Liputan6.com, Jakarta Perkembangan penyaluran pembiayaan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) per Juni 2022 dilihat dari jenis penggunannya masih di dominasi oleh modal kerja yakni Rp 63,44 triliun atau tumbuh 11,11 persen.
Hal itu disampaikan Advisor Deputi Komisioner Regional OJK Sotarduga Napitupulu, dalam webinar Normalisasi suku bunga acuan dan prospek BPR dan BPRS tahun 2023, Senin (19/9/2022).
Advertisement
Sementara kredit investasi tercatat Rp 11,14 teiliun atau tumbuh sekitar 10,20 persen, kredit konsumsi Rp 61,97 triliun atau tumbuh 7,24 persen.
Adapun lima sektor ekonomi terbesar yang menjadi penyalur kredit atau pembiyaan dari BPR dan BPRS, diantaranya pertama, sektor ekonomi usaha lainnya tercatat Rp 43,70 triliun dengan porsi penyaluran 32 persen.
"(Kedua) Sektor ekonomi perdagangan besar dan everan tercatat Rp 27,23 triliun dengan porsi penyaluran kurang lebih 20 persen," kata Sotarduga.
Ketiga, sektor ekonomi bukan lapangan usaha tercatat Rp 18,30 triliun dengan porsi penyaluran 13,12 persen. Keempat, sektor ekonomi jasa kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan, dan perorangan lainnya tercatat Rp 10,99 triliun dengan penyaluran 8,05 persen.
Terakhir, sektor ekonomi pertanian, perkebunan, dan kehutanan nominalnya Rp 8,46 triliun dengan porsi penyaluran 6,20 persen.
Optimalisasi kinerja BPR dan BPRS
Lebih lanjut, dalam rangka mendorong optimalisasi kinerja BPR maupun BPRS periode pandemi, OJK telah menerbitkan kebijakan stimulus sebagaimana diterbitkan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34/POJK.03/2020tentang Kebijakan bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sebagai Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019
Salah satu kebijakan yang diberikan adalah terkait relaksasasi restrukturisasi pembiyaan baik BPR maupun BPRS.
Sebagai bentuk respon kebijakan tersebut, jumlah kredit pembiayaan BPR dan BPRS meningkat. Dimana peningkatannya terjadi pda Agustus 2020, peningkatan mencapai 603 persen year on year, dimana komposisi kredit pembiayaan restrukturisasi mencapai 15,34 persen dibanding total kredit yang disalurkan BPR dan BPRS.
Pada Mei 2021, terlihat perlambatan pertumbuhan kredit yang direstrukturisasi ini tersisa Rp 22,27 triliun dengan komposisi 16,31 persen dari total kredit maupun pembiayaan.
"Jumlah kredit dan pembiyaan yang direstrukturisasi itu turun sebesar 5,88 persen. Namun demikian BPR dan BPRS memantau dengan ketat tingkat pertumbuhan kredit tersebut," pungkasnya.
Advertisement
OJK Bongkar Tantangan Pengembangan BPR, Mulai dari Modal hingga SDM
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan tantangan yang akan dihadapi industri perbankan ke depan bersumber dari kondisi eksternal maupun internal, sehingga perlu direspon secara cermat dengan strategi yang tepat.
Hal itu disampaikan Advisor Deputi Komisioner Regional OJK Sotarduga Napitupulu, dalam webinar Normalisasi suku bunga acuan dan prospek BPR dan BPRS tahun 2023, Senin (19/9/2022).
"Industri BPR masih akan menghadapi berbagai tantangan. Tentu saja tantangan ini bersumber dari sisi eksternal dan internal bank, sehingga perlu direspon dengan sangat baik dan tepat oleh seluruh stakeholder berkepentingan dengan industri BPR maupun BPRS," kata Sotarduga.
Tantangan eskternal diantaranya pandemi covid-19 masih ada, persaingan usaha antar Lembaga Jasa Keuangan (LJK) cukup ketat di segmen UMKM, biaya investasi infrastruktur TI cukup besar, perubahan perilaku masyarakat atas inovasi produk dan layanan, perkembangan digital ekonomi, dan perkembangan TI di bidang keuangan.
Selain itu, juga terdapat tantangan struktural yang dihadapi BPR dan BPRS ke depan. Diantaranya, pertama, terkait permodalan.
"Bahwa permodalan BPR dan BPRS ini masih berskala kecil sehingga harus di upgrade. Ada ketentuan 2024 nanti minimum harus mencapai Rp 6 miliar," ujarnya.
Tata Kelola
Kedua, penerapan tata kelola dan manajemen risiko pada BPR dan BPRS masih dapat dioptimalkan.
"Meskipun saya sering mendengar pak wong kita kecil kok harus diatur manajemen, tata kelola dan seterusnya. Tetapi itu sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan yang semakin ketat," ujarnya.
Tantangan struktural ketiga, yaitu infrastruktur teknologi informasi dan adopsi Teknologi informasi terkini relatif terbatas. Keempat, variasi produk dan layanan yang masih terbatas.
Advertisement