Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) atau BTN menyampaikan upaya yang dilakukannya dalam mematuhi Undang-Undang Perbankan Syariah terkait Unit Usaha Syariah (UUS).
Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo menuturkan,pada pertengahan 2023 sesuai dengan UU Perbankan Syariah, UUS harus dipisahkan dengan bank konvensional induk.
Advertisement
“BTN melakukan upaya untuk memenuhi UU tersebut, pilihannya tentu banyak, mendirikan bank baru atau menyerahkan aset bank syariah itu kepada bank syariah yang sudah ada,” kata Haru Koesmahargyo dalam Paparan Publik Kinerja Keuangan BTN Semester I 2022, Kamis (15/9/2022).
Haru pun menjelaskan terkait gambaran jika BTN memilih menyerahkan bank syariah kepada bank syariah yang sudah ada.
“Tentu kami mencapai opsi terbaik yang mungkin apabila nanti pilihannya penyerahan bank syariah yang sudah ada tentu hasil penjualannya diperhitungkan liabilitas yang kita serahkan. Tentu itu hampir match, kalau ada lebih tentu ini akan menjadi kas perusahaan kembali lagi untuk ekspansi di kredit,” kata dia.
Sementara itu, laba bersih Unit Usaha Syariah (UUS) BTN (BTN Syariah) juga tumbuh positif pada semester I 2022. Laba bersih UUS BTN tersebut tercatat melonjak 118,06 persen dari Rp87,54 miliar pada semester I 2021 menjadi Rp190,9 miliar pada periode yang sama tahun ini.
Capaian positif BTN Syariah tersebut didukung pertumbuhan bisnis yang stabil. Pada semester I 2022, pembiayaan syariah tercatat tumbuh 8,86 persen menjadi Rp 29,24 triliun dibandingkan akhir semester I 2021 sebesar Rp26,86 triliun.
Sedangkan, total DPK yang berhasil dihimpun BTN Syariah mencapai Rp 30,49 triliun tumbuh 13,37 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 26,89 triliun. Dengan capaian tersebut, aset BTN Syariah berhasil tumbuh 13,78 persen menjadi Rp40,35 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 35,46 triliun.
BTN Pakai Dana Rights Issue untuk Ekspansi Kredit
Sebelumnya, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) atau Bank BTN mengungkapkan terkait dana dari Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMTED) atau rights issue.
Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo menuturkan, dana rights issue tersebut direncanakan sepenuhnya untuk ekspansi kredit.
"Dana right issue yang direncanakan sepenuhnya untuk ekspansi kredit. Karena, kita tahu target ke depan, pembiayaan rumah sangat besar bukan hanya pada KPR yang subsidi tapi juga yang non subsidi,” kata Haru Koesmahargyo dalam Paparan Publik Kinerja Keuangan Bank BTN Semester I 2022, Kamis (15/9/2022).
Haru juga menyebutkan, terdapat pembiayaan perumahan yang memiliki kerja sama dengan pihak ketiga serta membutuhkan CAR (capital adequacy ratio) yang cukup.
"Kita ada partnership ada juga pembiayaan perumahan yang kerja sama dengan pihak ketiga dengan mitra kita. Tentu semuanya membutuhkan, equity yang cukup atau CAR yang cukup,” kata dia.
Sebelumnya, Rencana PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) atau BTN menambah modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMTED) atau rights issue semakin menemukan titik terang. Setelah melakukan keterbukaan informasi awal pada awal pekan ini, sekarang manajemen BTN mendapatkan lampu hijau dari DPR RI.
Advertisement
Hasil RDP
Hal tersebut merupakan salah satu kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban dan Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo, Rabu, 14 September 2022.
"Komisi XI DPR RI menyetujui Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp2,48 triliun kepada PT Bank Tabungan Negara Tbk melalui skema Rights Issue. Nilai Rights Issue porsi Publik sebesar Rp1,65 Triliun dengan porsi saham Pemerintah sebesar 60 persen dan Kepemilikan saham Publik sebesar 40 persen," tulis salah satu kesimpulan yang dibacakan Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara.
Dalam kesimpulan berikutnya, Komisi XI menyatakan PMN kepada BTN dimaksudkan untuk memperkuat struktur permodalan BTN dengan capital adequacy ratio (CAR) terjaga di atas 15,4 persen.
Selain itu, PMN juga akan meningkatkan kemampuan bisnis dari BTN, khususnya penyaluran 1,32 juta unit Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yang akan mendukung target prioritas nasional di bidang perumahan, serta pengembangan bisnis berbasis ekosistem perumahan.
Sinergikan Ekosistem
"BTN telah meningkatkan kinerjanya yang ditunjukan dengan meningkatnya profitabilitas, efisiensi operasional, risiko likuiditas yang terjaga, pengelolaan aset yang berkualitas dan risiko modal yang terjaga," ujar Amir membaca kesimpulan yang keempat.
Berikutnya, DPR RI juga meminta kepada Kementerian Keuangan untuk mensinergikan ekosistem pembiayaan perumahan yang lebih efisien, antara lain sinergi BTN, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), dan lain-lain.
Selain itu, Kementerian Keuangan juga diminta untuk mengoptimalkan manfaat Privatisasi BTN dalam meningkatkan kontribusi penerimaan negara, penyediaan fasilitas KPR, meningkatkan penciptaan lapangan pekerjaan dan memperkuat industri lokal serta UMKM dari proyek perumahan yang dibiayai.
Dalam RDP ini, Kementerian Keuangan menyatakan tidak ada rencana akuisisi maupun merger antara BTN dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI).
"Kami mewakili Kementerian Keuangan sebagai ultimate shareholder (BUMN). Kami belum pernah menerima proposal terkait dengan usulan merger (BTN dan BNI)," tegas Rionald. Jawaban Rionald ini mendapatkan apresiasi dari anggota Komisi XI yang hadir karena meluruskan wacana liar yang berkembang akhir-akhir ini.
"Kalau pak Rio sudah berkata seperti ini maka ini bisa menjadi jaminan bagi kita semua," kata Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan Eriko Sotarduga. Apresiasi terhadap jawaban ini juga disampaikan oleh Anggota Komisi XI dari Fraksi Nasdem Satori.
"Mendengar jawaban pak Rio rasanya plong. Terima kasih pak itu suatu kepastian terkait masalah yang belum jelas," ujar Satori.
Advertisement