Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah menjalankan uji coba program konversi kompor gas menuju kompor listrik. Program ini mendapat tanggapan dari banyak pihak salah satunya DPR.
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mempertanyakan tujuan yang ingin dicapai pemerintah dalam program konversi kompor gas ke kompor listrik ini.
Advertisement
"Jadi ini program sasarannya siapa? Apa yang mau disasar dari program ini," ungkap Sugeng saat ditemui di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/9/2022).
Menurutnya jika sasaran utama pemerintah mengurangi subsidi impor LPG, maka masyarakat miskin yang jadi target program. Hanya saja dia menilai target sasarannya kurang tepat.
Sugeng khawatir program ini malah bisa merugikan masyarakat miskin karena bebannya bertambah. Mereka yang selama ini menikmati subsidi dari gas LPG harus beralih ke kompor listrik dengan menaikkan daya.
Kalaupun menaikkan daya listrik gratis, masalah muncul selanjutnya biaya untuk tagihan atau token listrik. Sehingga seharusnya pemerintah memberikan subsidi listrik kepada masyarakat miskin.
"Makanya kalau ada program ini harusnya tidak boleh membebankan masyarakat miskin. Dari penambahan daya atau ketika dipakai kompor listriknya," kata dia.
Dia menambahkan konsumsi gas LPG saat ini juga sudah dikurangi dengan penjualan gas di atas 3 kg yang sudah tanpa subsidi.
"Masyarakat kalangan atas juga sudah pakai LPG yang sesuai dengan harga keekonomiannya," kata dia.
Pemerintah Bakal Tebar Gratis Paket Kompor Listrik ke 300 Ribu Keluarga Senilai Rp 1,8 Juta
Pemerintah berencana membagikan paket kompor listrik senilai Rp 1,8 juta. Paket tersebut akan dibagikan kepada 300 ribu keluarga.
Pembagian paket kompor listrik ini dalam upaya migrasi penggunaan kompor listrik dari kompor gas LPG.
"Jadi satu rumah itu dikasih satu paket," kata Sekjen Kementerian ESDM, Rida Mulyana di Gedung DPR-RI, dikutip Rabu (21/9/2022).
Paket kompor listrik itu nanti akan dibagikan kepada masyarakat yang terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Paket senilai Rp 1,8 juta tersebut berisi kompor listrik (kompor induksi) dua tungku, alat masak dan Miniatur Circuit Breaker (MCB) yang berfungsi untuk mengatur kenaikan daya listrik di rumah tangga.
"Rp 1,8 juta itu rencana awal dengan dua tungku yang sama kapasitasnya," kata Rida.
Namun, lanjut dia, ada usulan kompor yang dibagikan hanya 1 tungku. Artinya kompor induksi ini memiliki daya yang lebih besar dan harganya naik. Namun hal ini masih dalam pembahasan.
"Nah masih dikalkulasi berapa harganya, harusnya kan nggak Rp 1,8 juta lagi, pasti lebih naik Rp 2 juta lah,” ujarnya.
Sementara itu, pembagian MCB ditujukan kepada pelanggan rumah tangga yang dayanya masih di bawah 1.000 VA. Pemberian MCB ini akan memudahkan pemerintah dalam menilai penggunaan bantuan di masyarakat.
Advertisement
Kemenkeu: Kajian Migrasi Kompor Listrik Belum Selesai
Kementerian Keuangan menyatakan rencana program migrasi penggunaan kompor listrik dari kompor gas LPG masih dalam pembahasan. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara, Made Arya Wijaya menegaskan kajian terhadap program tersebut masih belum selesai.
"Kajiannya belum selesai," kata Made di Gedung DPR-RI, Jakarta Pusat, Selasa (20/9).
Made menuturkan dalam salah satu pembahasan, kompor listrik baru bisa digunakan untuk pelanggan yang menggunakan daya minimal 1.300 VA. Mengingat daya kompor listrik yang digunakan berdaya minimal 1.000 watt.
Sementara itu, kompor listrik untuk pelanggan rumah tangga dengan daya dibawah 1.300 VA harus ada penyesuaian. Namun hal ini kata Made masih dalam pembahasan di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero.
"Kompor itu (listrik) bisa dipakai minimal listriknya 1.300 VA. Dari 450 VA ke 1.300 VA kan beda ininya, tarifnya," kata dia.
"Nah makanya kita kan enggak tahu gimana teman-teman di PLN bikin kajian teknisnya seperti apa," sambung dia.
Made mengatakan penggunaan kompor induksi ini nantinya tidak akan menggunakan sumber listrik yang sama. Artinya akan ada jaringan khusus yang menyalurkan energi untuk penggunaan kompor listrik bagi pelanggan PLN kelompok 1.300 VA ke bawah.
"Jaringannya nanti tuh beda, rumah yang biasanya 450 VA jadi 1.300 A kan beda, itu yang menyediakannya siapa (belum ditentukan)," ungkapnya.
Meski begitu, Made memperkirakan jika masyarakat sudah beralih menggunakan kompor listrik, maka alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk impor LPG bisa lebih murah. Termasuk biaya subsidi energi untuk gas LPG pasti akan berkurang. Namun besarnya pengurangan anggaran tersebut masih belum bisa dihitung.
"Kalau melihat konsumsi total listriknya bisa dikaitkan dengan kebutuhan anggaran (subsidi) yang jauh lebih murah," pungkasnya.