Liputan6.com, Jakarta - Perayaan mode Jakarta Food and Fashion Festival (JF3) sudah ditutup manis lewat kolaborasi Lakon Indonesia dan Cahyo, seorang maestro batik asal Pekalongan. Namun, keriaannya masih terekam dalam rangkaian gambar dan kisah.
Lorong Waktu jadi tema yang diusung dalam pertunjukan kolaborasi label lokal dan Cahyo pada Selasa malam, 6 September 2022. Atmosfer perjalanan waktu bahkan sudah dibangun dari deretan jam dinding mati di selasar masuk menuju ruang pertunjukan.
Baca Juga
Advertisement
"Kami coba untuk menggambarkan perjalanan. Perjalanan itu sesuatu yang menciptakan cerita, dari cerita itu, baru timbul karya. Jadi, itu yang mau dipresentasikan," tutur Thresia Mareta, founder Lakon Indonesia.
Ia menyebut pertunjukan penutup tersebut sebagai sesuatu yang spesial karena bisa berkolaborasi dengan maestro batik yang masih hidup. Cahyo dikenal akan motif flora dan fauna yang sangat luwes dan halus dengan teknik pewarnaan yang istimewa. Sejak berkenalan dengan Cahyo, terjadi jauh sebelum dimulainya koleksi Pakaiankoe pada 2000, ia langsung terpana.
Ia melihat jiwa dan rasa yang dituangkan Cahyo dalam batiknya. "Selama ini, seniman di balik layar tidak diangkat ke depan, tapi kami mencoba mengangkat beliau ke depan," ucap Thresia.
Cahyo lah yang bertugas membuat batik, sementara Lakon Indonesia melalui tangan Irsan merancang desain busana yang ingin ditampilkan di panggung. Total ada 54 tampilan dari semula direncanakan hanya 30 desain.
"Saya ingin mengajak kita semua sebagai satu bangsa, perlu mengenal diri kita sendiri. Kita perlu hargai hasil seniman yang kita punya. Secara konsisten berusaha berkontribusi dalam pelestarian buaya," sambung dia.
Rangkuman Perjalanan
Thresia menjelaskan koleksi yang diangkat merupakan rangkuman dari yang pernah dilakukan Lakon Indonesia sebelumnya. Hal itu juga menjadi pondasi yang lebih kokoh bagi brand lokal yang memulai usahanya sejak 2020.
Koleksi yang dihadirkan pada malam itu terdiri dari koleksi pria dan wanita, meski busana yang dikenakan pria itu juga sebenarnya bisa dipakai kaum perempuan. Pilihannya variatif, dari ragam kebaya tradisional dipadukan rok batik monokrom, busana semi kasual pria yang didominasi celana selutut, hingga busana smart casual yang garis rancangnya mengingatkan pada potongan khas label busana mewah asal Prancis.
"Kalau dari eksplorasi batiknya, pembuatannya itu memakan waktu setahun. Kali ini, kami menampilkan batik tulis khasnya Pak Cahyo... Tapi, pengerjaan busananya dari bulan April," ia menambahkan.
Batik hadir dengan beragam kesan, mulai dari tradisional, modest, hingga eklektik. Rasanya tak bosan memandang dan mengekplorasi gaya dari koleksi tersebut. "Dalam setiap karya kami ini sejalan dengan tujuan kami untuk membawa budaya menjadi relevan dalam perjalanan masa," ujar Thresia.
Advertisement
Kenapa Pekalongan?
Thresia mengaku tak ingin membatasi kreasi hanya di batik Pekalongan. Tapi, ia saat ini sengaja memfokuskan ke sana lantaran Pekalongan memiliki industri batik yang paling produktif di Indonesia.
"Jadi, ada baiknya kita angkat Pekalongan dulu," katanya.
Batik itu juga banyak dikombinasikan dengan material perca atau lurik. Kesannya ramai, tapi masih estetis. Ada pula yang dikombinasikan dengan denim, memberi keunikan tersendiri pada busana.
"Kalau bicara untuk satu brand yang bisa go global, uniqueness akan jadi satu kekuatan kita untuk perlu dieksplorasi dan diolah supaya bisa bawa nama Indonesia secara baik. Itu yang kami lakukan," sambung Thresia.
Ia secara pribadi juga tak ingin bertahan di titik yang sama. Ke depan, ia akan mengeksplorasi kekayaan budaya Indonesia lebih banyak agar selalu bisa menghadirkan kebaruan. "Indonesia ini kaya sekali," ucapnya.
Buat Buku
Thresia juga sempat menyinggung bahwa pertunjukan tersebut menjadi salah satu cara mengarsip karya seniman batik Indonesia. Menurut dia, tak banyak catatan yang dimiliki Indonesia terkait karya si pembatik.
"Kekayaan intelektual mereka biasanya menghilang bersama kepergian sang maestro," ujarnya.
Untuk itu, pihaknya sedang mempersiapkan satu buku yang merangkum catatan penting perjalanan budaya Indonesia. Ide itu muncul setelah mendatangi langsung tempat maestro batik itu bekerja dan berbincang langsung. Hal-hal itu, kata dia, layak untuk diingat khalayak Indonesia dan luar negeri.
"Bakal di-launching setelah Lorong Waktu," kata dia.
Sementara, Chairman JF3 Sugianto Nagaria melihat antusiasme masyarakat atas industri fesyen Tanah Air. Hal itu terbukti dari banyaknya pengunjung yang menyaksikan langsung pertunjukan fesyen, walau sebenarnya mereka bisa menontonnya secara online.
"Spesial untuk acara seperti ini, ruangan, teknologi, suara, lighting, kita beri ruang secara maksimal selama lima hari. JF3 mengharapkan dengan partner yang tepat, malam ini kita sama-sama give something untuk industri, harap-harap bisa diserap oleh pelaku dan masyarakat semakin cinta sama Indonesia," ia menerangkan.
Advertisement