Harga BBM Naik, Simak 7 Langkah Adaptasi Keuangan Biar Tak Tekor

Adaptasi finansial dibutuhkan agar dampak kenaikan BBM ini bisa dihadapi dan keuangan pribadi tetap sehat serta terkendali.

oleh Arief Rahman H diperbarui 15 Sep 2022, 12:00 WIB
Antrean kendaraan sesaat jelang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi di SPBU Kawasan Jalan Siliwangi, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah resmi menaikkan harga BBM Bersubsidi pada Sabtu (3/9) pukul 14.30 WIB. Harga BBM Subsidi jenis Pertalite naik dari Rp 7650 ke Rp 10.000,- dan Pertamax dari Rp 12.500 ke Rp 14.500,-(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 3 September 2022 untuk jenis Pertalite, Solar dan Pertamax. Tak tanggung-tanggung, kenaikannya ada yang mencapai 30 persen.  

Kenaikan harga BBM ini tentu saja akan membuat harga-harga lainnya terutama transportasi dan bahan pangan ikut terdongkrak. Pemerintah memperkirakan dampak kenaikan harga BBM ini akan megerek inflasi 1,8 persen.

"Melakukan adaptasi finansial menjadi langkah logis dalam menghadapi tekanan kenaikan harga atau inflasi ketika tingkat pendapatan kita cenderung tetap atau bahkan berkurang," ujar perencana keuangan dari Insight Finansia Consulting, Ruisa Khoiriyah,dikutip Kamis (15/9/2022).

Adaptasi dibutuhkan agar dampak kenaikan BBM ini bisa dihadapi dan keuangan pribadi tetap sehat serta terkendali. Ada sejumlah strategi dan langkah yang bisa ditempuh masyarakat sebagai langkah adaptasi tersebut.

Pertama, periksa lagi kondisi keuangan dengan mengecek arus kas. "Dalam satu bulan kita mendapat sejumlah penghasilan, kemana saja larinya hasil kerja keras itu? Apakah sudah sesuai rencana anggaran atau masih banyak bocor untuk pengeluaran-pengeluaran yg sejatinya bukan prioritas dan sebenarnya bisa dikurangi?" jelas Ruisa.

Langkah ini penting supaya kita bisa menyusun lagi rencana anggaran yang lebih efisien sesuai prioritas kebutuhan dan kondisi harga-harga terkini.

Kedua, mulai memangkas pengeluaran yang bersifat tersier dan rekreatif. Pengeluaran tersier cenderung bisa ditunda atau diganti dengan alternatif yang lebih murah. Dengan begitu, anggaran bisa lebih hemat atau dialihkan ke pos pengeluaran yang lebih prioritas dan mendesak.

Termasuk jenis pengeluaran tersier adalah langganan video on demand atau streaming film, musik, langganan koran atau majalah, keanggotaan gym, katering diet, dan sebagainya. Pos lain di kelompok ini yang bisa dihemat juga adalah pengeluaran jajan saat akhir pekan.

Bagi yang sudah berkeluarga, menurut Ruisa, pengeluaran akhir pekan ini biasanya cukup besar. Penghematan bisa dilakukan dengan menurunkan frekuensi makan di luar rumah atau menurunkan batas bujet jajan.

 


Strategi Substitusi

Antrean pengendara motor sesaat jelang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi di SPBU Kawasan Jalan Siliwangi, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah resmi menaikkan harga BBM Bersubsidi pada Sabtu (3/9) pukul 14.30 WIB. Harga BBM Subsidi jenis Pertalite naik dari Rp 7650 ke Rp 10.000,- dan Pertamax dari Rp 12.500 ke Rp 14.500,-(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ketiga, menerapkan strategi substitusi, meal plan atau perencanaan menu dapur serta belanja cerdik (smart spender). Strategi substitusi yaitu mengalihkan pembelian barang rutin ke merek barang yang lebih ekonomi atau terjangkau. Ini bisa diterapkan misalnya untuk pembelian groceries rutin seperti sabun cuci, pewangi pakaian, dan lain sebagainya.

Adapun meal plan atau perencanaan menu dapur bisa ditempuh dengan berbelanja kebutuhan dapur berdasarkan rencana menu mingguan. Dengan memiliki meal plan, kita bisa lebih efisien memasak untuk menu keluarga.

“Tidak ada lagi acara buang sayur busuk di kulkas karena kelamaan tidak juga dimasak,” jelas Ruisa.

Sedangkan strategi belanja cerdik bisa diterapkan untuk pembayaran tagihan-tagihan rutin dengan memanfaatkan promosi yang tersedia di merchant atau marketplace. Misalnya, membeli token listrik saat flash sale, memakai fasilitas cashback saat membayar tagihan air atau tagihan rutin lain, membayar uang sekolah anak melalui marketplace dengan promo diskon, dan lain-lain.

 


Pemakaian Kendaraan Pribadi

Antrean kendaraan warga mengisi BBM Pertalite sebelum pemberlakuan harga resmi jam 14.30 kenaikan BBM pada salah satu SPBU di kawasan Cinere, Depok, Sabtu (3/9/20222). Hari ini pemerintah secara resmi menaikkan BBM Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, harga solar menjadi Rp 6.800 per liter dan Pertamax menjadi Rp 14.500 per liter. (merdeka.com/Arie Basuki)

Langkah keempat yaitu dengan mengurangi frekuensi pemakaian kendaraan pribadi seperti mobil dengan beralih memakai public transport. Kenaikan harga BBM hingga 30 persen tentu akan mempengaruhi pengeluaran untuk pembelian BBM, terlebih bagi mereka yang terbiasa memakai mobil pribadi ke tempat kerja.

Belum lagi biaya tol dan parkir. Dengan beralih ke transportasi publik ke tempat kerja, pengeluaran transportasi bisa jauh lebih hemat.

“Kondisi transportasi publik saat ini sudah jauh lebih nyaman dan yang pasti bisa membantu kita lebih hemat,” kata Ruisa.

Selanjutnya, yang kelima, yaitu dengan mengalihkan penghematan-penghematan yang sudah dilakukan untuk mendukung pos pengeluaran prioritas ataupun pos pengeluaran yang tidak bisa dikurangi dan justru makin membengkak akibat kenaikan BBM.

Misalnya, pos pengeluaran transportasi, atau pengeluaran seputar kebutuhan anak seperti biaya ekstrakurikuler, les, vaksinasi, kebutuhan vitamin, dan sebagainya. Lalu, bisa juga untuk mendukung pos pengeluaran wajib yang tidak bisa ditunda atau dikurangi seperti cicilan utang, premi asuransi, pajak kendaraan dan lain-lain.

“Bisa juga untuk menambah saldo dana darurat agar lebih cepat terkumpul sesuai target,” tambah alumni Universitas Gadjah Mada itu.

 


Menunda Pengeluaran Besar

Sejumlah kendaraan mengantri di SPBU kawasan Kuningan, Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah akhirnya menaikan harga BBM bersubsidi, Adapun harga BBM yang mengalami kenaikan yaitu Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, harga solar menjadi Rp 6.800 per liter dan Pertamax menjadi Rp 14.500 per liter. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Adaptasi keenam yang bisa ditempuh selanjutnya adalah menunda pengeluaran besar yang belum siap pendanaannya.

"Bila belum terlalu mendesak dan dananya juga belum ada, lebih baik tunda dulu,” kata Ruisa. Pengeluaran besar yang sifatnya tidak wajib, bukan kebutuhan dasar, terlebih belum ada persiapan dananya, lebih baik diabaikan dulu. Fokuskan untuk mempertahankan kesehatan keuangan menghadapi tantangan inflasi yang belum pasti sampai kapan efeknya.

Langkah ketujuh, makin aktif mencari pendapatan tambahan. Selain menerapkan arus kas yang efisien, maka perlu dibarengi dengan upaya menambah penghasilan supaya daya beli tetap bisa mengimbangi tingginya inflasi.

"Cara ini paling efektif menghadapi inflasi sekaligus paling susah dan paling butuh usaha, terlebih dalam kondisi di mana banyak layoff di perusahaan,” katanya.

Namun, di era media sosial dan internet, seseorang bisa mengoptimalkan kreatifitas dalam mencari cuan, misalnya dengan menjadi affiliate marketer, reseller atau dropshipper, atau menjajal usaha kecil-kecilan dengan produk yang defensif terhadap inflasi. Misalnya, berjualan sembako, frozen food, dan lain sebagainya.

“Apa saja yang penting positif, halal dan berkah,” tutup Ruisa.

Nah, sudah siap menerapkan 7 langkah adaptasi di atas?

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya