Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022. Regulasi ini mengatur tarif EBT (energi baru terbarukan) untuk pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Namun, pihak pengembang tidak senang lantaran kebijakan baru tersebut tidak mengakomodasi skema feed in tariff (FiT) yang telah diusulkan. Pasalnya, harga pembelian tenaga listrik dari PLTP dapat berubah dalam jangka waktu tertentu. Sementara pengembang lebih ingin ada kepastian harga untuk perjanjian jual beli listrik (PJLB) di awal kontrak.
Advertisement
Founder dan Chairman PT Supreme Energy Supramu Santosa mengutarakan, pengembangan panas bumi (geothermal) merupakan usaha yang berosiko tinggi dan membutuhkan waktu penyelesaian yang sangat panjang.
Supramu lantas mencontohkan apa yang dikerjakan PT Supreme Energy di PLTP Muara Laboh, Sumatera Barat dan PLTP Rantau Dedap di Sumatera Selatan.
"Itu sangat sulit dan berisiko tinggi, serta memerlukan waktu penyelesaian masing-masing 12 tahun dan 13 tahun, mulai dari survei 3G sampai dengan tercapainya operasi secara komersial," papar dia dalam pernyataan tertulis, Senin (19/9/2022).
Karena hasil eksplorasi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, ia melanjutkan, kedua proyek tersebut hanya menghasilkan tenaga listrik kurang dari setengah dari yang direncanakan semula.
"Permasalahan utama yang menyebabkan lambatnya pengembangan panas bumi adalah adanya gap antara kelayakan keekonomian investasi dengan kebijakan pemerintah yang menekankan pada harga energi yang affordable," keluhnya.
Selanjutnya, Supramu menyarankan agar Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) bersama investor/pengembang dan Pemerintah dapat bekerjasama mencari solusi atas permasalahan yang ada, yakni mencari titik temu antara keekonomian investasi PLTP dan harga listrik yang lebih terjangkau.
Supramu meminta kontribusi PLTP jangan hanya dipandang sebagai sumber energi yang handal, tapi harus dilihat secara utuh seperti kontribusi terhadap lingkungan dan pembangunan ekonomi daerah.
"Kami telah melewati waktu 12-13 tahun dengan penuh semangat dan keyakinan bahwa panas bumi adalah suatu kebutuhan mutlak untuk mendukung ketahanan energi nasional dimasa yang akan datang," tegasnya.
Indonesia Target jadi Raja Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Dunia
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membuka The 8th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2022 di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (14/9/2022) sebagai agenda tahunan Asosiasi Panas bumi Indonesia (API).
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyampaikan, Indonesia punya potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan, khususnya untuk sektor pembangkit listrik.
Menurut dia, dalam mengurangi penggunaan emisi menjadi tantangan dalam melawan isu iklim global, panas bumi menjadi salah satu cara dalam mengurangi ketergantungan negara pada bahan bakar fosil.
"Indonesia menjadi negara dengan kapasitas terpasang PLTP terbesar kedua di dunia, dan akan menjadi nomor satu dalam beberapa tahun ke depan," ujar Dadan di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2022).
Ketua Umum API Prijandaru Effendi mengatakan, pemangku kepentingan panas bumi telah berkolaborasi memulai inisiatif baru untuk mencari terobosan, gagasan agar energi panas bumi dapat berperan serta menjadi andalan dalam transisi energi.
Pengembangan potensi panas bumi di Indonesia harus terus ditingkatkan dalam berbagai bentuk. Mulai dari ekspansi lapangan eksisting, kegiatan eksplorasi pada area-area baru dan pemanfaatan panas bumi beyond energy.
Energi panas bumi tersedia 24 jam sehari, 7 hari seprkan, 365 setahun, dan tidak terpengaruh kondisi cuaca dan iklim. Sehingga sangat cocok dijadikan pembangkit energi terbarukan pemikul beban dasar dengan capacity factor rata-rata di atas 95 persen.
Advertisement
Investasi
Maka tak mengherankan, Prijandaru menilai, investasi di sektor panas bumi memiliki peluang yang sangat besar.
"Diharapkan momen ini dianggap mampu menciptakan peluang baik untuk menjalin kerjasama antara pemangku kepentingan industri panas bumi," imbuhnya.
Ketua Panitia Pelaksana IIGCE 2022 Riza Pasikki menargetkan, The 8th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2022 bisa dihadiri oleh lebih dari 1.000 delegasi secara virtual, terdiri dari perusahaan pengembang panas bumi, perusahaan pelayanan panas bumi, perusahaan pendukung, pemerintah, hingga akademisi.
"Dukungan demi dukungan akan sangat dibutuhkan untuk terus menggali potensi panas bumi di Indonesia. Dengan seluruh manfaat yang dihadirkan oleh pengembangan panas bumi. Harapannya panas bumi dapat dioptimalkan karena sudah terbukti memberikan multiplier effect untuk kesejahteraan rakyat indonesia. Tidak ada alasan untuk menunda pemanfaatan panas bumi di Indonesia," tegasnya.
Indonesia Berpotensi Jadi Pusat Industri Panas Bumi Skala Dunia
Besarnya potensi energi panas bumi di tanah air membuka peluang Indonesia menjadi pusat industri panas bumi berskala dunia di masa depan.
Namun untuk bisa mencapai target tersebut harus ada upaya untuk membuat energi panas bumi pemanfaatannya lebih optimal lagi.
Presiden Direktur PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), Ahmad Yuniarto, mengungkapkan dengan menjadi pusat industri panas bumi dunia, secara otomatis ketahanan energi yang ditopang oleh panas bumi bisa terwujud.
Panas bumi menjadi salah satu energi baru terbarukan yang paling relevan untuk menjadi sumber daya energi utama untuk memenuhi kebutuhan nasional.
"Indonesia sangat potensial untuk panas bumi karena melimpahnya sumber daya. Listrik yang dihasilkan dari panas bumi juga sangat stabil dan masih ada ruang agar biayanya kompetitif dan energi panas bumi sangat kompeten sebagai base load pembangkit listrik untuk sistem kelistrikan apapun," ujar Yuniarto, Senin (15/8/2022).
Menurut Yuniarto, untuk bisa mengejar target dekarbonisasi pengembangan panas bumi tidak bisa dilakukan biasa-biasa saja seperti sekarang.
Perlu ada akselerasi ekstra dari dari pemerintah selaku regulator, tidak hanya mengandalkan pelaku usaha.
Green hydrogen, misalnya, yang menjadi produk lanjutan dari panas bumi, pengembangannya bisa memberikan efek berantai (multiplier effect) luar biasa.
Namun pengembangannya membutuhkan dana yang tidak sedikit sehingga ini menjadi tantangan yang harus dijawab oleh PGE.
"Kita bisa jadikan geothermal sebagai green economy memberikan efek terhadap Indonesia. Kondisi itu memberikan value lebih banyak ke Indonesia hanya saja bisakah kiga memproyeksikan green hydrogen dengan biaya efisien," ungkap Yuniarto saat berbicara dalam 11th ITB International Geothermal Workshop 2022, belum lama ini.
Advertisement