Pakar Sebut Proses Hukum ke Ferdy Sambo Tak Bisa Gegabah

Pernyataan Hibnu ini sekaligus merespons pengacara Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak yang menilai Kinerja Polri dalam menangani kasus pembunuhan berencana terhadap kliennya sangat lambat.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 19 Sep 2022, 20:35 WIB
Irjen Ferdy Sambo bersama istrinya, Putri Candrawathi, saat rekonstruksi pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Duren Tiga, Jakarta, Selasa (30/8/2022). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Hibnu Nugroho mengingatkan proses hukum kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang menjerat Irjen Ferdy Sambo membutuhkan waktu dan tidak bisa gegabah.

Menurut Ibnu, proses yang berjalan saat ini sudah berjalan semestinya. Kata dia, Polri harus memformulasikan semua bahan penyelidikan.

"Sudah berjalan semestinya, butuh waktu untuk memformulasikan dari penyidik ke penuntut umum," ujar Hibnu dalam keterangannya, Senin (19/9/2022).

Pernyataan Hibnu ini sekaligus merespons pengacara Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak yang menilai Kinerja Polri dalam menangani kasus pembunuhan berencana terhadap kliennya sangat lambat.

Kamaruddin mengungkapkan, saking lambatnya penanganan kasus ini membuat Samuel Hutabarat, ayah dari Brigadir J, merasa pesimistis atas kasus pembunuhan anaknya tersebut.

Hibnu menyebut sejauh ini penyidik Polri terlihat hati-hati dalam menyelesaikan proses hukum terhadap Sambo dan empat tersangka lainnya agar tak terjadi kesalahan teknis dalam penuntutan di pengadilan nantinya.

"Jangan sampai ini perkara ada terjadi suatu kesalahan teknis. Kesalahan teknis nanti malah bahaya merusak wibawa negara ataupun Polri," ujarnya.

Lebih lanjut, Hibnu memastikan proses hukum terhadap Sambo tak keluar dari Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Sesuai KUHAP masih on the track. Waktu masih cukup," kata dia.

Hibnu pun meminta masyarakat bersabar menunggu proses hukum yang dilakukan Polri terhadap para tersangka pembunuhan Brigadir J.

Menurutnya, Polri saat ini juga sudah melimpahkan berkas para tersangka ke Kejaksaan Agung.

"Tinggal tunggu waktu saja, saya kira enggak lama," kata dia.

 


Jadi Otak Pembunuhan Brigadir J

Ferdy Sambo menjadi otak pembunuhan Brigadir J di rumah dinasnya, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli lalu. Ia dijerat sebagai tersangka bersama empat orang lainnya yang tak lain adalah istrinya Putri Candrawathi, kemudian Bharada E, Bripka RR, dan Kuat Maruf.

Dalam kasus ini, Tim Inspektorat Khusus (Itsus) Polri telah memeriksa 63 anggota Polri terkait kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Dari total tersebut, ada 35 personel yang ditetapkan melanggar kode etik atas penanganan kasus tersebut.

Mereka yang telah menjalani sidang etik yakni Irjen Ferdy Sambo, Kombes Agus Nurpatria, Kompol Baiquni, Kompol Chuk Putranto, Brigadir Frilliyan Fitri, AKP Dyah Candrawati, Bharada Sadam, AKBP Jerry Raymond Siagian dan AKBP Pujiyarto.

Dari sembilan orang tersebut, hanya beberapa saja yang dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) oleh tim Komisi Kode Etik Polisi (KKEP). Di antaranya Irjen Ferdy Sambo, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Jerry Raymond Siagian.

Ferdy Sambo dijatuhi sanksi PTDH karena dianggap telah melanggar kode etik hingga dianggap melakukan pelanggaran berat atas kematian Brigadir J. Sanksi itu dibacakan dalam sidang etik pada 26 Agustus 2022.

 


Jalani Sidang Kode Etik

Sanksi PTDH juga dijatuhkan kepada Kompol Chuck Putranto serta Kompol Baiquni Wibowo, yang menjalani sidang etik pada 2 Sepetmber 2022. Keduanya terbukti melakukan pelanggaran terkait perusakan kamera Closed Circuit Television (CCTV).

Perwira lain yang disanksi PTDH yaitu Kombes Agus Nurpatria yang menjalani sidang etik pada 7 September 2022. Ia dijatuhi sanksi tersebut, karena dinilai menghalang-halangi penyidikan atau Obstruction of Justice (OJ) atas kasus kematian Brigadir J.

Berikutnya, perwira menengah Polri yang terkena sanksi PTDH itu yakni mantan Wadirkrimum Polda Metro Jaya AKBP Jerry Raymond Siagian. Hal ini karena dinilai telah melakukan pelanggaran berat di kasus Brigadir J. Dia dinyatakan tidak profesional dalam menangani dua laporan polisi terkait ancaman pembunuhan dan dugaan pelecehan seksual.

Mereka yang disanksi PTDH tersebut mengajukan banding usai menjalani sidang kode etik dalam waktu yang berbeda-beda.

 


Sanksi Demosi

Selain itu, personel Polri yang dijatuhi sanksi demosi adalah Bharada Sadam dan Brigadir Frillyan Fitri dan AKP Dyah Candrawathi. Sanksi ini diketahui berupa mutasi yang bersifat hukuman berupa pelepasan jabatan dan penurunan eselon serta pemindahtugasan ke jabatan, fungsi, atau wilayah yang berbeda.

Untuk AKP Dyah diberi sanksi demosi dalam sidang etik pada 7 September 2022 karena dinilai bersalah yakni tidak profesional dalam pengelolaan senjata api.

Sedangkan, Bharada Sadam dinilai tidak profesional yakni menghalangi dan mengintimidasi jurnalis saat meliput TKP penembakan Brigadir J seperti melakukan penghapusan foto serta video pada Juli lalu.

Kemudian, Eks BA Roprovos Divpropam Polri Brigadir Frillyan Fitri Rosadi yang juga dikenakan sanksi demosi. Dia tidak profesional menjalankan tugas karena mengintimidasi wartawan saat olah TKP pembunuhan Brigadir J.

Selanjutnya, AKBP Pujiyarto atau mantan Eks Kasubdit Renakta Polda Metro Jaya AKBP Pujiyarto dikenai sanksi penempatan khusus (Patsus) di Propam Polri selama 28 hari atas kasus kematian Brigadir J.

Sanksi ini diberikan, karana dia dinilai terbukti melanggar etika lantaran tidak profesional dalam menangani laporan terkait pelecehan kepada istri Sambo, Putri Candrawathi.

 

Infografis Irjen Ferdy Sambo Tersangka Pembunuhan Berencana Brigadir J. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya