Liputan6.com, Jakarta Piala Dunia tentu menjadi ajang yang paling membanggakan bagi seluruh tim nasional yang berhasil lolos ke putaran final. Tetapi sempat terjadi perpecahan dalam satu timnas saat sedang fokus mengincar gelar juara.
Jelang Piala Dunia Qatar yang berlangsung akhir tahun nanti, tentu saja semua tim ingin menjaga keharmonisan mereka agar bisa mendapatkan hasil terbaik.
Advertisement
Trofi juara Piala Dunia 2022 adalah mimpi seluruh 32 negara yang akan bertarung mulai 20 November mendatang.
Perpecahan menjadi salah satu yang sangat faktor yang sangat dihindari oleh semua tim. Hubungan antara pemain dan juga pelatih diharapkan bisa semakin mesra selama turnamen berlangsung.
Tapi ternyata, ada sebuah insiden yang begitu memalukan dan tak bisa dibayangkan muncul ketika Piala Dunia sedang berlangsung. Parahnya insiden ini terjadi dalam tubuh tim nasional besar seperti Prancis di Piala Dunia 2010.
Sebelum membahas pembangkangan ini, kita mundur lebih dulu ke Piala Dunia 2006 saat timnas Prancis menjadi salah satu finalis.
Setelah tampil medioker dalam fase kualifikasi dan keputusan kembalinya Zinedine Zidane, Prancis tampil di Jerman dengan penampilan yang mengecewakan. Mengawali turnamen dengan 2 hasil imbang sebelum susah payah lolos ke 16 besar usai kemenangan atas Togo.
Kendati demikian, pengamat menilai chemistry tim Prancis sangat buruk dan pelatih, Raymond Domenech, telah kehilangan harga dirinya di mata para pemain.
Bahkan, banyak yang menyebut striker andalan Prancis saat itu, Thierry Henry, tidak berbicara lagi dengan sang pelatih.
Zidane Pensiun Prancis Runyam
Pada babak 16 besar, Prancis hadapi tim favorit Spanyol yang berhasil menyapu semua pertandingan fase grup mereka dengan kemenangan meyakinkan.
Di awal pertandingan gol David Villa seakan membenarkan segala prediksi. Namun, Prancis secara mengejutkan bangkit berkat kelihaian Franck Ribery, Patrick Vierra dan Zinedine Zidane.
Prancis lagi-lagi harus menghadapi favorit juara yaitu Brasil pada babak perempat-final. Saat itu, Selecao digadang memiliki lini penyerangan terbaik di Piala Dunia 2006.
Namun, pertahanan Prancis tidak goyah dan duet Zidane dan Thierry Henry berhasil menciptakan gol kemenangan.
Dalam dua pertandingan monumental itu, Prancis benar-benar harus berterima kasih pada lima pemain: Zidane, Henry, Vierra, Lilian Thuram dan William Gallas.
Ketika itu, pertikaian dalam tim mulai mereda. Tak ada lagi perseteruan dengan sosok pelatih yang sudah kehilangan maruahnya.
Berkat pertahanan kokoh dan sosok pemimpin seperti Zidane, Prancis sukses melaju ke final namun harus menelan kekalahan dengan secara dramatis. Diwarnai tandukkan Zidane ke dada bek Italia, Marco Materazzi.
Usai kegagalan itu, Zidane dan Thuram resmi pensiun dari Timnas Prancis. Dampaknya langsung terlihat. Euro 2008 sangat memalukan dengan hanya bisa mendapatkan satu poin.
Tensi mulai kembali panas. Namun sepertinya sengaja tidak dibesar-besarkan setelah tiket ke Piala Dunia 2010 berhasil diamankan (walaupun dengan cara kontroversial "handball" Henry saat hadapi Irlandia).
Advertisement
Benzema Dicoret Picu Perdebatan
Kondisi pun berkembang hanya beberapa saat jelang Piala Dunia 2010 bergulir. Raymond Domenech disebut akan dicopot sebagai pelatih Prancis usai turnamen di Afrika Selatan.
Setelahnya Domenech mulai membuat keputusan kontroversial.
Thierry Henry yang notabene penyerang andalan dan topscorer Prancis kala itu dicadangkan. Ban kapten dicopot dari lengan William Gallas dan Patrice Evra ditunjuk sebagai suksesor.
Tak sampai di situ saja, Domenech juga mencoret beberapa pemain muda berbakat seperti bomber Real Madrid, Karim Benzema, dan Samir Nasri yang sedang bersinar dengan Arsenal.
Andalan Prancis di jantung lini tengah, Patrick Vierra, juga dicoret. Pemain seperti Yann M'Vila dan Mathieu Valbuena malah terpilih, sehingga memunculkan banyak pertanyaan dari berbagai pihak.
Tensi panas dan ketidakstabilan pun sangat terasa dalam tim Prancis. Sampai akhirnya meledak hanya 24 jam sebelum pertandingan pertama mereka.
24 jam sebelum pertandingan pertama melawan Uruguay, sebuah konflik terjadi di tubuh Prancis dan langsung tersorot oleh publik.
Florent Malouda harus menahan kaptennya, Patrice Evra, setelah bersitengang dengan sang pelatih dalam sesi latihan. Domenech menilai Malouda membesar-besarkan situasi dengan cara agresif, sehingga ia dicadangkan pada pertandingan pertama.
Striker Andalan Pulang Tengah Pertandingan
Dengan konflik yang mengendap-endap masuk, Prancis memulai Piala Dunia 2010 dengan hasil mengecewakan. Imbang 0-0 lawan Uruguay dalam pertandingan membosankan.
Prancis kelihatan tak berkembang. Jeremy Toulalan melepaskan tekel keras dan terlibat adu mulut di lapangan, membuat Domenech sampai masuk untuk tenangkan suasana.
Ini adalah momen kedua Domenech harus berada dalam situasi tidak nyaman. Dan pastinya bukan yang terakhir.
Usai hasil imbang itu, legenda Prancis dan mantan kapten tim, Zinedine Zidane, merasa yakin kalau Domenech telah kehilangan kontrol atas timnya, dan menyatakan kalau dia bukanlah "pelatih itu".
Nampaknya, komentar Zidane masuk ke dalam telinga dan pikiran mantan rekan-rekannya di Les Bleus.
Terbukti, pada pertandingan kedua melawan Meksiko permainan Prancis makin parah dan harus menelan kekalahan 0-2. Membuat Evra cs terjerembab di dasar klasemen dengan hanya 1 poin, dan pola permainan yang masih belum membaik.
Ternyata konflik Prancis kembali membara saat half-time. Domenech mengganti Nicolas Anelka dengan Andre-Pierre Gignac. Kabarnya striker Chelsea itu perang mulut dengan sang pelatih di ruang ganti.
Anelka bahkan menolak untuk minta maaf meski sudah dibujuk Presiden Federasi Sepakbola Prancis (FFF), Jean-Pierre Escalettes. Akhirnya Anelka pun memutuskan untuk merapihkan barangnya dan pulang di tengah turnamen.
Advertisement
Mogok Latihan
Satu hari setelahnya, kegagalan Domenech menghadapi skuadnya yang penuh ego akhirnya memuncak lewat sebuah insiden yang sangat spektakuler di panggung bergengsi macam Piala Dunia.
Kepulangan Anelka nampak memicu terganggunya psikis para pemain. Seluruh skuad Prancis lancarkan boikot dan menolak untuk menjalankan latihan.
Sesi latihan awalnya berjalan normal dan terbuka untuk para fans yang ingin menonton. Skuad Prancis memberikan tanda tangan dan tidak terlihat situasi tegang dalam tim.
Namun semuanya berubah saat pemain mulai masuk lapangan. Evra tampak bersitegang dengan pelatih fisik, Robert Duverne. Konfrontasi ini memaksa Domenech memisahkan keduanya.
Evra langsung tinggalkan lapangan dan masuk ke dalam bus, yang diikuti oleh seluruh rekan-rekannya. Saat skuad pemberontak itu kembali muncul, mereka memberikan sebuah surat pada Domenech.
"Seluruh pemain tanpa terkecuali menyatakan tidak setuju dengan keputusan yang diambil FFF untuk mencoret Nicolas Anelka dari skuad," baca Domenech.
"Atas permintaan skuad, pemain yang bersangkutan sempat berusaha untuk dialog tapi usahanya ditolak."
Banyak yang menyebut, insiden ini adalah satu jam paling gelap dalam sejarah tim nasional Prancis.
Akhir Memalukan Domenech
Saat FFF dan para pemain Prancis bersitegang, harapan untuk lolos dari fase grup pun disudahi dengan hasil yang mengecewakan. Pada laga terakhir grup melawan Afrika Selatan, Prancis kalah mengejutkan 1-2.
Artinya, juara dunia 1998 itu membusuk di dasar klasemen tanpa satu kemenangan pun.
Secepat mereka tiba di Afsel, secepat itu pula Prancis berkemas dan pulang. Pasukan Le Bleus dibebani insiden memalukan dan kekecewaan seluruh masyarakat negaranya.
Sementara untuk Domenech, posisinya sudah pasti digantikan oleh mantan kapten Prancis, Laurent Blanc, dan mengakhiri kiprahnya memimpin Prancis dengan sikap yang tidak terpuji.
Setelah kekalahan di pertandingan terakhir, Domenech menolak menjabat tangan pelatih Afrika Selatan. Itulah tindakan terakhirnya sebelum dipecat sebagai pelatih Prancis.
Saat para skuad kembali ke Prancis menggunakan pesawat kelas ekonomi, para suporter meminta jawaban atas hasil memalukan di Afrika Selatan.
Blanc pun bergerak cepat sebagai pelatih anyar dengan memberikan sanksi pada seluruh skuad Piala Dunia untuk pertandingan internasional berikutnya.
Dan lima pemain yang terlibat pemberontakan diungkap ke publik dan diberikan sanksi larangan bermain tergantung tingkat keterlibatannya.
Untungnya bali Les Bleus, penampilan mereka perlahan membaik dan menunjukkan perkembangan di turnamen berikutnya. Tembus perempat-final Euro 2012 dan Piala Dunia 2014, lalu finalis Euro 2016.
Dengan generasi yang menjanjikan, akhirnya Prancis kembali menuai prestasi terbaik pada ajang Piala Dunia 2018 lalu di Rusia setelah keluar sebagai juara untuk kali kedua sepanjang sejarah.
Namun, sampai kapan pun sejarah akan terus mencatat bagaimana pemberontakan yang dilakukan pada Piala Dunia 2010 sebagai tinta hitam dalam perjalanan Timnas Prancis.
Baca Juga
Advertisement