Liputan6.com, Jenewa - PBB menyorot dampak berbahaya dari fasilitas kesehatan yang tidak higienis. Ada 11 juta nyawa yang sudah menjadi korban akibat masalah fasilitas kesehatan tersebut.
Dilaporkan VOA Indonesia, Kamis (15/9/2022), kajian itu merupakan kolaborasi antara WHO-UNICEF. Dasarnya adalah data dari 40 negara yang mewakili 35 persen populasi dunia. Data itu memberikan gambaran yang mengkhawatirkan tentang fasilitas yang kekurangan air bersih dan sabun untuk mencuci tangan, memiliki toilet yang kotor, dan tidak mampu mengelola limbah perawatan kesehatan.
Baca Juga
Advertisement
Laporan itu menyatakan kurangnya air bersih, sanitasi dan layanan kebersihan dasar yang dikenal sebagai WASH – singkatan dari safe water (air), sanitation (sanitasi) dan basic hygiene (kebersihan dasar) – di layanan-layanan kesehatan ini berpotensi menyebabkan banyak kematian yang sebenarnya dapat dicegah.
Rick Johnson, Kepala Program Pemantauan Bersama WASH di WHO-UNICEF, mengatakan sepsis, yang merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia, dapat dicegah dengan meningkatkan layanan WASH dalam perawatan kesehatan.
"Hal ini menyebabkan sekitar 11 juta kematian setiap tahun, yang sebenarnya dapat dicegah. Dan kita tahu bahwa dalam pengelolaan layanan kesehatan, kematian akibat sepsis dikaitkan dengan buruk kualitas layanan kesehatan, termasuk air bersih, sanitasi dan kebersihan dasar – atau WASH – yang tidak memadai. Hingga hari ini masih ada 670.000 kematian bayi baru lahir (neo-natal) yang terjadi akibat sepsis. Jadi ada beban besar yang dapat diperbaiki di sini," ungkapnya.
Negara Berkembang Jadi Sorotan
Data menunjukkan situasi di rumah-rumah sakit cenderung lebih baik dibanding fasilitas kesehatan yang lebih kecil.
WHO melaporkan layanan kebersihan di 46 negara kurang berkembang paling tertinggal, di mana hanya 32% fasilitas perawatan kesehatan yang menyediakan layanan air bersih, sanitasi dan layanan kebersihan dasar.
Johnson mengatakan sub-Sahara Afrika adalah wilayah geografis dengan cakupan layanan dasar terendah, yaitu sekitar sepertiga lebih rendah dari negara-negara di lain di seluruh dunia.
"Saya menyebutkan layanan kebersihan tangan di seluruh dunia kini mencapai 51%. Tetapi di sub-Sahara Afrika hanya 38%. Sementara soal layanan air bersih di seluruh dunia mencapai 78%. Tetapi di sub-Sahara Afrika hanya 51%. Begitu juga fasilitas layanan kesehatan yang memenuhi layanan kesehatan dasar di sub-Sahara Afrika hanya 13%. Jadi banyak yang masih harus dilakukan di sub-Sahara Afrika,” tambahnya.
WHO memperkirakan biaya untuk memenuhi layanan WASH dasar universal di 46 negara kurang berkembang, antara saat ini hingga 2030 adalah kurang dari 10 miliar dolar. Meskipun kedengarannya banyak, sesungguhnya biaya itu di bawah satu dolar per orang per tahun.
Para pejabat WHO mengatakan jumlah ini hanya sebagian kecil dari apa yang saat ini dihabiskan untuk layanan perawatan kesehatan di negara-negara tersebut.
Advertisement
Menuju Akhir Pandemi COVID-19
Beralih ke COVID-19, pemimpin WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus merasa optimistis bahwa pandemi COVID-19 akan berakhir. Namun, ia mengingatkan pandemi belum selesai.
Dilaporkan VOA Indonesia, Kamis (15/9/2022), WHO meminta dunia mengambil kesempatan berkurangnya kasus COVID-19 untuk mengakhiri pandemi.
Pekan lalu kasus-kasus baru dari virus corona, yang membunuh jutaan orang sejak pertama kali terdeteksi pada akhir 2019, telah jatuh ke tingkat terendahnya sejak Maret 2020, kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
“Kita belum pernah berada pada posisi yang lebih baik untuk mengakhiri pandemi,” ujarnya kepada wartawan. “Kita belum sampai, tapi akhir (pandemi) sudah di depan mata,” ujarnya.
Namun, dunia perlu meningkatkan upaya mereka untuk “merebut kesempatan ini,” tambahnya.
“Jika kita tidak mengambil kesempatan ini sekarang, kita berisiko melihat lebih banyak varian, kematian, gangguan dan ketidakpastian.”
Menurut laporan epidemiologi terbaru WHO terkait COVID-19, jumlah kasus yang dilaporkan jatuh 28% menjadi 3,1 juta pada pekan yang berakhir pada 11 September lalu, menyusul penurunan 12% seminggu sebelumnya.
Angka Tipu-Tipu?
Namun badan PBB itu telah memperingatkan bahwa anjloknya jumlah kasus itu bersifat menipu, karena banyak negara telah mengurangi tes COVID-19 dan mungkin tidak mendeteksi kasus-kasus yang tidak parah.
“Jumlah kasus yang dilaporkan kepada WHO, kita tahu itu di bawah jumlah sebenarnya,” kata ketua teknis COVID-19 WHO, Maria Van Kerkhove, kepada wartawan.
“Kami rasa lebih banyak kasus yang sebenarnya beredar daripada yang dilaporkan kepada kami,” ujarnya, memperingatkan bahwa virus itu “beredar pada tingkat yang sangat intens saat ini.”
Sejak awal pandemi, WHO telah mencatat lebih dari 605 juta kasus infeksi, dan sekitar 6,4 juta kasus kematian, meskipun kedua angka tersebut juga diyakini di bawah jumlah kasus sebenarnya.
Update Covid-19 Kamis 15 September di RI
Masih terus dilaporkan di Indonesia adanya penambahan kasus positif, sembuh, dan meninggal dunia akibat virus Corona yang menyebabkan Covid-19 hingga saat ini.
Per data hari ini, Kamis (15/9/2022), bertambah 2.651 orang positif Covid-19.
Hingga kini total akumulatif terdapat 6.402.686 orang terkonfirmasi positif terinfeksi virus Corona yang menyebabkan Covid-19 di Indonesia.
Sedangkan kasus sembuh ada penambahan 3.915 orang pada hari ini. Di Indonesia total akumulatifnya ada 6.215.711 pasien berhasil sembuh dan dinyatakan negatif Covid-19 sampai saat ini.
Sementara itu, bertambah pada hari ini 21 kasus meninggal dunia. Dengan begitu, sampai kini total akumulatif terdapat 157.849 orang meninggal dunia akibat virus Corona yang menyebabkan Covid-19.
Data update pasien Covid-19 tersebut tercatat sejak Rabu 14 September 2022 pukul 12.00 WIB, hingga hari ini, Kamis (15/9/2022) pada jam yang sama.
Advertisement