Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Joe Biden kembali menunjukkan optimisme pada ekonomi negaranya, mengatakan Amerika akan mampu mengendalikan inflasi yang tinggi.
Biden juga berharap Federal Reserve (The Fed) bisa mencapai soft landing dengan memperlambat pertumbuhan ekonomi tanpa masuk ke jurang resesi.
Advertisement
"Saya memberi tahu orang-orang Amerika bahwa kita akan mengendalikan inflasi," kata Biden, dikutip dari CNN Business, Selasa (20/9/2022).
Dalam sebuah wawancara di segmen 60 Minutes CBS yang ditayangkan pada Minggu malam, Biden memuji keuntungan pemerintahannya di pasar tenaga kerja, dengan pertambahan 10 juta pekerjaan baru sejak dia menjabat, dan investasi di industri semikonduktor.
"Sementara itu, kami menciptakan semua pekerjaan ini dan harga telah naik, tetapi harga energi sudah turun," katanya.
"Kita berharap dapat mencapai apa yang mereka katakan, yaitu pendaratan lunak, transisi ke tempat di mana kita tidak kehilangan keuntungan yang saya usahakan untuk orang-orang kelas menengah, mampu menghasilkan kebaikan, membayar pekerja dan ekspansi. Juga ada saat yang sama memastikan bahwa kita dapat terus tumbuh," ujar Biden.
Seperti diketahui, inflasi AS tahun ini telah melonjak ke level tertinggi sejak awal 1980-an dikarenakan berbagai faktor, termasuk pandemi, hambatan rantai pasokan, dan perang Rusia-Ukraina.
Namun laporan inflasi AS terbaru terkait Indeks Harga Konsumen, menunjukkan bahwa laju inflasi tahunan mulai menurun menjadi 8,3 persen pada Agustus 2022.
Sebelumnya, pada bulan Juni 2022 indeks harga konsumen AS mencapai 9,1 persen, angka tertinggi dalam lebih dari empat dekade.
Namun, laporan CPI Agustus juga menunjukkan kenaikan bulanan yang lebih tinggi dari perkiraan sebesar 0,1 persen, ketika para ekonom meyakini akan adanya penurunan.
Daftar 10 Kota di AS dengan Angka Inflasi Tertinggi
Wilayah Sun Belt, yang terletak di Tenggara dan Barat Daya Amerika Serikat, memiliki beberapa arus masuk penduduk baru terbesar selama pandemi. Tapi sekarang, mereka menghadapi inflasi terburuk di negara ini, menurut sebuah studi baru.
Dengan tingkat inflasi AS sebesar 8,3 persen pada Agustus 2022, masyarakat Amerika harus menghadapi kenaikan biaya barang dan jasa.
Tetapi angka inflasi di tiap wilayah bisa berbeda karena berbagai faktor, termasuk ketersediaan barang dan jasa, serta biaya transportasi dan tempat tinggal.
Penduduk di Sun Belt mengalami tingkat inflasi di atas rata-rata mendekati 10 persen, menurut data indeks harga konsumen (CPI).
Kota-kota di wilayah ini juga mengalami peningkatan inflasi individu yang paling tajam tahun 2021 lalu.
Menggunakan data CPI, situs keuangan pribadi WalletHub memeriksa 23 wilayah metropolitan terbesar di AS dan memberi skor 100, dengan 100 sebagai tingkat inflasi tertinggi.
Berikut 10 kota di AS yang mengalami inflasi terparah, dikutip dari CNBC International, Senin (19/9/2022) :
- Phoenix, Mesa-Scottsdale, Arizona: 92,11 persen
- Atlanta, Sandy Springs-Roswell, Georgia: 87,59 persen
- Tampa, St. Petersburg, Clearwater, Florida: 84,16 persen
- Miami, Fort Lauderdale, West Palm Beach, Florida: 72,84 persen
- Dallas, Fort Worth, Arlington, Texas: 69,2 persen
- Riverside, San Bernardino, Ontario, California: 68,71 persen
- Denver, Aurora-Lakewood, Colorado: 67,12 persen
- Baltimore, Columbia-Towson, Maryland: 66,79 persen
- Minneapolis, St.Paul-Bloomington, Minnesota-Wisconsin: 62,74 persen
- Houston, The Woodlands-Sugar Land, Texas: 61,99 persen
Advertisement
6 Wilayah Metropolitan di Sun Belt Hadapi Inflasi Tertinggi
Enam wilayah metropolitan yang menghadapi inflasi tertinggi terletak di Sun Belt, ungkap WalletHub.
Kota lainnya yang melihat angka inflasi yang lumayan tinggi yaitu Anchorage, Alaska, diikuti oleh San Francisco Bay Area dan New York City.
Bahkan sebelum pandemi, kota-kota ini sudah menghadapi biaya hidup yang tinggi, yang mungkin menjelaskan peningkatan inflasi yang relatif marjinal.
Banyak kota berperingkat teratas dalam penelitian ini adalah hotspot migrasi di awal pandemi, ketika orang bermigrasi jauh dari Timur AS dan sebagian California untuk mendapatkan properti yang lebih murah di tempat lain di negara itu, terutama di Sun Belt.
Namun dengan arus masuk penduduk baru yang besar, pasar properti yang lebih murah ini tidak lagi terjangkau seperti sebelumnya.
Bahkan dengan pasar perumahan yang agak mendingin karena tingkat hipotek yang tinggi, semua daerah perkotaan peringkat teratas dalam penelitian ini telah mengalami inflasi harga rumah sebesar 15 hingga 30 persen tahun lalu hingga Agustus, menurut data dari broker online Redfin.