerimaan Cukai Ditarget Naik 11 Persen di 2023, Industri Siap-Siap PHK Massal?

Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kenaikan target penerimaan cukai sebesar 11,6 persen pada tahun 2023 diperkirakan akan berdampak signifikan pada industri hasil tembakau (IHT), khususnya segmen padat karya Sigaret Kretek Tangan (SKT).

Keberadaan segmen SKT yang melibatkan seratusan ribu pekerja telah mempengaruhi perkembangan perekonomian di sejumlah daerah dan mendukung upaya pemerintah memulihkan perekonomian nasional.

Pengamat Ekonomi Hotman Siahaan mengatakan, pemerintah pusat harus menyadari efek dominonya bagi laju perekonomian di daerah dalam menentukan kenaikan CHT. 

“Dengan kenaikan CHT, maka industri rokok akan melakukan efisiensi besar-besaran. Bisa saja mereka mengalihkan produksinya dari SKT menjadi Sigaret Kretek Mesin (SKM). Artinya, ribuan bahkan jutaan pekerja SKT bakal menjadi pengangguran karena digantikan oleh mesin,” tegasnya, dikutip Senin (12/9/2022).

Terlebih, menurutnya, banyak di antara pekerja SKT merupakan ibu rumah tangga yang selama ini turut menopang perekonomian keluarga.

“Kalau mereka menganggur, berarti daya beli keluarga menjadi rendah,” ungkap Hotman. 

Ketika konsumsi rumah tangga menjadi lemah, maka pada akhirnya roda perekonomian di daerah tersebut menjadi lesu. Situasi ini yang kemudian juga akan berdampak negatif terhadap perekonomian nasional dan pemulihan ekonomi pasca pandemi. Bahkan belum lama ini, sebuah pabrik SKT di Blitar terpaksa tutup.

Sebanyak 890 pekerja pabrik tersebut terpaksa di-PHK. Tak hanya pekerja, nasib petani tembakau juga tak kalah miris. Kenaikan cukai bisa membuat harga tembakau turun dan mengakibatkan petani merugi.

“Ujung-ujungnya, produktivitas pertanian tembakau turun, padahal ini bahan baku yang sangat diperlukan. Apakah kita ingin seperti itu? Kan tidak. Semuanya tergantung pemerintah,” Hotman mengingatkan.

Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya