Pakar Keamanan Siber: Pemerintah Tak Perlu Reaktif Tangani Bjorka

Pakar keamanan siber dari Indonesia Cyber Security Forum melihat bahwa pemerintah harusnya tidak perlu reaktif dalam menangani hacker Bjorka yang belakangan ramai dibicarakan publik.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 16 Sep 2022, 12:57 WIB
Ilustrasi Hacker Bjorka. Dok: Twitter

Liputan6.com, Jakarta - Perburuan mengenai identitas hacker Bjorka terus dilakukan pemerintah. Pihak berwenang juga disebut telah mengamankan seorang pemuda asal Madiun, Jawa Timur, diduga terkait dengan aktivitas Bjorka.

Menanggapi hal ini, Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja menyebut, yang perlu dilihat bukanlah identitas Bjorka, melainkan apa di balik Bjorka.

"Kalau dilihat polanya, Bjorka ini tidak sendirian melainkan sekelompok, karena memiliki sumber daya kuat untuk mendukung aksinya," tutur Ardi, dalam Liputan6 Update edisi Jumat (15/9/2022).

Pria yang juga seorang pakar keamanan siber ini mengatakan, dirinya tidak merisaukan Bjorka, pasalnya apa yang dilakukan oleh hacker adalah mencari celah keamanan di jaringan dan infrastruktur.

Sayangnya untuk kasus ini, Ardi menganggap Bjorka telah melakukan aksi melewati batas sehingga membuat kehebohan di satu negara dan membuat pemerintah menjadi reaktif.

"Padahal, kita menyikapi apa yang dilakukan Bjorka sebagai peretas itu lumrah, memang sifat peretas itu mencari celah kerentanan di satu sistem. Kebetulan ini ada satu dimensi celah yang kita saksikan, secara emosional dan psikologis rentan, sehingga mudah dipancing Bjorka. Ini yang membuat gaduh dan mengecoh banyak pihak," ujarnya.

Ardi pun menyayangkan pernyataan dari salah satu pejabat, yakni Menko Polhukam Mahfud MD, yang meremehkan hacker Bjorka.

"Sangat menyayangkan (pernyataan). Kita ini kan belajar tentang keamanan siber baru. Kita baru punya BSSN itu 2017 yang dibentuk melalui Keppres, sayangnya kita tidak belajar dari pengalaman negara lain," tutur dia bla-blakan.

Pasalnya menurut Ardi, Indonesia selama ini hanya menyoroti ancaman siber sebatas hoaks dan kebocoran data. Padahal, ancaman siber menurut Ardi, sifatnya lebih luas dibandingkan yang dipahami pemerintah Indonesia.

"Apa yang dilakukan pemerintah reaktif dan bahkan seperti anak kecil, menantang, itu tidak bijak, bahkan akan memperkeruh keadaan dan memancing. Bahkan sekarang saya yakin yang namanya Bjorka, mungkin banyak dan memancing reaksi," katanya.


Berbagai Jenis Hacker

BSSN menyatakan memberikan dukungan teknis dan meminta seluruh PSE memastikan keamanan Sistem Elektronik di lingkungan masing-masing. (Copyright foto:Pexels.com/Pixabay)

Ardi menyebut, pemerintah harus ingat, ada berbagai jenis peretas, mulai dari putih, hijau, hingga kuning. Bisa jadi, karena solidaritas, para hacker ini bisa menggalang kemampuan dan justru mengolok-olok keamanan siber Indonesia.

Ardi mengajak pemerintah tidak reaktif dan menantang sosok Bjorka. Pemerintah, menurutnya, perlu merangkul karena hacker seperti Bjorka memiliki kemampuan.

"Kita harusnya mawas diri melihat masalah ini, kita harus menutup celah-celah yang disampaikan oleh Bjorka. Jangan reaktif, habis energi kita mengejar Bjorka ke mana-mana," tutur Ardi.

Ardi meyakini, jika nantinya pihak berwenang berhasil meringkus sosok Bjorka, bukan tidak mungkin akan muncul hacker-hacker lainnya. Namun ia juga mengungkap ada berbagai derajat hacker, mulai dari white hacker atau hacker yang beretika hingga hacker hitam, yakni hacker dengan berbagai motivasi. Mulai dari modus ekonomi, iseng semata, hingga aktivis yang beralih ke internet untuk menjalankan aksinya.

Ardi melihat apa yang dilakukan Bjorka ini memiliki dimensi yang luar biasa, karena selain mengungkap aib, Bjorka juga mengingatkan ada kerentanan sistem pemerintah yang terbuka.


Skor Keamanan Siber di Indonesia Masih Rendah

Hacker Bjorka telah melancarkan berbagai aksi peretasan data rahasia negara yang hebohkan Indonesia. (Copyright foto:Pexels.com/Tima Miroshcichenko)

"Salah satunya emosional dan psikologi kita itu rentan. Itu bisa menjadi modal bagi hacker lain. Karena setiap hari diberitakan di media sosial jadi viral, ini akan jadi modal hacker yang lain untuk mengeksploitasi keadaan ini," ujar Ardi.

Apalagi menurut Ardi, skor keamanan siber di Indonesia itu masih 1,7 poin dari skala 1-5.

"Masih rendah, karena sejalan dengan apa yang kita ketahui, dan kita harus ingat, kita dalam proses belajar dan melek apa itu ancaman siber," katanya.

Ia bahkan menyebut, posisi Indonesia dalam hal kesadaran keamanan siber masih sama antara tahun 2013 dan saat ini. "Tingkat literasi kita memahami ancaman siber itu masih sangat rendah," katanya.

Ardi memandang, dunia digital adalah dunia yang penuh transparansi dan siapa saja bisa mengakses informasi dari sumber mana pun. Oleh karenanya, penting bagi pemerintah untuk membahas tentang risiko dan mengedukasi masyarakat tentang hal tersebut.

"Di era perkembangan teknologi, ada risiko yang perlu diwaspadai karena bisa berdampak ancaman terhadap jiwa, mengganggu ekonomi baik negara, perusahaan, dan individual. Oleh karenanya, perlu bahu-membahu membangun awareness ke masyarakat tentang risiko yang perlu diwaspadai," tuturnya.

(Tin/Ysl)

Banner Infografis Buntut Aksi Hacker Bjorka & Prioritas RUU Perlindungan Data Pribadi. (Foto: Tangkapan Layar Akun Twitter @bjorkanism, Kolase: Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya