Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti, mengatakan ada 125 daerah yang terdiri dari provinsi, kabupaten, dan kota yang akan mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID) berdasarkan kinerja tahun berjalan 2022.
Hal itu berdasarkan PMK Nomor 140/PMK.07/2022 tentang Dana Insentif Daerah untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan Pada Tahun 2022 dan Penggunaan Sisa Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2020, Sisa Dana Insentif Daerah Tambahan Tahun Anggaran 2020, dan Sisa Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2021 dimaksudkan untuk memacu Pemerintah daerah untuk terus melakukan perbaikan kinerja daerah dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah dalam percepatan pemulihan ekonomi sebagai dampak COVID-19 dan perekonomian global.
Advertisement
“Total daerah yang mendapatkan DID, baik di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota di sini ada sekitar 125 daerah, dengan wilayah Sumatera menjadi daerah yang paling banyak mendapatkan DID tahun berjalan,” kata Astera dalam Media Briefing insentif fiskal daerah penanganan inflasi, Selasa (20/9/2022).
Dia menjelaskan, sebenarnya total anggaran Dana insentif Daerah (DID) tahun 2022 mencapai Rp 7 triliun, namun sudah dibagi menjadi dua tahap, yaitu Rp 4 triliun dan Rp 3 triliun.
“Tahap pertama Rp 4 triliun sudah dibagikan berdasarkan kinerja tahun berjalan sebelumnya, masih ada Rp 3 triliun lagi yang akan Kementerian keuangan bagikan pada September, yaitu Rp 1,5 triliun, dan nanti di bulan Oktober akan dibagikan lagi sekitar Rp 1,5 triliun," katanya.
Penghitungan Alokasi DID
Astera menyebut, penghitungan alokasi DID Kinerja Tahun Berjalan periode pertama dihitung berdasarkan kinerja daerah dengan kategori penggunaan Produk Dalam Negeri dan UMK; percepatan belanja daerah; percepatan pelaksanaan vaksinasi COVID-19; dukungan belanja daerah terhadap penurunan tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, dan stunting; dan penurunan inflasi daerah.
Untuk rinciannya, DID Kinerja Tahun Berjalan dialokasikan kepada untuk tiap kategori kinerja penggunaan Produk Dalam Negeri, percepatan belanja daerah, percepatan pelaksanaan vaksinasi COVID-19, dan dukungan belanja daerah terhadap penurunan kemiskinan, pengangguran, dan stunting kepada 10 terbaik pemerintah provinsi; 10 terbaik pemerintah kota; dan 10 terbaik pemerintah kabupaten.
Sedangkan, untuk kategori kinerja penurunan inflasi daerah akan diberikan kepada 10 terbaik pemerintah provinsi; 15 terbaik pemerintah kota; dan 15 terbaik pemerintah kabupaten, sehingga totalnya ada 40 yang akan mendapatkan penghargaan terkait penurunan inflasi di daerah.
Adapun Pemerintah provinsi penerima DID tahun berjalan akan menerima insentif paling besar senilai Rp37,4 miliar, dan terendah Rp8,8 miliar, maka rata-rata akan mendapatkan sekitar Rp 16 miliar.
“Pemerintah kota penerima DID tertinggi Rp28,7 miliar, terendah Rp8,8 miliar, jadi rata-rata pemerintah kota penerima DID tahun berjalan akan mendapatkan insentif Rp11,8 miliar. Sementara pemerintah kabupaten akan mendapatkan nilai terbesar Rp19,8 miliar, terkecil Rp8,8 miliar, sehingga rata-rata menerima Rp 10 miliar,” pungkasnya.
Advertisement
Sri Mulyani Janji Tahun 2023 Masih Bertabur Insentif Pajak, Nilainya Capai Rp 41 T
Pemerintah melihat bahwa dampak dari pandemi Covid-19 kepada ekonomi nasional masih akan terasa di tahun depan. Selain itu, tantangan geopolitik juga akan semakin mempersulit. Oleh karena itu, pemerintah sudah menyiapkan insentif pajak di 2023 dengan nilai Rp 41,5 triliun.
“Tahun depan, pajak itu masih akan memberikan insentif perpajakan yang mencapai Rp 41,5 triliun,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dikutip dari Belasting.id, Kamis (18/8/2022)
Namun sayangnya, Sri Mulyani belum merincikan rencana pemberian insentif pajak yang akan diberlakukan tahun depan.
Untuk diketahui, selama tahun 2022 ini, pemerintah juga memberikan berbagai insentif perpajakan. Tujuannya untuk meringankan masyarakat yang terdampak pandemi dan sebagai rangkaian program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Insentif perpajakan yang berlaku tahun ini mencakup pembebasan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 impor, pengurangan besar angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50 persen.
Lalu ada PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah (DTP) atas Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air lrigasi (P3-TGAI). Ketiga insentif tersebut tertera dalam PMK-114/PMK.03/2022.
Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil DTP dan rumah DTP yang berlaku sampai dengan akhir tahun ini.
Penerimaan Pajak Rp 868,3 Triliun di Semester I 2022, Naik 55,7 Persen
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat kinerja penerimaan pajak hingga semester I tahun 2022 sangat positif dengan capaian sebesar Rp868,3 triliun.
Angka tersebut naik 55,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan telah mencapai 58,5 persen dari target penerimaan pajak dalam Perpres 98 Tahun 2022.
“Kinerja yang sangat baik pada periode tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tren harga komoditas, pertumbuhan ekonomi, basis yang rendah pada tahun 2021 akibat pemberian insentif, dampak implementasi UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan), dan khusus di bulan Juni, utamanya ditopang oleh penerimaan PPS (Program Pengungkapan Sukarela) yang sangat tinggi di akhir periode tersebut,” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo di acara Media Briefing DJP, Selasa (2/8/2022).
Rinciannya, capaian penerimaan pajak berasal dari Rp 519,6 triliun PPh non migas atau 69,4 persen target. Kemudian Rp 300,9 triliun PPN & PPnBM mencapai 47,1 persen target.
Lalu, Rp 43,0 triliun PPh migas atau 66,6 persen target. Dan Rp4,8 triliun PBB dan pajak lainnya atau 14,9 persem dari target.
Selain itu, pertumbuhan neto kumulatif seluruh jenis pajak dominan positif. PPh 21 tumbuh 19,0 persen, PPh 22 Impor tumbuh 236,8 persen, PPh Orang Pribadi tumbuh 10,2 persen.
Lalu, PPh Badan tumbuh 136,2 persen, PPh 26 tumbuh 18,2 persen, PPh Final tumbuh 81,4 persen, PPN Dalam Negeri tumbuh 32,2 persen, dan PPN Impor tumbuh 40,3 persen.
Untuk penerimaan sektoral, seluruh sektor utama tumbuh positif ditopang oleh kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, serta dampak kebijakan (phasing-out insentif fiskal, UU HPP, dan kompensasi BBM).
“Beberapa sektor dengan kontribusi terbesar yaitu industri pengolahan 29,7 persen tumbuh 45,1 persen, perdagangan 23,4 persen tumbuh 62,8 persen, jasa keuangan dan asuransi 11,5 persen tumbuh 16,2 persen, pertambangan 9,7 persen tumbuh 286,8 persen, dan sektor konstruksi dan real estate 4,1 persen tumbuh 13,0 persen,” ujarnya.
Advertisement