BPKN Pastikan Beri Perlindungan ke Semua Konsumen, Tak Ada Diskriminasi

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI mengedepankan prinsip objektivitas dalam memberikan rekomendasi kepada pemerintah.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Sep 2022, 13:30 WIB
BPKN RI

Liputan6.com, Jakarta Hadir sebagai lembaga negara perlindungan konsumen telah diamanatkan dalam UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI mengedepankan prinsip objektivitas dalam memberikan rekomendasi kepada pemerintah. Begitu pula terkait dengan konsumen dalam ekosistem pertembakauan.

Menanggapi persepsi bahwa konsumen sering sebagai beban dan distigma sebagai warga negara kelas dua, Wakil Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN RI Firman Turmantara Endipradja menuturkan bahwa institusi ini tidak pernah membeda-bedakan ataupun mendiskreditkan konsumen.

“Konsumen itu lintas gender, lintas usia, lintas produk yang digunakan. Pada prinsipnya, jangan sampai ada konsumen yang merasakan kerugian. Terkait pertembakauan, bagaimana agar kesehatan tetap terjaga di sisi lain, kesejahteraan dalam hal ini ketenagakerjaan tidak tumpang tindih,” ujar Firman.

Kompleksitas perlindungan perokok dan konsumen produk tembakau juga tidak terlepas dari kebijakan ataupun peraturan yang cukup eksesif. BPKN RI berharap seharusnya pemerintah dalam hal ini kementerian terkait harus mengakomodir suara konsumen.

“Dalam praktiknya, BPKN RI sering tidak dilibatkan, padahal sebagai lembaga sah di bawah naungan Presiden RI, ketika membuat kebijakan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, kami sering tidak diajak bicara. Dilema kami adalah ada kebijakan pemerintah, dan di sisi lain ada konsumen yang harus dilindungi,” sebutnya.

 

“Kami tetap memberikan advokasi dan edukasi kepada konsumen sesuai dengan amanah UU Perlindungan Konsumen. Memang selama ini belum ada lembaga konsumen khusus perokok atau produk tembakau di bawah naungan BPKN RI. Saat ini ada sekitar 400-an lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat belum ada yang spesialis di bidang perlindungan konsumen tembakau,” kata Firman.

 

 


Kontribusi Cukai

Petugas menata tumpukan uang di Cash Pooling Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (20/1/2021). BI mencatat likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) tetap tinggi pada November 2020 dengan didukung komponen uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang kuasi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Perokok dan konsumen produk tembakau setiap tahun berkontribusi dalam target penerimaan CHT. Tahun ini sumbangsih konsumen lewat cukai rokok ditarget sebesar Rp201 triliun. Tahun depan, bebannya lebih besar lagi, ditarget sebesar Rp 245,45 triliun.

“Maka, penting bagi pemerintah membuat kebijakan yang melindungi ekosistem pertembakauan nasional,” kata Pengamat Kebijakan Publik Associated Program for International Law, Henry Thomas Simarmata.

Menurut data, ada sekitar 69,1 juta konsumen di ekosistem pertembakauan. Namun, sayangnya selama ini hanya sekadar menjadi objek dan subjek sasaran kebijakan yang eksesif dan regulasi yang tidak berimbang.

“Ekosistem pertembakauan memberikan multiplier effect perekonomian pada negara, mulai dari penyerapan tenaga kerja, cukai hingga pembangunan daerah. Pemerintah harus melibatkan representasi setiap elemen, mulai dari petani, pekerja, pabrikan, UMKM hingga industri yang ada dalam ekosistem pertembakauan untuk duduk bersama merancang regulasi yang bisa diterima semua pihak,”papar Henry.

Pemerintah sebagai regulator, tambah Henry, harusnya lebih bijak dan selalu menggunakan prinsip helicopter view sebelum memutuskan mengimplementasikan sebuah peraturan atau kebijakan.

Dengan kebijakan serta regulasi yang berimbang, maka setiap elemen hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan dapat terus bertumbuh dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.

 


BPKN Dukung Pemerintah Perkuat Aspek Perlindungan Konsumen

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) (Foto: Merdeka.com/Dwi Aditya Putra)

Memperingati hari Konsumen Nasional pada 20 April lalu, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Halim berharap pemerintah dapat memperkuat regulasi terkait perlindungan konsumen.

Hal ini bertujuan untuk memperkuat aspek perlindungan konsumen sekaligus mendorong kesadaran akan hak-haknya. Perkembangan inovasi dan teknologi digital menjadi salah satu alasannya.

Ia menambahkan, penguatan regulasi perlindungan konsumen juga menjadi hal yang mendesak karena banyak kasus hukum yang kerap meminggirkan perlindungan maupun hak-hak konsumen.

Ia mencontohkan, kasus penipuan investasi yang belakangan marak, namun sejatinya telah berlangsung lebih dari 20 tahun lalu dengan bentuk berbeda seperti penipuan forex (foreign exchange), bursa berjangka, dan lainnya.

Terus berulangnya kasus investasi bodong dengan beragam bentuk ini dinilai Rizal akibat lemahnya aspek pengawasan dari otoritas terkait, dan alpanya keberpihakan terhadap hak-hak konsumen. Ia mengatakan, sampai pada tahap penindakan hukum pun kasus-kasus seperti ini luput.

“Masyarakat terus yang menjadi korban. Bagaimana pemerintah melindungi warga negaranya? Investasi bodong selalu marak, dan yang jadi korban adalah masyarakat. Walaupun pelaku ditangkap, tapi hak masyarakat itu tidak kembali. Jadi, ada masalah dalam sistem kita. Lembaga harus lebih transparan terkait aset yang disita. Penindakan hukum itu harus memikirkan pemulihan hak-hak konsumen. Bukan sekadar menahan, dan dipidana,” papar Ketua BPKN Rizal, ditulis Sabtu (23/4/2022).

 


Bertanggungjawab ke Presiden

Ilustrasi Investasi Bodong (Arfandi/Liputan6.com)

Mengacu pada UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, BPKN merupakan badan yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.

BPKN bertugas untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam menyusun kebijakan perlindungan konsumen. Terbitnya Peraturan Pemerintah 4/2019 tentang BPKN juga semakin memperkuat fungsi kelembagaan BPKN guna mengawal mandat Presiden untuk melindungi kepentingan masyarakat.

Dalam tiga tahun belakangan diakui Rizal, BPKN juga telah aktif dilibatkan dalam penyusunan regulasi-regulasi kementerian dan lembaga negara untuk menekankan aspek perlindungan dan hak-hak konsumen. Namun masih ada beberapa kementerian dan lembaga yang belum melibatkan BPKN.

Oleh karenya saat ini BPKN terus mendorong kerja sama antarkementerian dan lembaga untuk memperkuat regulasi-regulasi perlindungan dan mengedepankan hak-hak konsumen.

“Sangat perlu untuk memperkuat visi UU Perlindungan Konsumen karena ada beberapa kelemahan yang tidak dijangkau. Misalnya yang berkenaan dengan perkembangan teknologi digital. Kemudian terkait kewenangan dan kejelasan lembaga sebagai focal point itu harus diperkuat lagi,” sambungnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya