Liputan6.com, Jakarta Demensia adalah gejala yang disebabkan oleh penyakit otak yang biasanya bersifat kronis dan progresif. Di masyarakat umum, kondisi ini lebih dikenal dengan istilah pikun.
Demensia dikaitkan dengan berbagai gangguan termasuk gangguan memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar, berbahasa, dan penilaian.
Advertisement
Prevalensi demensia di Indonesia meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun pada penduduk dengan usia lebih dari 60 tahun dan merupakan jumlah penderita keenam terbanyak di Asia. Angka pasien demensia ini diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat pada 2050 yaitu sekitar 4 juta penduduk akan mengalami demensia.
Menurut dokter spesialis bedah saraf dari FK UPN Veteran Jakarta, Feda Anisah Makkiyah setidaknya ada 6 faktor risiko demensia.
Keenam faktor risiko itu adalah usia, jenis kelamin, genetik, pola makan, riwayat penyakit, dan status gizi.
Faktor Usia
Umur merupakan faktor resiko utama terhadap kejadian demensia pada usia lanjut. Hubungan ini sangat berbanding lurus yaitu bila semakin meningkatnya umur, semakin tinggi pula risiko terjadinya demensia.
“Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dalam kehidupan manusia. Manusia yang memasuki tahap ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja tubuh akibat perubahan atau penurunan fungsi organ-organ tubuh.”
“Semakin usia bertambah maka akan semakin rentan pula terkena penyakit demensia,” Kata Feda kepada Health Liputan6.com melalui keterangan tertulis, Kamis (15/9/2022).
Faktor Berikutnya
Faktor berikutnya adalah:
Jenis Kelamin
Demensia lebih sering dialami perempuan, bahkan saat populasi perempuan lebih sedikit dari laki-laki.
“Kejadian demensia pada perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Akan tetapi tidak ada perbedaan signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia, hal ini menunjukan bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk mengembangkan demensia.”
Genetik
Sebagian pasien demensia memiliki genetik demensia dari faktor keturunan. Namun, pada sebagian orang yang memiliki gen demensia hanya sedikit gennya yang berkembang menjadi demensia.
Penyakit Alzheimers (AD) merupakan penyakit genetik heterogen, ini dikaitkan dengan satu susceptibility (risk) gene dan tiga determinative (disease) genes.
Susceptibility (risk) gene yang diketahui ialah alel apolipoprotein EЄ4 (APOE Є4) di kromosom 19 pada q13. Hal ini harus dilakukan pemeriksaan secara detail agar mengetahui faktor ini terjadi pada lanjut usia.
Pola Makan
Kebutuhan makanan pada lanjut usia semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. Pada usia 40-49 tahun menurun sekitar 5 persen. Dan pada usia 50-69 tahun menurun hingga 10 persen.
“Sehingga jumlah makanan yang dikonsumsi akan berkurang dan pola makan tidak teratur. Contohnya seperti berat badan akan menurun dan kekurangan vitamin serta mineral.”
Kekurangan asupan makanan ini kemudian dikaitkan dengan risiko demensia.
Advertisement
Selanjutnya
Status Gizi
Status gizi yang baik menjadikan seseorang dapat memiliki tubuh yang sehat dan menjaga sistem dalam tubuh bekerja secara baik pula.
Pada masa lansia, penurunan fungsi tubuh dapat diakibatkan oleh umur, penyakit, dan status gizi. Asupan makanan yang kurang bergizi bagi para lansia mengakibatkan penurunan sistem dalam tubuh.
“Zat gizi makro diketahui berkaitan dengan kejadian demensia pada lansia, terutama vitamin B kompleks. Kekurangan vitamin B kompleks pada lansia dapat meningkatkan risiko terjadinya demensia.”
Ini menunjukan bahwa buruknya status gizi secara tidak langsung dapat mengakibatkan munculnya risiko demensia pada lansia.
Riwayat Penyakit
Penyakit infeksi dan metabolisme yang tidak ditangani serta diabaikan dapat memicu terjadinya demensia seperti tumor otak, penyakit kardiovaskuler (seperti hipertensi dan atherosclerosis), gagal ginjal, penyakit hati, dan penyakit gondok.
Penyakit penyebab demensia dibagi menjadi 3 kelompok meliputi demensia idiopatik, demensia vaskuler, dan demensia sekunder.
Demensia idiopatik contohnya seperti penyakit Alzheimers, penyakit Hungtiton, penyakit pick yang terjadi pada lobus frontal, dan lain-lain.
Demensia vaskuler contohnya demensia multi-infark, pendarahan otak non-traumatik dengan demensia. Dan pada demensia sekunder terjadi karena infeksi, gangguan nutrisi, gangguan auto-imun, trauma, dan stres.
Pencegahan Demensia
Meningkatnya prevalensi demensia dan berbagai faktor risiko yang ada membuat pihak Feda berinisiatif melakukan edukasi kepada masyarakat terkait pencegahan demensia.
Ia bersama tim dari Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu Komputer UPN Veteran Jakarta mengembangkan sebuah aplikasi pencegahan demensia bernama No Pikun.
Pihak Feda melakukan edukasi dan sosialisasi terkait aplikasi pencegahan demensia di Desa Jonggol, Bogor.
Desa ini dipilih karena FK UPN ingin melakukan kegiatan promosi kesehatan, pada masyarakat perifer Jakarta. Meskipun letaknya dapat dikatakan dekat dengan Jakarta, akan tetapi banyak masyarakat Jonggol yang masih minim dengan akses terhadap pengetahuan terhadap kesehatan.
Menurut Feda, masyarakat Jonggol adalah salah satu masyarakat yang memiliki risiko demensia.
“Tidak hanya masyarakat Jonggol, akan tetapi semua masyarakat rentan demensia. Kesadaran akan makanan atau nutrisi dan healthy lifestyle masih belum disadari oleh masyarakat Indonesia tidak hanya di perkotaan tetapi juga di pedesaan.”
Untuk itu sosialisasi aplikasi pun dilakukan. Menurutnya, aplikasi ini masih dikembangkan dengan download manual dengan cara pemberian link.
“Kemudian register dan memasukkan data-data pribadi. Cara kerjanya hampir mirip dengan aplikasi yang biasa ada di play store.”
Aplikasi ini bisa didapatkan dengan menklik link berikut https://drive.google.com/file/d/1ectH1Jbp3c9GZMYX9Z4MsSWjiJoVfZkt/view?usp=sharing.
Advertisement