Liputan6.com, Jakarta Salah satu penyakit tulang yang rentan menyerang anak sebelum masa pubertas adalah skoliosis. Penyakit tersebut disebabkan oleh kondisi tulang belakang melengkung atau menyamping secara tidak normal.
Menurut Dr. dr. Luthfi Gatam, Sp.OT (K) Spine dari Eka Hospital BSD, skoliosis merupakan kondisi tulang belakang yang tidak normal karena berbentuk melengkung seperti huruf C atau S.
Advertisement
“Biasanya skoliosis ditemukan pada usia pubertas yaitu usia 10 sampai dengan 18 tahun dan secara umum kaum wanita lebih rentan mengidap skoliosis dibandingkan pria," kata dr Luthfi.
Penjelasan ini terkadang membawa dampak psikologis bagi pasien atau orangtua pasien pengidap skoliosis. Di benak mereka akan muncul pertanyaan selanjutnya mengapa hal ini dapat terjadi?
Selain itu, orangtua juga sering mengungkapkan atau mengeluhkan, “Sepertinya ada yang aneh dengan cara berjalan anakku". Ungkapan tersebut seringkali didengar oleh dokter spesialis tulang.
Dokter Luthfi menuturkan, setidaknya ada empat faktor yang dapat menyebabkan skoliosis, salah satunya adalah faktor yang tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai Skoliosis Idiopatik, di mana jenis skoliosis ini paling banyak diderita.
Lain lagi dengan kondisi yang disebabkan karena kerusakan bantalan dan tulang belakang yang aus seiring pertambahan usia yang disebut Skoliosis Degeneratif.
Kondisi rusaknya jaringan saraf dan otot yang menyebabkan kelengkungan tulang belakang disebut dengan Skoliosis Neuromuscular. Sedangkan Skoliosis Congenital terjadi karena pertumbuhan tulang belakang yang tidak normal ketika masih di dalam kandungan.
“Tentunya ada beberapa gejala yang dapat dilihat sehingga seseorang dapat didiagnosa mengidap skoliosis. Misalnya, apakah tubuh penderita condong ke satu sisi, salah satu bahu lebih tinggi, salah satu tulang belikat lebih menonjol, atau tinggi pinggang yang tidak rata,” tuturnya.
Bantuan Dokter Spesialis Tulang
Penyakit ini tidak dapat disembuhkan dengan sendirinya tanpa bantuan dokter spesialis tulang, karena dokter akan melakukan pengecekan lebih detail dan rinci dari gejala yang dialami oleh pasien serta pemeriksaan secara fisik.
Seperti meminta pasien berdiri, membungkuk dan melihat seberapa tingkat keparahan postur tubuh yang tidak simetris.
“Selain itu dokter akan memeriksa apakah ada otot dan saraf yang lemah, kaku, atau adanya refleks yang tidak normal”, ujar pria yang berpraktik di Eka Hospital BSD ini.
Melalui pemeriksaan fisik yang didukung oleh foto rontgen dan CT scan akan terlihat secara jelas lengkungan tulang belakang yang diderita.
Dr Luthfi juga menjelaskan, seseorang yang mengidap skoliosis tingkat tinggi yaitu lengkungan lebih dari 45 derajat dapat diobati dengan tindakan Operasi. Lalu, apakah operasi pada pengidap skoliosis berbahaya?
“Operasi skoliosis adalah operasi besar pada tulang belakang dengan risiko kematian dan kelumpuhan. Namun, dengan perkembangan teknologi saat ini, risiko kematian dan kelumpuhan tersebut dapat ditekan bahkan hingga mendekati 0 persen”, tegasnya.
Robot Navigasi
Saat ini di Eka Hospital telah tersedia alat navigasi dan robotic spine yang berfungsi memandu dokter dalam memasukkan screw pada saat operasi. Akurasi navigasi dan robotik dalam memasukkan screw diklaim mencapai 99.9 persen.
Selain itu, alat navigasi dan robotik ini memungkinkan operasi skoliosis dengan teknik minimal invasif atau operasi dengan luka sayatan yang lebih kecil dan risiko pendarahan yang lebih sedikit, dengan harga 249 juta untuk setiap operasi skoliosis. Pembelian paket ini berlaku hingga Desember 2022 meski tindakan dilakukan di kemudian hari.
Sementara itu, drg. Rina Setiawati selaku Chief Operating Officer (COO) Eka Hospital Grup juga menambahkan, Eka Hospital sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan memiliki peran penting membantu masyarakat luas.
“Kami mengedepankan kesehatan pasien dalam pembuatan program ini. Dan Eka Hospital Grup merasa memiliki kewajiban membantu pasien yang membutuhkan robot navigasi untuk segera melakukan tindakan operasi”, ujarnya.
Pada intinya, penyakit skoliosis dapat disembuhkan, namun tergantung tingkat keparahan dan gejala yang dirasakan oleh penderita. Untuk itu, Dr Luthfi menyarankan untuk melakukan pengecekan sedari dini, sehingga tindakan akan dilakukan secara cepat dan tepat.
(*)
Advertisement