Kenaikan Harga BBM Bikin Pembatasan Konsumsi Pertalite dan Solar Ditunda

Wacana pembatasan BBM jenis Pertalite masih menunggu revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Sep 2022, 17:20 WIB
Mulai 1 Juli 2022, masyarakat dari 11 daerah ini yang ingin membeli BBM bersubsidi Pertalite dan Solar wajib daftar My Pertamina. (Unsplash/aldrin rachman pradana).

Liputan6.com, Jakarta Wacana pembatasan BBM jenis Pertalite masih menunggu revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

Namun dalam prosesnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan kenaikan harga BBM subsidi membuat pembahasan pembatasan konsumsi Pertalite terganggu.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Tutuka Ariadji menyebut sebenarnya pembahasan ini sudah selesai di Kementerian ESDM. Prosesnya pun sudah berpindah ke pihak lain untuk selanjutnya diusulkan ke Presiden Joko Widodo.

"Terus terang saja kita kemarin kan sampaikan, artinya sudah pernah dibahas revisi itu, kemudian diputuskan kenaikan harga," kata Tutuka saat ditemui di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/9).

Dalam revisi Perpres 191/2014, Kementerian ESDM mengusulkan Pertalite masuk dalam kategori Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP). Hanya saja, kenaikan harga BBM yang dilakukan pada 3 September lalu membuat proses revisi Perpres menghadapi situasi yang kompleks.

"Prosesnya pastinya lebih kompleks karena sudah dinaikan harganya, bukan di kami lagi," kata dia.

Tutuka menjelaskan pembatasan Pertalite yang diusulkan sebenarnya tidak berbeda jauh dengan pembatasan Solar subsidi. Artinya pembatasan Pertalite dilakukan berdasarkan berhak atau tidaknya pihak tersebut atas BBM subsidi.

 


Butuh Kerja Sama

Papan petunjuk BBM yang berada di SPBU, Jakarta, Kamis (5/1). Penetapan harga BBM Umum jenis Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, Dexlite dan Pertalite merupakan kebijakan korporasi Pertamina. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kementerian ESDM mengusulkan perlu ada kerja sama antara aparat penegak hukum dengan kementerian lain agar bensin bersubsidi ini tidak bocor ke industri besar. "Terutama adalah industri yang tidak berhak," imbuhnya.

Beda hal, kata Tutuka dengan masyarakat yang mengelola perkebunan dan pertanian rakyat. Mereka, masih berhak mendapatkan subsidi dari pemerintah lewat BBM subsidi.

"Kalau masyarakat perkebunan dan pertanian rakyat kan boleh. Kalau industri enggak boleh, itu yang harus kita lakukan bersama-sama dengan instansi lain," ujarnya.

Sehingga dia belum bisa memastikan nasib usulan pembatasan Pertalite. Mengingat berbagai pertimbangan telah disampaikan.

"Kita sampaikan tugas kita sudah, disampaikan bahwa itu (pembatasan Pertalite) adalah penting kita lakukan," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com


Erick Thohir Bicara Peluang Harga BBM Turun Lagi

Menteri BUMN RI, Erick Thohir memberikan sambutan dalam acara Peresmian Inisiasi Program Solusi Nelayan di SPBUN 48.532.04 KUD Minu Suroyo PPS Cilacap, Jawa Tengah, Sabtu, (17/9/22). (Dok Pertamina)

Menteri BUMN Erick Thohir melihat ada peluang turunnya harga BBM non subsidi seperti Pertamax. Ini bisa terjadi jika harga minyak dunia terus alami penurunan.

Kendati begitu, Erick Thohir menerangkan meski dalam beberapa waktu terakhir harga minyak dunia turun, tapi masih berada di posisi yang tinggi. Artinya, belum bisa mempengaruhi harga jual BBM di dalam negeri.

"Harga BBM (minyak dunia) masih di USD 90 (per barel), belum turun," kata dia kepada wartawan di kompleks DPR RI, ditulis Rabu (21/9/2022).

Menurutnya acuan harga minyak dunia USD 90 per barel masih terbilang tinggi, dan baru turun tipis dari kisaran USD 95-100 per barel beberapa waktu belakangan. Padahal, sebelumnya pernah berada di USD 65 per barel.

Erick menjelaskan, ada tiga hal pertimbangan dalam konteks harga jual BBM di dalam negeri. Pertama, penjualan BBM oleh Pertamina saat ini terjadi pengurangan nominal subsidi yang diberikan pemerintah.

"yang kedua, tentu kalau harga BBM (minyak dunia) menurun, pasti akan terjadi koreksi harga. Pembelian BBM bukan hari ini turun, besok ada (perubahan harga), kita kan beli 3-4 bulan. Mesti ada harga di ekuilibrium, tidak langsung bisa turun," terangnya.

Ia mengungkap pada hal ini Indonesia masih sebagai pengimpor BBM sejak 2003 lalu. Meski masyarakat menilai Indonesia termasuk produsen minyak mentah, Erick memyebut kalau skalanya masih belum memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Konteksnya harga yang penting, kita impor BBM dari 2003, artinya kita negara pengimpor bukan negera ekspor, masyarakat seakan-akan kira kita masih negara produsen BBM. benar, tapi kita banyak impornya karena jumlah penduduk indo mungkin seratus juta, sekarang 300 juta," bebernya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya