Ibu Hamil Aman Konsumsi Air Minum Galon, Badan Riset WHO Sebut BPA Bukan Penyebab Kanker

Sejumlah ibu hamil mungkin masih ada yang khawatir akan kandungan Bispenol A (BPA) pada air mineral kemasan galon yang dianggap membahayakan janin. Namun hal ini ditepis oleh pakar.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Sep 2022, 19:30 WIB
Ilustrasi Kehamilan Credit: pexels.com/Melanie

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah ibu hamil mungkin masih ada yang khawatir akan kandungan Bispenol A (BPA) pada air mineral kemasan galon yang dianggap membahayakan janin. Namun hal ini ditepis oleh pakar.

Menurut dokter spesialis kandungan yang juga Ketua Pokja Infeksi Saluran Reproduksi Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Alamsyah Aziz, sampai saat ini tidak pernah menemukan adanya gangguan terhadap janin karena ibu mengkonsumsi air mineral kemasan galon.

"Aman sekali dan tidak berbahaya terhadap ibu maupun janin.Sampai saat ini, BPA yang ditemukan di dalam air akibat luruhan dari kemasannya itu sangat rendah sekali. Masih dalam batas ambang aman, baik itu yang sudah dikeluarkan BPOM dan WHO. Data-data yang kita temukan, 1.000 kali lebih aman dibanding batas ambang yang sudah ditentukan. Jadi, jangan khawatir untuk mengonsumsi air dari galon guna ulang,” katanya, dalam keterangan pers, Kamis (15/9/2022).

Hingga saat ini, IARC, badan Riset Kanker di bawah WHO tidak mengkategorikan BPA sebagai zat yang menimbulkan kanker (karsinogenik). Menurut situs resmi Otoritas Keamanan Pangan Amerika Serikat (FDA), IARC masih mengkategorikan BPA masuk di grup 3 (tidak termasuk zat karsinogenik, namun acetaldehyde (zat yang digunakan dalam pembuatan plastik PET, justru masuk ke grup 2B (berpotensi karsinogenik).

Seperti diketahui, IARC mengklasifikasikan karsinogenik ini dalam 4 grup. Kelompok 1, karsinogenik untuk manusia. Kelompok 2A, kemungkinan besar karsinogenik untuk manusia. Kelompok 2B, dicurigai berpotensi karsinogenik untuk manusia. Kelompok 3, tidak termasuk karsinogenik pada manusia. Kelompok 4, kemungkinan besar tidak karsinogenik untuk manusia.

 

 


BPA Tidak Berisiko Terhadap Kesehatan Manusia

“FDA (The United States Food and Drug Administration) juga menyatakan upaya produsen bisa dibuat menjadi sangat rendah dan mungkin bisa sampai ke level tidak terdeteksi,” ungkap dosen dan peneliti senior dari IPB, DR Nugraha Edi Suyatma.

Otoritas Keamanan Makanan Eropa atau European Food Safety Authority (EFSA) menyatakan hingga saat ini BPA tidak menimbulkan risiko terhadap kesehatan manusia, karena paparannya selama ini masih sangat terlalu rendah, masih dibawah ambang batas yang dapat ditoleransi tubuh manusia. Okeh karena itu EFSA memperbolehkan plastik polikarbonat untuk digunakan sebagai kemasan makanan minuman.

 


BPA Bisa Dinetralisir

Sementara itu pada jurnal ilmiah Genetics, baru-baru ini mempublikasikan penelitian kelompok peneliti dari Harvard Medical School yang menunjukkan bahwa BPA bisa dinetralisir oleh zat coenzyme Q10 (CoQ10). CoQ10 secara alamiah mampu diproduksi oleh tubuh manusia, juga ditemukan pada makanan berbahan daging sapi dan ikan.

Anggota DPR Komisi IX dari Fraksi PDIP Rachmat Handoyo menyatakan bahwa rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk merevisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, khususnya pelabelan Biosphenol-A (BPA) pada Air Kemasan Galon, tidak ada urgensinya bagi rakyat.

Dr. Nugraha, Dosen dan Peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center Institut Pertanian Bogor (IPB) mengemukakan, bahwa rencana pelabelan BPA ini akan menimbulkan mispersepsi pada konsumen, seolah kemasan plastik lain di luar polikarbonat terkesan aman. “Padahal BPA ada dimana-mana tidak hanya di galon polikarbonat, ada di kemasan kaleng, bahkan di botol bayi, itu juga harus dilabeli semua,” ujarnya.

 


BPA Terbanyak Ada di Makanan Kaleng

Berdasarkan sebuah penelitian, kata Dr. Nugraha, kandungan BPA justru terbanyak ada pada kemasan makanan kaleng, dengan hampir 90% bahan enamel pada kaleng merupakan hasil polesan epoksi yang bahan bakunya adalah BPA. Upaya menetapkan aturan label BPA menurutnya seperti membuat persepsi bahwa kemasan dengan label BPA free sudah aman.

“Padahal belum tentu. Karena dari PET juga memiliki risiko dari kandungan yang lain, seperti dari kandungan acetaldehyde lalu etilen glikol, dan dietilen glikol,” paparnya. Acetaldehyde sendiri telah diakui mengandung unsur karsinogenik (pemicu kanker).

Karenanya, Nugraha mempertanyakan apakah wacana pelabelan BPA pada kemasan Polikarbonat memang benar-benar memberikan efek yang positif atau justru akan semakin membuat bingung masyarakat. Karena, dia melihat ada pasal-pasal dari revisi peraturan terkait pelabelan BPA ini yang sudah menjadikan wacana tersebut menjadi sangat heboh di masyarakat.

Disaat yang sama, Dr. Nugraha juga menyampaikan kekhawatirannya jika rencana pelabelan ini tetap dilanjutkan, akan muncul praduga dari masyarakat bahwa BPOM mendukung salah satu pihak atau salah satu brand. “Mau tidak mau akan muncul situasi demikian,” imbuhnya.

Infografis Ibu Hamil Sudah Bisa Dapatkan Vaksin Covid-19. (Liputan6.com/Niman)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya