Liputan6.com, Jakarta - Komisi Perlindungan Informasi Pribadi Korsel menyebut pihaknya telah memberlakukan sanksi denda terhadap Google dan Meta karena dianggap melanggar undang-undang privasi di negara tersebut.
Mengutip Gizchina, Kamis (15/9/2022), menurut Komisi tersebut Google dan Meta didenda sebesar USD 44 juta atau setara Rp 655,6 miliar karena mengumpulkan informasi pribadi pengguna tanpa persetujuan.
Advertisement
Kedua perusahaan dituding memakai informasi pribadi pengguna untuk mengkustomisasi iklan dan melakukan pelanggaran-pelanggaran lainnya.
Google dan Meta juga telah mengekspresikan keberatan mereka terhadap keputusan dari Komisi Perlindungan Informasi Pribadi Korsel.
"Kami tidak sepakat dengan temuan Komisi dan kami akan meninjau keputusan secara tertulis saat hal tersebut dibagikan kepada kami," kata juru bicara Google.
Lebih lanjut, Google menyebut pihaknya selalu berkomitmen membuat berbagai update berkelanjutan yang memberikan kontrol dan transparansi ke pengguna sembari menghadirkan produk bermanfaat.
"Kami tetap berkomitmen terlibat dengan Komisi untuk melindungi privasi pengguna Korea Selatan," kata juru bicara Google.
Meta Keberatan dengan Sanksi Denda
Sementara juru bicara Meta menyebut, meski berkomitmen menghormati keputusan Komisi, pihaknya bekerja dengan klien sesuai aturan hukum setempat.
"Kami tidak setuju dengan keputusan Komisi tetapi akan terbuka terhadap semua pilihan, termasuk mencari keputusan dari pengadilan," kata juru bicara Meta.
Komisi tersebut menyebut, Meta dan Google tidak secara eksplisit menginformasikan ke pengguna layanannya saat mengumpulkan dan menganalisis informasi tingkah laku pengguna serta memakainya untuk membuat iklan tertarget.
Sebelumnya hal serupa juga disoroti di belahan dunia lainnya. Senator AS Lindsey Graham pernah mengkritik Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya.
Graham ingin AS menggunakan metode baru dalam mengatur perusahaan-perusahaan medsos tersebut, bahkan mempertimbangkan penggunaan lisensi dalam menerapkan regulasi.
Advertisement
Pendekatan Baru untuk Atur Perusahaan Medsos
Graham mengungkap, dirinya bersama sejumlah senator lainnya menciptakan pendekatan lainnya untuk mengatur perusahaan-perusahaan medsos.
Dalam sebuah rapat dengar pendapat yang mendiskusikan celah di Twitter, Graham menyebut perusahaan media sosial memiliki kehadiran internasional yang kuat.
Namun, perusahaan medsos hanya memiliki sedikit batasan tentang apa yang bisa dan tidak bisa mereka lakukan.
Senator tersebut menganggap FTC tidak memiliki banyak alat untuk mengatur perusahaan media sosial tersebut.
Perusahaan media sosial tidak memiliki lisensi sehingga tidak ada satu pun pihak yang bisa menggugat mereka. "Jika Anda ingin mengemudi, Anda perlu surat izin (driver license) dan jika Anda ingin menjual properti, Anda butuh sebuah izin," katanya.
Ia pun ingin negara atau pemerintah menggunakan serangkaian aturan untuk mengatur. Ia juga ingin agar platform medsos mengambil langkah lebih tegas dalam melawan kejahatan siber dan intervensi dari luar negeri.
"Jika ada yang ingin menurunkan konten Anda, Anda harus mengajukan banding, ada proses banding," ujarnya.
(Tin/Isk)